Saturday, 26 April 2014

PRAHARA UKRAINA BELUM AKAN BERAKHIR

Malam Paskah. Rimbun deretan pohon aprikot yang tengah ranum itu memberi ketenangan. Malam berlangsung damai. Penduduk kota Slovyansk, timur Ukraina, sudah lebih banyak  bercengkrama di dalam rumah. Namun mendadak, di sebuah sudut kota, situasi berubah mencekam. Pukul dua dini hari terdengar letusan senjata api. Baku tembak sengit pun pecah. Lima orang dilaporkan roboh meregang nyawa.

Penembakan itu terjadi pos pemeriksaan milik separatis Ukraina pro-Rusia. Kota Slovyansk di timur Ukraina itu memang telah dikuasai militan pemberontak. Menurut versi mereka kepada Reuters, insiden menjelang pagi, Minggu 20 April 2014, itu diawali oleh datangnya empat kendaraan ke pos mereka. Tanpa aba-aba, orang-orang di kendaraan itu menembaki pos. Maka mereka pun membalas dengan tembakan.

Usai baku tembak, pemandangan sekitar terlihat menghitam. Sebuah mobil pikap hangus terbakar. Bodinya bolong-bolong ditembus peluru di kedua sisinya. Para jurnalis melihat dua mayat dekat lokasi penembakan. Kamar jenazah kota mengaku menerima tiga jasad. Sementara militan pro Rusia mengatakan lima orang tewas, tiga anggota mereka dan dua penyerang.

Insiden itu adalah sebuah babak baru prahara Ukraina. Ketegangan antara Rusia dan negara bekas pecahan Uni Sovyet itu sudah memasuki fase kulminasi. Sejumlah orang ingin bergabung kembali dengan Rusia. Sementara sebagian ingin bergabung dengan Uni Eropa. Akibatnya kekerasan meletus di mana-mana.

Separatisme

Gerakan separatisme berbau Rusia menyebar dari Crimea ke wilayah timur Ukraina pada pekan kedua  April. Salah satu pemicunya adalah diproklamirkannya kemerdekaan Donetsk dari Ukraina oleh massa pro-Rusia. Referendum kemerdekaan akan digelar tidak lama lagi. Hal ini membuat pemerintah Kiev ketar-ketir.  Masalahnya, mereka baru saja kehilangan Crimea.

Anggota militan separatis berbahasa Rusia ini berbahaya. Berpakaian militer, bertopeng dan bersenjata, mereka menguasai gedung-gedung pemerintahan di 10 kota di provinsi-provinsi timur. Selain Donetsk, ada Luhansk dan Kharkiv. Barikade kawat berduri dipasang di sekeliling gedung. Pasukan bersenjata tanpa atribut berjaga penuh.

Mereka menyerukan intervensi Rusia untuk segera menggelar referendum seperti Crimea, untuk pisah dari Ukraina dan bergabung dengan Si Beruang Merah

Militer dan polisi Ukraina juga bak macan ompong. Beberapa kali mereka menyerah tanpa perlawanan saat pangkalan direbut pasukan asing.

New York Times menulis, operasi militer untuk mengkonfrontir militan pro-Rusia terbukti tidak berhasil. Sebanyak 21 kendaraan lapis baja yang dikerahkan malah berpisah,  menyerah atau mundur. Di beberapa kesempatan, saat berhadapan dengan militan separatis, militer dan polisi Ukraina malah memihak mereka. Upaya pemerintahan Kiev yang katanya akan menurunkan pasukan anti teror juga belum terdengar kabarnya.

Ukraina menyalahkan Rusia yang menurut mereka mulai agresif mendukung gerakan separatis. Menurut Ukraina, penembakan di Slovyansk terjadi atas provokasi "kekuatan luar". Secara tidak langsung mereka menuding Rusia.

Moskow membantahnya dan mengatakan bahwa kejadian itu diprovokasi kelompok nasionalis pro-Barat, Right Sector. Rusia punya bukti-buktinya. Salah satunya adalah kartu nama Dmytro Yarosh, pemimpin Right Sector. Yarosh membantahnya.

Sejak peristiwa di Crimea, Ukraina yakin betul Rusia telah menurunkan pasukan ke negara mereka. Belum lagi ditambah 40.000 pasukan Rusia yang diturunkan Presiden Vladimir Putin di sepanjang perbatasan Rusia. 

