Pepi Fernando, seorang sarjana lulusan UIN Syarif Hidayatullah. Ia ditengarai menjadi otak bom buku dan bom Serpong. Dalam dunia terorisme, perekrutan tidak mengenal latar belakang pendidikan.
"Saya kira sampai saat ini perekrutan masih jalan terus. Latar belakang tidak menentukan seseorang jadi teroris atau tidak. Lihat saja Azahari, kurang pintar bagaimana dia, dia kan seorang doktor," ujar pengamat intelijen, Wawan Purwanto, dalam perbincangan dengan detikcom, Minggu (24/4/2011).
Brain washing atau cuci otak dari kelompok pemegang ideologi terorisme bisa dilakukan kepada siapa saja. Seseorang yang memiliki semangat jihad menggebu, bisa direkrut oleh teroris. Namun orang yang labil lantaran punya banyak persoalan bisa menjadi celah untuk dimasuki ideologi terorisme.
"Tidak heran dari profesi apa pun bisa dicuci otak. Juga orang dari pendidikan apa pun, saat kosong bisa saja dimasuki," imbuh Wawan.
Wawan yakin, orang-orang yang tergabung dalam kelompok terorisme yang telah ada di negeri ini masih terus menggalang kekuatan dengan melakukan perekrutan. Menurutnya, masih banyak orang yang diduga terkait terorisme yang belum tertangkap.
"Ada puluhan orang di Poso yang belum, di Plumpang (Jakarta Utara) masih 2, Palembang masih 4, Jawa Tengah masih belasan, Jawa Timur masih puluhan dan Aceh masih 19. Yang terkait Syarifuddin Jufri (bom Marriott II dan Ritz-Carlton) juga masih puluhan. Jadi sebenarnya ini masih banyak, belum lagi yang terlibat Bom Bali I. Rekrutmen masih jalan," sambung Wawan.
Pekan kemarin, polisi sudah menangkap 20 orang dari berbagai wilayah terkait bom buku dan bom Serpong. Beberapa dari mereka adalah sarjana.
"Kebanyakan adalah lulusan sarjana. Tapi mereka menjadikan buku sebagai tanda bahwa mereka dari kalangan terpelajar. Usia rata-rata 30 tahun," ujar Kabag Penum Mabes Polri Kombes Boy Rafli Amar dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (22/4/2011).
No comments:
Post a Comment