Thursday, 14 February 2013

Bentrok Ormas di Depok, Kenapa Mudah Tersulut?. Pemicu bentrok persoalan sepele, dari soal parkir sampai cabut pendera

Polisi bubarkan massa yang terlibat bentrokan
Perselisihan antar anggota organisasi masyarakat sering terjadi di Depok, Jawa Barat. Persoalan sepele kerap menjadi pemicu keributan. Tidak hanya dengan adu otot. Senjata tajam dan bom molotov makin sering digunakan dalam setiap aksi tawuran di kota penyangga Jakarta itu.

Rabu dini hari, 13 Februari 2013, bentrokan kembali terjadi. Keributan di Jalan Pitara, Kecamatan Pancoran Mas, melibatkan anggota ormas Forum Betawi Rempug (FBR) dan Pemuda Pancasila (PP).

Tawuran itu dipicu pencopotan bendera salah satu ormas di wilayah itu. Bentrokan tidak dapat dihindari, tiga orang luka-luka, sebanyak 23 orang ditangkap dari lokasi kejadian, dan tiga orang ditetapkan sebagai tersangka.

Dari 23 orang yang ditangkap, tidak semua berasal dari Depok. Mereka justru berasal dari Tangerang Selatan, Banten, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur.
Polisi menyita puluhan senjata tajam, bom molotov, dan pistol mainan, delapan sepeda motor, 30 telepon genggam, tiga buah tas hitam, dua dompet dari anggota ormas yang terlibat tawuran.

Menurut Kepala Satuan Reskrim Polres Depok, Komisaris Febriansyah, belum sempat terjadi bentrokan. Patroli polisi yang kebetulan melintas langsung membubarkan massa yang berdekatan dengan pom bensin di kawasan Cipayung. Sebanyak 15 anggota polisi langsung melakukan penangkapan terhadap puluhan orang yang akan melakukan aksi tawuran.

"Kami sigap mengantisipasi ormas yang akan saling serang. Saat patroli keliling," katanya.

Meski begitu, Kepolisian Resor Depok belum bersedia memberikan komentar lebih lanjut terkait kasus ini maupun penetapan ketiga tersangka yang ditangkap karena membawa senjata tajam.

Ketua Pemuda Pancasila Depok, Rudi Samin, membenarkan bahwa keributan terjadi akibat pencopotan bendera. Namun permasalah itu sudah diselesaikan polisi agar tidak meluas.

"Permasalahan sepele, hanya masalah bendera. Kami justru saling menghormati dan bendera siapa saja tidak boleh dilepas," katanya.

Namun, Rudi Samin tidak membantah banyak anggota Pemuda Pancasila dari luar wilayah Depok yang datang untuk membantu. Menurutnya, ada orang yangbermain di air keruh dan menyebarkan pesan melalui sms mengenai kejadian keributan ini. Pesan ini kemudian memancing anggota dari wilayah lain untuk datang.

Karena itu, dia meminta agar polisi menangkap pelaku yang menyebarkan informasi mengenai kejadian serangan yang akan dilakukan kelompok lain kepada anggota Pemuda Pancasila di wilayah Depok.

Tidak bermaksud membela diri, Rudi Samin yang sedang berada di luar kota itu mendapat laporan bahwa keributan berawal saat anggota PP yang sedang melintas di kawasan Pitara, Depok, diserang sejumlah orang yang membawa senjata tajam.

"Ini harus diusut tuntas, siapa saja yang salah diperiksa. Bila salah ditahan," katanya.

Rudi Samin juga tidak membantah bahwa kejadian keributan di Depok juga ada yang dipicu karena perebutan lahan parkir. Menurutnya, ada wilayah-wilayah yang sebenarnya sudah menjadi tanggungjawab PP dan kerap diusik kelompok lain.

Karena itu, polisi diminta bertindak tepat dan cepat. Melakukan musyawarah untuk menghidari bentrokan susulan. Saat ini, sekitar 5.100 anggota PP wilayah Depok berada di bawah kendalinya dan tidak akan melakukan tindakan yang dapat merusak citra organisasi.

"Ada tiga anggota kita masuk rumah sakit dan kondisinya parah. Tapi tidak ada anggota PP yang jadi tersangka," katanya.

Sementara itu, Koordinator Wilayah FBR Depok, H Nawi juga tidak membantah bahwa anggotanya terlibat keributan dengan anggota Pemuda Pancasila. Pemicu keributan juga disebabkan karena aksi pencabutan bendera.

"Tapi kenapa bendera FBR nya dibuang. Menurut informasi yang mencabut itu pakai baju loreng. Bukan PP dan FBR saja, ada anggota ormas Forkabi juga," katanya.

Sebelum terjadi keributan besar, seluruh anggota ormas yang mengalami gesekan sempat datang ke Polsek Pancoran Mas untuk berdialog dan melakukan perdamaian. Saat terjadi kesepakan perdamaian, sejumlah orang justru terlibat bentrokan di tempat lain.

"Ada anggota ormas yang bukan dari Depok membuat ricuh," katanya.

H Nawi juga memastikan bahwa 8.000 anggota FBR Depok tidak akan melakukan penyerangan. Seluruh anggota sudah diminta untuk menenangkan diri dan tidak terpancing dengan isu yang menyesatkan.