Rusia juga tidak pandai berbohong. Berkali-kali Presiden Rusia Vladimir meralat pernyataannya.  Seperti saat Putin mengatakan bahwa puluhan ribu pasukan disiagakan di perbatasan untuk keperluan latihan. Belakangan juru bicara Putin, Dmitry Peskov mengakui bahwa tentara itu dikerahkan untuk menjaga negara, kalau-kalau kerusuhan di Ukraina menyebar ke Rusia.

Putin juga dengan tegas mengatakan telah mencaplok Crimea. Padahal sebelumnya dia membantah tuduhan Rusia coba menginvasi wilayah yang jadi pangkalan kapal perang mereka itu. Pasukan Rusia yang diturunkan ke Crimea, kata Peskov, adalah bentuk "perlindungan bagi warga berbahasa Rusia".

Gejolak kali ini di timur Ukraina juga satu lagi bukti perubahan sikap Rusia. Sebelumnya, Kremlin menegaskan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka tidak akan memasuki wilayah lain selain Crimea di Ukraina. Belakangan, Putin menyebut provinsi tenggara Ukraina sebagai "Rusia Baru".

Pasukan tanpa atribut di Crimea juga terbukti adalah tentara Rusia. Dalam foto yang dengan jeli diteliti oleh media Barat, terlihat bahwa beberapa orang tentara yang saat ini berada di Ukraina adalah tentara Rusia yang pada 2008 lalu menginvasi Georgia 
Barat yang digawangi Amerika Serikat juga mulai bawel mengecam tindakan Rusia. Namun Putin tetap bergeming dan menangkis setiap serangan terhadap negaranya. Sanksi AS dan sekutunya terhadap Moskow juga ditanggapi santai.

Dimulai dari Kiev

Kemelut di Ukraina itu dimulai dari revolusi di ibukota Kiev pada Februari 2014. Revolusi itu berhasil menggulingkan Presiden Viktor Yanukovych yang pro-Rusia. Revolusi dipicu langkah Yanukovych membatalkan rencana kesepakatan pemberian dana Uni Eropa (UE) yang diperlukan masyarakat. Pria yang kini tidak diketahui rimbanya itu menolak syarat dari UE untuk menghentikan hubungan ekonomi dengan Rusia.

Membatalkan kerja sama dengan UE, Yanukovych malah menandatangani perjanjian ekonomi dengan Rusia. Langkahnya ini menuai kecaman dari rakyat yang langsung turun ke jalan. Kerusuhan terjadi saat lebih dari 100.000 orang bentrok dengan aparat. Lebih dari 100 orang tewas, ratusan lainnya terluka.

Yanukovcyh berhasil digulingkan. Dan Rusia marah besar. Pasukan pro-Rusia mulai bergerak di semenanjung Crimea, tempat ditambatkannya Armada Laut Hitam. Referendum warga akhirnya memutuskan wilayah otonomi Crimea dan Sevastopol pisah dari Ukraina dan bergabung dengan Rusia.

Amerika Serikat yang berembuk dengan Jerman dan Inggris serta negara-negara Eropa lainnya akhirnya mengeluarkan Rusia dari kelompok negara G8. Pertemuan G8 yang rencananya akan diadakan di Sochi, Rusia, Juni mendatang dibatalkan. G8 yang berubah menjadi G7 memindahkan pertemuan ke Brussels.

Rusia lagi-lagi menanggapinya dengan santai. "G8 adalah organisasi informal yang tidak ada kartu anggotanya, maka dari itu, tidak bisa mengeluarkan siapa pun. Seluruh masalah ekonomi dan finansial diputuskan di G20, dan G8 hanya jadi forum dialog antara negara Barat dan Rusia. Kami tidak melihat kerugiannya jika tidak ikut berkumpul," kata Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov.

AS menegaskan tidak akan menggunakan cara militer untuk mengatasi masalah ini. Dan memilih menjatuhkan sanksi. Selain larangan bertransaksi untuk bank AS dengan bank Rusia,  Barat juga menerapkan larangan bepergian dan tidak memberi visa pada sejumlah pejabat Rusia dan Ukraina yang pro-Moskow.

