Padahal Diduga Terlibat Dalam Skandal Suap Anggodo
Ingin tunjukan keseriusan mereformasi diri, Polri beberkan data jumlah personilnya yang dipecat tidak hormat. Kalangan aktivis tetap menilai polisi belum serius berbenah. Wong yang dipecat cuma bintara doang, perwiranya mana? Kok, Susno Duadji dan penyidik polisi yang diduga terlibat skandal suap Anggodo tidak diperiksa dan dipecat?
Kepolisian giat berbenah diri setelah korps Bhayangkara itu disorot publik. Alih-alih ingin membersihkan diri, kemarin Mabes Polri merilis data pelanggaran yang dilakukan anggota kepolisian periode 2009.
Dari data itu disebutkan, adanya peningkatan jumlah anggota yang dipecat tidak hormat. Pada 2008 polisi yang dipecat tidak hormat berjumlah 252 orang, pada 2009 menjadi 279 orang.
“Dari angka ini menunjukkan kita lebih tegas menindak anggota yang menyalahgunakan jabatannya,” ujar Wakadiv Humas Mabes Polri, Brigjen Sulistyo Ishak di Mabes Polri, kemarin.
Lebih lanjut, Sulis membeberkan, pelanggaran disiplin anggota Polri relatif menurun dari 7035 kasus pada 2008, menjadi 5464 kasus pada 2009.
Jumlah anggota Polri yang terlibat kasus pidana juga menurun, dari 1164 kasus pada 2008, menjadi 1082 pada 2009.
Sayangnya, kinerja penyelesaian kasus baik pelanggaran disiplin maupun pidana polisi juga ikut menurun. Pada 2008 ada 4517 kasus disiplin yang diselesaikan, pada 2009 hanya 1585 kasus yang selesai.
Di tempat yang sama, Kadivhumas Mabes Polri, Irjen Nanan Soekarna menanggapi pernyataan Wakil Ketua Komnas HAM, Ridha Saleh yang menempatkan kepolisian sebagai institusi yang paling banyak melanggar HAM.
Nanan mengatakan, dugaan pelanggaran HAM oleh polisi tidak sengaja dilakukan. Dia bilang, setiap perilaku personil kepolisian senantiasa berdasarkan undang-undang.
Dia menduga pelanggaran tersebut terjadi, lantaran saat ini polisi menempati garda terdepan dalam penegakan hukum. “Jadi, gesekan yang berujung pada pelanggaran sangat terbuka.”
Kendati begitu Nanan menegaskan, Polri tetap berkomitmen meningkatkan kualitas personilnya dan siap menindak tegas anggotanya yang melanggar.
Bagaimana masyarakat menilai data kepolisan tersebut. Ketua Lembaga Pengkajian Demokrasi dan Negara Kesejahteraan (Pedoman), Fadjroel Rachman menilai data itu adalah bukti buruknya kinerja polisi.
Kendati begitu, Fadjroel tetap mengapresiasi upaya perbaikan yang digagas Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri.
“Yang jadi pertanyaan, apakah data itu sudah termasuk penyidik “nakal” yang terlibat skandal suap Anggodo dan kasus rekayasa pengkerdilan KPK belum? Kalau belum, berarti perbaikan yang dilakukan masih belum signifikan. Susnonya kapan,” ujar Fadjroel saat dihubungi via ponselnya, tadi malam.
Menurut Fadjroel, jika Polri ingin berbenah diri jangan separuh-separuh. Jangan cuma menindak pelanggaran yang dilakukan prajurit bawahan doang, tapi juga harus menjangkau pelanggaran yang dilakukan perwira.
Salah satunya, kata Fadjroel, dengan memeriksa Komjen Susno Duadji terkait dugaan keterlibatan dalam skandal suap Anggodo Widjojo dan Bank Century.
“Pintu masuk” untuk memeriksa Susno, menurut Fadjroel, bisa melalui rekaman pembicaraan Anggodo dan pengacaranya Bonaran Situmeang.
“Dalam rekaman itu Bonaran bilang, ada uang Rp 7 miliar yang sudah dia bagi kepada penyidik kepolisan dan kejaksaan,” katanya.