"Saya minta agar tidak main hakim. Kami juga mencegah anggota FBR dari wilayah lain untuk masuk ke Depok," katanya.

Kerap terjadi keributan di Depok
Keributan antara anggota Pemuda Pancasila (PP) dan Forum Betawi Rempug (FBR) memang kerap terjadi di wilayah Depok, Jawa Barat. Bahkan beberapa kejadian saling merusak dan membakar posko. Aksi saling serang ini kadang langsung meluas dan melibatkan anggota ormas itu yang berasal dari wilayah lain.

Massa dari dua ormas ini terlibat keributan di kawasan kompleks Grand Depok City (GDC) pada 30 Juli 2011. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini, satu sepeda motor yang terpakir tanpa pemilikhancur jadi sasaran amuk massa.

Anggota ormas PP dan FBR juga terlibat bentrokan yang diduga karena perebutan lahan parkir di Depok Trade Center (DTC), Jalan Raya Sawangan. Satu orang mengalami luka bacok dan satu motor dibakar dalam kejadian ini.

Sepanjang tahun 2012 juga terjadi sejumlah keributan yang melibatkan massa dari dua ormas itu. Aksi saling serang dengan malakukan pembakaran posko terjadi di kawasan Beji dan Sawangan. Keributan selalu terjadi setelah lewat tengah malam. Meski tidak ada korban jiwa, kondisi ini sempat membuat Kota Depok tegang.

Guna meredam keributan, sejumlah ormas di Depok sempat menyepakati perdamaian. Kampanye 'ogah' bentrok dilakukan dan ditandai dengan pemasangan bendera ormas masing-masing di fly over Jalan Arief Rahman Hakim (ARH), secara bersama-sama.

Tapi itu tidak bertahan lama, pada Minggu, 18 November 2012, FBR dan warga dari Maluku terlibat keributan di kawasan Jalan Margonda Raya. Satu kios pulsa dan satu warung rokok rusak akibat terkena lemparan batu.

Tidak hanya di Depok, sejumlah kejadian keribuatan antar ormas juga kerap terjadi di kawasan Tangerang Selatan. Pada Rabu, 27 Juni 2012,  posko FBR Pondok Aren diserang puluhan orang yang datang menggunakan mobil dan motor. Muhidin alias Picuk, Ketua FBR Gardu 287 Pondok Betung, meninggal dunia karena luka bacok.

Sepekan sebelumnya,  aksi penyerangan serupa juga terjadi di gardu FBR 223 di kawasan Kebon Kopi, Bintaro sektor III. Dua orang mengalami luka bacok di bagian kepala paha dan kaki. Dari kedua kejadian itu, mereka mencurigai pelakukanya adalan anggota ormas PP.

Setelah pemakaman Muhidin, ratusan anggota FBR melakukan aksi sweeping. Di kawasan Pamulang, massa FBR merusak posko milik ormas Pemuda Pancasila. Tak cukup merusak posko, ratusan anggota ormas Betawi itu melempari rumah Karnadi, tokoh ormas Pemuda Pancasila yang juga wakil ketua DPRD Kota Tangerang.

Rumah tersebut dilempat dengan bom molotov. Massa yang beringas juga membakar dua mobil jenis Suzuki Escudo warna biru B 1236 KM dan sedan Volvo biru tua B 735 JJ. Belum puas, mereka kemudian membakar motor merek Kaisar B 3201 NUH.

Kepolisian Daerah Metro Jaya memastikan untuk melakukan penegakan hukum terhadap pelaku tindak kekerasan dan aksi anarkis yang menganggu ketertiban umum.

Dari catatan polisi, kedua ormas ini kerap terlibat bentrokan di kawasan Ciputat, Pondok Aren, Pesanggaran, Bintaro, dan Ciledug. Hampir seluruh kawasan itu adalah daerah perbatasan antara Jakarta Selatan dan Tangerang Selatan. Tidak jarang keributan dua ormas ini juga terjadi di kawasan Depok Baru, Sawangan, dan Beji.

Aksi saling serang posko antara dua organisasi massa ini belakangan memang kerap terjadi. Selain menyebabkan kerusakan, kejadian penyerangan juga kerap menimbulkan korban jiwa.

Dari catatan polisi, bentrok antara ormas FBR dan Pemuda Pancasila, tidak jarang karena masalah sepele berupa pencabutan bendera dari salah satu ormas tersebut. Penggunaan bendera, biasanya digunakan sebagai penanda penguasaan wilayah.

"Misalnya seperti pos dirusak, atau bendera organisasi yang dicabut. Sepele, tapi itu menyangkut simbol teritorialnya," kata Kepala Humas Polda Metro Jaya, Rikwanto.

Batas teritorial itu dibuat oleh masing-masing ormas dalam peraturan tidak tertulis. Sehingga, jika ada anggota ormas lain yang melewatinya, maka membuat salah satu pihak merasa dilangkahi. Motif seperti ini, sering terjadi dalam bentrokan antara ormas Front Betawi Rempug (FBR) dan Pemuda Pancasila (PP).

No comments:

Post a Comment