Untuk pertama kalinya sejak konflik pecah di Crimea, Ukraina dan Rusia bertemu di satu meja di Jenewa pada 17 April 2014. Pada pertemuan selama enam jam yang juga dihadiri AS dan Uni Eropa itu, Ukraina menyerukan agar pasukan bersenjata pro-Rusia untuk menyerah, meninggalkan gedung pemerintah dan jatuhkan senjata.

Ukraina dan Rusia juga sepakat untuk tidak kontak senjata, mencegah tindak provokasi dan menolak setiap bentuk intoleransi, termasuk sentimen anti-Yahudi. Rusia juga mengatakan bahwa penggunaan kekerasan dari Ukraina terhadap para militan separatis hanya akan memicu perang saudara.

Sikap pesimis soal perjanjian ini disiratkan baik oleh AS dan Rusia. Presiden AS Barack Obama mengatakan bahwa perjanjian itu "menunjukkan secercah harapan", namun "kami tidak akan terlalu bergantung padanya". AS telah mengancam akan menjatuhkan sanksi lebih berat pada Rusia jika perjanjian ini dilanggar.

Pemerintah Putin menyatatakan akan manut pada perjanjian, namun tidak demikian dengan militan pro-Rusia di Ukraina -yang diduga berasal dari unsur tentara Kremlin juga. Salah satunya adalah kelompok separatis di Donetsk yang menyatakan tidak mundur dari gedung pemerintah sampai referendum pisah dari Ukraina digelar.

"Lavrov dan Kerry (John Kerry, Menlu AS) yang memutuskan, memangnya mereka siapa buat kami? Kami adalah Republik Donetsk. Kami adalah rakyat yang memutuskan nasib sendiri," kata Vasili Domashev, yang menyebut dirinya wakil komandan di gedung pemerintah dikuasai di Donetsk, kepada New York Times.

Uni Soviet Baru

Perdana Menteri Ukraina Arseniy Yatsenyuk mengatakan bahwa Rusia sangat berambisi untuk mencaplok Ukraina. Hal ini, kata Yatsenyuk tidak lain karena Putin ingin membentuk kembali Uni Soviet yang baru. "Presiden Putin punya mimpi mengembalikan Uni Soviet. Dan setiap harinya, dia berjalan semakin jauh dan jauh, dan hanya Tuhan yang tahu kemana akhir tujuannya," kata Yatsenyuk dalam wawancara dengan NBC.

"Saya yakin anda ingat pidato Putin yang terkenal di Munich, saat dia mengatakan bahwa bencana terbesar di abad ini adalah runtuhnya Uni Soviet. Saya katakan, bencana terbesar abad ini adalah kembalinya Uni Soviet di bawah naungan Presiden Putin," tegas Yatsenyuk lagi.

Salah satu cara yang digunakan Putin menyatukan kembali Uni Soviet adalah dengan dalih melindungi warga negara berbahasa Rusia. Alasan ini jugalah yang digunakan Putin untuk menurunkan pasukannya di Crimea. Menurut Putin, warga berbahasa Rusia di Ukraina dimarjinalkan. Negara-negara bekas Soviet seperti Estonia, Latvia dan Lithuania diduga akan jadi sasaran selanjutnya.

Sebenarnya cara seperti ini pernah digunakan Nazi Jerman 80 tahun yang lalu. Saat itu, Jerman di bawah kediktatoran Hitler mulai mencaplok negara-negara di sekelilingnya dengan alasan melindungi warga berbahasa Jerman dari diskriminasi. Jargon Hitler tahun 1930an itu adalah "mempersatukan dan melindungi warga-warga berbahasa Jerman”, persis seperti alasan Putin sekarang.

Untuk membendung upaya Rusia ini, Ukraina meminta tidak hanya bantuan diplomatik dan ekonomi, tapi juga militer. "Kami perlu meningkatkan militer Ukraina. Kami perlu memodernisasi keamanan dan kekuatan militer kami. Kami perlu bantuan konkret," kata Yatsenyuk.

AS memang menyatakan tidak akan menggunakan cara kekerasan untuk menghadapi Rusia. Namun belakangan AS dilaporkan telah mengirimkan ratusan tentara mereka mendekat ke Ukraina. Lebih dari 500 pasukan AS dikirimkan ke Polandia dengan alasan untuk latihan. Negara berikutnya yang akan dikunjungi tentara AS adalah Lithuania, Latvia dan Estonia - semuanya mengelilingi Ukraina.

