Sunday 24 April 2011

PEROMPAK SOMALIA LEPASKAN SANDERA SETELAH TEBUSAN RP 51 M DIBAYAR

Pembajak Somalia melepaskan kapal berbendera Siprus milik warga Yunani yang disandera sejak Januari 2011 setelah pembajak menerima tebusan 6 juta dolar AS atau sekitar Rp 51 miliar.

Para perompak menyatakan, mereka melepaskan kapal kargo MV Eagle berbobot mati 52.163 ton dan 24 kru dari Filipina. Kapal itu dibajak awal tahun ini sekitar 500 mil barat daya Oman, dalam perjalanan menuju India dari Yordania.

"Kami telah menerima 6 juta kami...Kapal baru saja mulai berlayar jauh dari zona kami," seorang bajak laut yang hanya mengaku bernama Kalif, kepada Reuters hari Sabtu (23/4/2011) melalui telepon dari kota pesisir El-Dhanane.

Jumlah tersebut tidak dapat diverifikasi, namun Ecoterra, kelompok advokasi pemonitor pembajakan di Samudra Hindia, menegaskan uang tebusan telah dibayar.

"Setelah menerima tebusan besar, bajak laut Somalia melepas kru dan kapal MV Eagle. Kapal menuju ke perairan yang aman," katanya dalam sebuah pernyataan.

Perang saudara dua dekade di Somalia menyebabkan bajak laut tumbuh subur di lepas pantai negara tanpa hukum itu.

Bajak laut biasanya tidak membunuh kru yang disandera dengan harapan menerima tebusan untuk melepaskan kapal.

Geng bajak laut membukukan puluhan juta dolar uang tebusan. Dan meskipun sukses memadamkan serangan bajak laut di Teluk Aden, angkatan laut internasional masih berjuang keras membendung pembajakan di Samudra Hindia karena melibatkan kawasan yang luas.

Biaya ekonomi pembajakan diperkirakan sebesar $ 7 miliar sampai $ 12 miliar per tahun, perusahaan jasa pengapalan menghadapi biaya asuransi yang meroket yang berakibat pada kenaikan harga komoditas.

Sejumlah pelaut Indonesia pernah menjadi korban bajak laut Somalia. Terakhir MV Sinar Kudus milik PT Samudra Indonesia Tbk yang membawa bijih nikel senilai Rp 1,5 triliun, bersama 20 ABK masih disandera perompak.

AIP KE ACEH DIAJAK ALUMNI UIN, MENGAKU TIDAK TAHU APA-APA

Polisi telah mengamankan M Syarif alias Aip dari Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Aip pernah bekerja sebagai sopir di Aceh dan berada di daerah itu selama 4 tahun.

"S sudah menjelaskan bahwa dia tidak tahu apa-apa. Dia mengenal keduanya (P dan J) yang ditangkap di Aceh," kata pengacara dari TPM Achmad Michdan di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Minggu (24/4/2011). Michdan diminta oleh keluarga S, IF dan F, untuk mendampingi 3 tersangka kasus bom buku dan Serpong itu. 

Michdan mengatakan, Aip dibawa oleh seorang alumnus Universitas UIN Syarif Hidayatullah ke Aceh. Menurutnya, keluarga alumnus itu meninggal akibat tsunami di Aceh. Namun sayangya Michdan tidak menjelaskan dengan detail siapa alumnus UIN yang dimaksud, apakah Pepi Fernando, sarjana Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah, yang pernah indekos di kawasan Ciputat. 

"Dia (Aip) bekerja sebagai sopir di salah satu kontraktor, yang mengajak alumnus UIN itu," kata Michdan.

Michdan mengatakan, istri Aip telah meminta dirinya untuk mendampingi Aip. Permintaan itu disampaikan melalui surat dan telepon. "Kita siap mendampinginya," katanya. 

Michdan menjelaskan, sudah ada tersangka lain yang memintanya menjadi pengacara. Para tersangka itu adalah F, IF dan S. "Mereka baru mengajukan," katanya.

Aip diamankan polisi Kamis (21/4/2011) pukul 05.30 WIB di rumahnya, Jl Pesanggrahan, Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur. Malam harinya, polisi menggeledah rumahnya. Aip lulusan STM.

REKRUTMEN TERORIS TAK MENGENAL LATAR BELAKANG PENDIDIKAN

Pepi Fernando, seorang sarjana lulusan UIN Syarif Hidayatullah. Ia ditengarai menjadi otak bom buku dan bom Serpong. Dalam dunia terorisme, perekrutan tidak mengenal latar belakang pendidikan.