Sementara itu, Presidium Indonesian Police Watch (IPW), Neta S Pane membeberkan, polisi yang dipecat tidak hormat nyaris 90 persennya adalah bintara yang terlibat narkoba, penganiayaan, kriminal, asusila dan desersi.
“Kenapa tidak ada perwira tingginya, apakah mereka itu bersih? Pemecatan itu mengindikasikan adanya diskriminasi hukum terhadap anggota. Perwira tinggi masih tampak superior,” celonteh Neta.
Sementara itu, bekas Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Irjen (Purn) Farouk Muhammad menilai, data yang dilansir Polri adalah bukti keseriusan polisi untuk mereformasi diri.
Namun, Farouk menyayangkan adanya kenaikan terhadap jumla anggota yang dipecat tidak hormat. Menurut dia, melonjaknya angka pemecatan mencirikan Polri belum maksimal memperbaiki perilaku anggotanya. “Saya berharap, kepolisan dapat mengurangi pemecatan anggotanya.”
MA Nggak Melarang Mendiknas Gelar UN
Kontroversi Putusan Kasasi UN
Tim Advokasi Korban Ujian Nasional berunjuk rasa di depan Gedung Mahkamah Agung (MA). Mereka menuntut MA secepatnya menerbitkan salinan resmi vonis yang menolak kasasi pemerintah terkait ujian nasional (UN)
Soalnya, terhitung sudah nyaris tiga bulan setelah putusan kasasi tersebut, MA belum juga menerbitkan salinan putusannya.
“Kami menuntut ini, agar Mendiknas dan rakyat mengetahui isi putusan itu sejelas-jelasnya,” ujar salah seorang tim advokasi UN, Ahmad Isnullah yang ikut demonstrasi.
Selain itu, Isnul juga meminta Mendiknas, M Nuh tidak menggelar UN lagi tahun depan. Soalnya, MA sudah memutuskan penghentian UN.
Di parlemen, anggota Fraksi PDIP, Dedi Gumilar alias Miing Bagito juga menolak UN dijadikan sebagai satu-satunya syarat kelulusan bagi siswa. Harusnya, kata bekas pelawak ini, UN dijadikan sebagai pemetaan mutu pendidikan.
“Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menentukan kelulusan itu di antaranya kepala sekolah dan pendidik,” terangnya.
Selain itu, Miing menilai standarisasi pendidikan nasional lewat UN juga dirasakan tidak adil bagi rakyat. Pasalnya sarana dan prasarana pendidikan di tiap-tiap daerah berbeda-beda.
Pemerintah, kata Miing, seharusnya memprioritaskan peningkatan kualitas guru, kelengkapan sarana dan prasarana sekolah terlebih dulu, sebelum mengeluarkan kebijakan UN.
Namun, jika pemerintah tetap ngotot ingin menjalankan UN dikhawatirkan guru dan kepala daerah akan banyak yang membangkang.
“Mereka akan mencari cara agar anak didik di daerahnya lulus dengan hasil yang memuaskan. Kepala sekolah berani membocorkan soal. Alhasil, siswa jadi berani berbohong dan moralitasnya rendah,” katanya.
Sementara itu, saat rapat kerja dengan Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) baru-baru ini, Mendiknas, M Nuh menegaskan tetap akan melaksanaan UN pada 2010.
“Karena tidak ada satu kata pun dalam Keputusan pengadilan negeri, pengadilan tinggi, maupun MA yang melarang pelaksanaan UN,” ujar M Nuh.
Sebelumnya jubir MA, Nurhadi juga menegaskan MA menolak kasasi pemerintah terkait UN, namun tidak melarang pelaksanaannya UN. “Pemerintah tentu punya solusi belajar dari UN lalu. Yang jelas peradilan tidak melarang UN,” tegasnya.
Mahasiswa & Rakyat Turun Ke Jalan Lagi
Jika SBY-Boediono Gagal Realisasikan Program 100 Hari
Awal Februari 2010 Istana Negara bakal kembali menjadi target demonstrasi lagi. Aktivis mahasiswa dan penggiat demokrasi sudah mulai melancarkan gerakan bawah tanah untuk menyusun rencana aksi tersebut.
Kemarin, aktivis mahasiswa dan penggiat demokrasi menggelar pertemuan di kawasan Jakarta Selatan. Mereka bertekad akan turun ke jalan lagi, jika duet SBY-Boediono gagal merealisasikan program 100 harinya.