Graham Allison, Professor ilmu pemerintahan di Harvard Kennedy School mengatakan bahwa memang tidak ada kepentingan apapun bagi AS di Ukraina. Namun bukan berarti AS akan membiarkan Putin mencaplok satu per satu negara eks Soviet.

Bahkan menurut Allison, krisis di Ukraina secara tidak langsung akan membahayakan kepentingan nasional AS. Dia mengatakan, kejadian di Crimea akan ditiru di beberapa negara lainnya, Latvia contohnya.

Bukan tidak mungkin, terinspirasi dari Crimea, masyarakat Latvia akan membentuk kelompok separatis yang akan disokong Rusia. Ada 25 persen warga Latvia yang berbahasa Rusia, potensial mendorong bergabung dengan Kremlin. Jika sudah begini, Rusia dipastikan akan kembali mengirim pasukannya, tanpa atribut agar tidak dikenali.

Latvia dan negara-negara Baltik lainnya adalah anggota NATO. Berdasarkan kesepakatan NATO, AS harus membantu dengan kekuatan militer jika negara anggota NATO lainnya diserang. Tertulis dalam Ayat 5 NATO, "Serangan terhadap satu anggota NATO, berarti serangan terhadap semua anggota."

"Pemimpin di Washington dan Moskow harus menindaklanjuti dengan langkah-langkah yang tegas untuk mencegah konflik di Ukraina menjadi perang saudara," kata Allison kepada CNN.

Dan, prahara Ukraina agaknya memang belum akan berakhir. 

WAJAH BARU PENGHUNI SENAYAN 2014 - 2019

Karikatur Aceng FikriSejumlah nama baru berhasil menyodok masuk dan mengempaskan politisi tersohor dari perebutan kursi wakil rakyat. Politisi muda dan politisi yang kuat di daerah berhasil mendapatkan kursi Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah.

Ada sejumlah nama yang mengundang kontroversi karena kasus. Ada pula yang latar belakangnya jauh dari dunia politik. 

Mereka bakal mengisi kursi penyelenggara negara yang berkewenangan membuat hukum di tanah air selama lima tahun ke depan.

Aceng Fikri

Pria ini mengundang kontroversi. Mantan Bupati Garut Aceng Fikri. Dia diberhentikan dari jabatan bupati karena tersandung kasus nikah kilat. 

Sempat gagal menjadi caleg karena batu sandungan tersebut, dia sukses mendapatkan kepercayaan rakyat melalui pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah.

Terpilihanya Aceng membuat kaget Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Gumelar. "Ah yang benar? Saya kehabisan kata-kata, kaget, surprise," kata Linda di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat, 25 April 2014. 

Linda juga mengaku heran ada masyarakat yang memilih Aceng sebagai wakilnya di Senayan. Sebab, kata dia, Aceng pernah menjadi sorotan karena kasusnya yang menyinggung martabat perempuan.

"Ternyata masyarakat ya masih seperti itu ya. Saya juga mesti melihat lebih jauh ini," kata dia.

Kasus Aceng mencuat pada Desember 2012 ketika dia masih menjabat sebagai Bupati Garut. Dia dimakzulkan dari jabatannya oleh DPRD Garut atas rekomendasi Mahkamah Agung karena telah menikah siri dengan anak yang baru berusia belasan tahun Fani Oktora pada 14 Juni 2012. 

Pernikahannya berlangsung kilat, empat hari. Dia menceraikan Fani hanya dengan pesan singkat pada 17 Juli 2014.

Kasus ini mendapat sorotan publik dan beberapa tokoh politik langsung memantaunya dari Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 

Aceng menyadari banyak hujatan tertuju kepadanya karena kasus itu. Sebab itu, selama kampanye dia mengandalkan sebuah stragegi khusus: meminta maaf setiap kali bertemu dengan masyarakat.

"Saya dihujat atas latar belakang saya, makanya saya lebih menonjolkan permintaan maaf. Ya sambil mengklarifikasi," ucap Aceng.

Tahu terpilih, Aceng tak kuasa menahan haru. Tetes air mata berlinang. Dia bersyukur karena masih dipercaya oleh masyarakat Jawa Barat untuk menjadi salah satu wakilnya di DPD.