"Saya kira sampai saat ini perekrutan masih jalan terus. Latar belakang tidak menentukan seseorang jadi teroris atau tidak. Lihat saja Azahari, kurang pintar bagaimana dia, dia kan seorang doktor," ujar pengamat intelijen, Wawan Purwanto, dalam perbincangan dengan detikcom, Minggu (24/4/2011).

Brain washing atau cuci otak dari kelompok pemegang ideologi terorisme bisa dilakukan kepada siapa saja. Seseorang yang memiliki semangat jihad menggebu, bisa direkrut oleh teroris. Namun orang yang labil lantaran punya banyak persoalan bisa menjadi celah untuk dimasuki ideologi terorisme.

"Tidak heran dari profesi apa pun bisa dicuci otak. Juga orang dari pendidikan apa pun, saat kosong bisa saja dimasuki," imbuh Wawan.

Wawan yakin, orang-orang yang tergabung dalam kelompok terorisme yang telah ada di negeri ini masih terus menggalang kekuatan dengan melakukan perekrutan. Menurutnya, masih banyak orang yang diduga terkait terorisme yang belum tertangkap.

"Ada puluhan orang di Poso yang belum, di Plumpang (Jakarta Utara) masih 2, Palembang masih 4, Jawa Tengah masih belasan, Jawa Timur masih puluhan dan Aceh masih 19. Yang terkait Syarifuddin Jufri (bom Marriott II dan Ritz-Carlton) juga masih puluhan. Jadi sebenarnya ini masih banyak, belum lagi yang terlibat Bom Bali I. Rekrutmen masih jalan," sambung Wawan.

Pekan kemarin, polisi sudah menangkap 20 orang dari berbagai wilayah terkait bom buku dan bom Serpong. Beberapa dari mereka adalah sarjana.

"Kebanyakan adalah lulusan sarjana. Tapi mereka menjadikan buku sebagai tanda bahwa mereka dari kalangan terpelajar. Usia rata-rata 30 tahun," ujar Kabag Penum Mabes Polri Kombes Boy Rafli Amar dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (22/4/2011).

TERORISME DI INDONESIA BELUM MATI, NGOS-NGOSAN CARI DANA

Uang adalah darah dan oksigen bagi terorisme. Pernyataan mantan Presiden AS George W Bush dan mantan Menlu AS Colin Powell itu mungkin ada benarnya. Bagi kelompok teroris yang ada di Indonesia, uang masih mengalir bagi mereka, kendati jumlahnya terbatas. Karenanya, ditengarai kelompok lama terorisme belum mati.

"Meski kesulitan dana, bukan jaminan mereka nggak berkeliaran. Selama masih ada yang menyumbang, mereka akan terus," ujar pengamat intelijen, Wawan Purwanto, dalam perbincangan dengan detikcom, Minggu (24/4/2011).

Menurut Wawan, orang-orang pemegang ideologi terorisme yang masih berkeliaran sibuk mencari sumbangan sekarela dan donasi. Meski yang didapat tidak sebesar dulu, namun dana yang mereka peroleh ini cukup bisa memberikan kontribusi bagi gerakannya.

"Dulu waktu bom Bali I mungkin dapatnya banyak, sekarang tidak seperti itu. Bagian dari kelompok ini masih menggalang dana dari sumbangan untuk mencari donasi," imbuhnya.

Siapa yang memberikan sumbangan bagi mereka? "Kelompok atau orang-orang yang memiliki pemahaman yang sama," ucap Wawan.

Pekan lalu, polisi menahan 20 orang terkait bom buku dan bom Serpong. Mereka ditengarai membiayai operasinya dengan cara iuran. Hal ini tentunya berbeda dengan aksi terorisme sebelumnya, misalnya saat bom Bali I yang dananya disebut-sebut didapat dari Osama bin Laden.

"Biaya merakit bom itu hasil patungan dari 20 orang yang sudah ditangkap itu," ujar Kabag Penum Mabes Polri, Kombes Boy Rafly Amar, mengenai hasil sementara pemeriksaan terhadap Pepi Fernando.

WASPADALAH! ORANG CERIA JADI TERTUTUP BISA JADI DIBAIAT TERORIS

Umumnya orang-orang yang diduga terlibat gerakan terorisme dikenal tertutup dan 
tidak suka bersosialisasi. Karakteristik ini umum dijumpai pada orang-orang yang 
telah dibaiat teroris. Waspadalah!

"Sebetulnya kalau sudah dibaiat, kecenderungannya menutup diri. Kalau orang sekitar 
bilang orang itu berubah, ya memang berubah. Karena mungkin tadinya orangnya cerah, 
lalu jadi murung. Tadinya ceria lalu jadi tertutup," ujar pengamat intelijen, Wawan 
Purwanto, dalam perbincangan dengan detikcom, Minggu (24/4/2011).