Ketua Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Lalu Hilman Afriandi menyatakan, organisinya akan “menyerang” Istana Negara lagi, jika SBY gagal merealisasikan program 100 harinya.
“Kita akan turun ke jalan dengan mengundang beberapa elemen masyarakat lainnya seperti, mahasiswa dan LSM yang tersebar diberbagai daerah,” ujar Hilman, kepada Rakyat Merdeka.
Dalam aksinya kelak, dia menuntut progress janji SBY yang berniat memerangi korupsi. “Jika SBY tidak mampu kita ingin Indonesia baru.”
Hingga saat ini, menurut Hilman, pemerintahan SBY-Boediono belum melakukan perubahan berarti. Sebaliknya, dia menilai, sikap SBY makin lamban dalam pemberantasan korupsi.
“Buktinya, hingga kini SBY tidak berani memerintahkan Sri Mulyani dan Boediono membuktikan dirinya tidak bersalah terkait Skandal Century. Kalau dia (SBY) pejuang antikorupsi, perintahkan Sri Mulyani dan Boediono untuk penuhi panggilan Pansus dong,” pungkasnya.
Ketua Umum Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI), Marlo Sitompul jika gagal merealisasikan program 100 harinya, SBY dituntut untuk mereshuffle kabinetnya.
“Kalau tidak, maka kami ingin Indonesia baru. Aksi kami akan lebih besar dari gerakan 9 Desember kemarin,” tegas Marlo.
Politisi Partai Demokrat, Ruhut Sitompul yang dimintai tanggapannya tentang manuver para mahasiswa, menangapi dingin. Dia bilang, silakan saja mahasiswa dan masyarakat menyalurkan aspirasnya.
“Karena ini negara demokrasi, asalkan aksi itu dilakukan dengan damai dan tidak merusak,” katanya.
Kalau SBY Serius, 99 Hari Century Kelar
9 Kan Angka Keberuntungan
Tuntutan Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA kepada Presiden Yudhoyono untuk menuntaskan skandal Bank Century sebelum 100 hari pemerintahannya ditanggapi pesimistis kalangan penggiat antikorupsi.
Aktivis Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi (Kompak), Ray Rangkuti menilai tuntutan itu tak mungkin sanggup dipenuhi Presiden Yudhoyono jika pengertian tuntas secara global hingga ke pengadilan.
“Kalau pengertian tuntasnya hingga ke yuridiksi itu nggak mungkin. Karena untuk penggarapan di pansus saja paling tidak makan waktu 2 bulan, kalau sampai ke pengadilan mungkin sampai 4-5 bulan,” ujar Ray saat dihubungi via ponselnya tadi malam.
Menurut Ray, sisa waktu dari 100 hari yang ada saat ini, hanya bisa dimanfaatkan untuk memperkuat dan menyimpulkan data tambahan yang diperoleh dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Jadi pengertian tuntasnya adalah untuk mengusut dan menyimpulkan adanya kesalahan dalam pengucuran dana bail out Century. Hal ini tidak sulit, SBY tinggal mendalami temuan BPK dan menyimpulkan apakah kesalahan itu masuk korupsi atau kejahatan perbankan,” katanya.
Apalagi saat ini, lanjut Ray, sudah ada temuan transkip rekaman pembicaraan antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dan bekas bos Bank Century Robert Tantular, yang bisa dimanfaatkan untuk menguak dugaan kongkalikong dalam pengucuran dana Bank Century.
Pengamat politik Indobarometer optimistis jika Presiden Yudhoyono punya good will untuk menuntaskan Century, tak perlu tunggu waktu 100 hari masa pemerintahannya.
“Karena lebih cepat lebih baik, kalau bisa 99 hari tuntas, kenapa 99 hari? Karena SBY percaya dengan angka sembilan membawa keberuntungan,” katanya sembari tertawa.
Politisi Partai Demokrat, Ruhut Situmpul punya pendapat sendiri soal ini. Dia bilang, pemerintah tak bisa dipaksa untuk membongkar skandal Bank Century. Soalnya, saat ini parlemen sudah membentuk panitia khusus (pansus) hasil dari angket Bank Century.
“Kita hargai dulu kerja pansus ini selama 60 hari ke depan,” tandas Ruhut.
No comments:
Post a Comment