"Saya sangat terharu, karena ternyata saya masih dipercaya dan dipilih oleh masyarakat di Jawa Barat," ucapnya sambil menitikan air mata.

Oni SOS

Oni SOS dikenal sebagai pelawak. Dia selalu mengenakan pakaian khas Sunda, mirip almarhum Kang Ibing. Oni yang akrab disapa Kang Oni ini, dia dipastikan lolos menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.

"Insya Allah, saya masuk jadi salah satu anggota DPD dari Jawa Barat," kata pelawak bernama asli Oni Suwarman itu, Rabu, 23 April 2014.

Pria kelahiran Kabupaten Subang yang kini menetap di Bandung itu memperoleh suara tertinggi dari Kota dan Kabupaten Bandung dengan perolehan suara masing-masing 206.852 dan 294.924 suara. 

Di Garut, Kang Oni memperoleh suara tertinggi dengan 127.091 suara, mengalahkan Aceng di posisi kedua dengan suara 121.218.

Saat kampanye, dia tidak menawarkan program aneh untuk pembangunan Jawa Barat. Dia hanya bercita-cita ingin menjadi seorang negarawan penghibur dan bisa membuat masyarakat Jawa Barat tertawa bahagia. Tapi tidak jelas apa yang dimaksud Oni.

Soal nasib grup lawak SOS, dia mengaku akan tetap setia dan terus menghidupkan grup lawak itu. Hanya saja, soal pengelolaan, dia akan menyerahkan ke orang lain.

Lucky Hakim

Pesinetron Lucky Hakim berhasil duduk di kursi kehormatan DPR RI akhirnya membuahkan hasil. 

Berdasarkan perhitungan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jawa Barat sebanyak 126.457 dari 1. 770.967 pemilih dapil Jabar 6, yang mencakup kota Bekasi dan Depok, memilih Lucky untuk menjadi wakil rakyat di DPR.

Lolosnya Lucky mengikuti jejak rekannya sesama selebritis Anang Hermansyah yang menjadi calon legislatif dari partai yang sama, Partai Amanat Nasional (PAN).

“Saya baru tahu hasil akhirnya ba’da magrib tadi keputusan rekapitulasi di KPUD Provinsi Jawa Barat. Saya langsung sujud syukur,” katanya.

Lucky pun tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan masyarakat kepadanya. Baginya menjadi anggota dewan adalah tugas baru yang tidak main-main.

“Saya sangat berterima kasih pada masyarakat Bekasi dan Depok. Insya Allah saya akan menjalankan fungsi dewan,” janji Lucky.

Menjadi anggota DPR RI nanti, laki-laki kelahiran Cilacap, 12 Januari 1980 ini mengincar masuk komisi 4 yang membidangi kehutanan, perikanan, pertanian, perkebunan dan pangan. Lucky mengatakan, hal yang pertama akan dibenahinya sebagai anggota dewan adalah masalah pangan.

Fahira Idris

Fahira Idris terpilih sebagai anggota DPD dari daerah pemilihan DKI Jakarta. Berdasarkan rekapitulasi hasil pemilu 2014 di tingkat provinsi, putri mantan Menteri Fahmi Idris itu meraup 511.323 suara mengungguli AM Fatwa, Dailami Firdaus, dan Abdul Azis Khafia yang sama-sama terpilih.

Nama Fahira Idris naik daun pada 2010. Namanya marak disebut setelah dia berdebat seru dengan FPI di Twitter. Di statusnya, ia menyapa FPI: "Dear FPI, apakah seperti itu Islam yang diajarkan Nabi Muhammad?"

Pada tahun itu pula, sebuah poll bertajuk The Most Inspiring Tweeter mencatatkan Fahira Idris (@fahiraidris) terpilih sebagai Tweeps yang paling memberikan inspirasi bagi pengguna lainnya.

Fahira, yang kala itu memiliki 8.780 pengikut dan telah posting 28.448 pesan, terpilih dari 16 nominator lain dari Amerika Serikat, Inggris, India, Filipina, dan Malaysia. Sebanyak 71 persen responden memilihnya sebagai sumber inspirasi penting di situs microblogging tersebut. 

Namanya kembali membetot perhatian publik tanah air dengan Gerakan Nasional Anti Miras (GeNAM) yang bertujuan menyelamatkan anak bangsa dari bahaya miras.