Saturday, 12 December 2009

BAMBANG HENDARSO DANURI PECAT 279 POLISI NAKAL, SUSNO DUAJI KAPAN?

Padahal Diduga Terlibat Dalam Skandal Suap Anggodo

Ingin tunjukan keseriusan mereformasi diri, Polri beberkan data jumlah personilnya yang dipecat tidak hormat. Kalangan aktivis tetap menilai polisi belum serius berbenah. Wong yang dipecat cuma bintara doang, perwiranya mana? Kok, Susno Duadji dan penyidik polisi yang diduga terlibat skandal suap Anggodo tidak diperiksa dan dipecat?

Kepolisian giat berbenah diri setelah korps Bhayangkara itu di­sorot publik. Alih-alih ingin mem­­bersihkan diri, kemarin Ma­bes Polri merilis data pelanggaran yang dilakukan anggota kepoli­sian periode 2009.

Dari data itu disebutkan, ada­nya peningkatan jumlah anggota yang dipecat tidak hormat. Pada 2008 polisi yang dipecat tidak hormat berjumlah 252 orang, pada 2009 menjadi 279 orang.

“Dari angka ini menunjukkan kita lebih tegas menindak anggo­ta yang menyalahgunakan jaba­tan­nya,” ujar Wakadiv Humas Ma­bes Polri, Brigjen Sulistyo Ishak di Mabes Polri, kemarin.

Lebih lanjut, Sulis membeber­kan, pelanggaran disiplin anggota Polri relatif menurun dari 7035 ka­sus pada 2008, menjadi 5464 kasus pada 2009.

Jumlah anggota Polri yang ter­libat kasus pidana juga menu­run, dari 1164 kasus pada 2008, men­jadi 1082 pada 2009.

Sayangnya, kinerja penyele­sai­an kasus baik pelanggaran disi­plin maupun pidana polisi juga ikut menurun. Pada 2008 ada 4517 kasus disiplin yang disele­sai­kan, pada 2009 hanya 1585 kasus yang selesai.

Di tempat yang sama, Kadiv­humas Mabes Polri, Irjen Nanan Soekarna menanggapi pernya­taan Wakil Ketua Komnas HAM, Ridha Saleh yang menempatkan kepolisian sebagai institusi yang paling banyak melanggar HAM.

Nanan mengatakan, dugaan pe­langgaran HAM oleh po­lisi ti­dak sengaja dilaku­kan. Dia bi­lang, setiap perilaku personil ke­po­lisian senantiasa berda­sar­kan undang-undang.

Dia menduga pe­lang­garan ter­sebut terjadi, lantaran saat ini polisi me­nempati gar­da ter­de­pan dalam pe­­ne­gakan hu­kum. “Jadi, gese­kan yang beru­jung pada pe­lang­garan sangat terbuka.”

Kendati begitu Nanan mene­gas­kan, Polri tetap berkomitmen meningkatkan kualitas personil­nya dan siap menindak tegas ang­gotanya yang melanggar.

Bagaimana masyarakat meni­lai data kepolisan tersebut. Ketua Lembaga Pengkajian Demokrasi dan Negara Kesejahteraan (Pedo­man), Fadjroel Rachman menilai data itu adalah bukti buruknya kinerja polisi.

Kendati be­gitu, Fa­djroel tetap me­ng­a­presiasi upaya perbaikan yang digagas Kapolri Jenderal Bam­bang Hendarso Danuri.

“Yang jadi pertanyaan, apakah data itu sudah termasuk penyidik “nakal” yang terlibat skandal suap Anggodo dan kasus reka­yasa pengkerdilan KPK belum? Kalau belum, berarti perbaikan yang dilakukan masih belum sig­nifikan. Susnonya kapan,” ujar Fadjroel saat dihu­bungi via pon­selnya, tadi malam.

Menurut Fadjroel, jika Polri ingin berbenah diri jangan se­pa­ruh-separuh. Jangan cuma me­­nindak pelanggaran yang dilaku­kan prajurit bawahan doang, tapi juga harus menjangkau pelang­garan yang dilakukan perwira.

Salah satunya, kata Fa­djroel, dengan meme­rik­sa Komjen Sus­no Duadji ter­kait dugaan keterli­ba­tan dalam skandal suap Ang­­godo Widjojo dan Bank Century.

“Pintu ma­suk” un­tuk me­merik­sa Sus­no, menurut Fadjroel, bisa melalui rekaman pem­bi­ca­raan Anggodo dan peng­acaranya Bo­na­ran Situmeang.

“Dalam rekaman itu Bonaran bilang, ada uang Rp 7 miliar yang sudah dia bagi kepada pe­nyidik kepolisan dan kejaksaan,” katanya.

Sementara itu, Presidium Indo­nesian Police Watch (IPW), Neta S Pane membeberkan, polisi yang dipecat tidak hormat nyaris 90 persennya adalah bintara yang terlibat narkoba, penganiayaan, kriminal, asusila dan desersi.

“Kenapa tidak ada perwira ting­ginya, apakah mereka itu bersih? Pemecatan itu mengin­dikasikan adanya diskriminasi hukum terha­dap anggota. Perwira tinggi masih tampak superior,” celonteh Neta.

Sementara itu, bekas Guber­nur Perguruan Tinggi Ilmu Ke­polisi­an (PTIK), Irjen (Purn) Fa­rouk Muhammad menilai, data yang dilansir Polri adalah bukti kese­riusan polisi untuk mere­formasi diri.

Namun, Farouk menyayang­kan adanya kenaikan terhadap jumla anggota yang dipecat tidak hormat. Menurut dia, melonjak­nya angka pemecatan mencirikan Polri belum maksimal memper­baiki perilaku anggotanya. “Saya berharap, kepolisan dapat me­ngurangi pemecatan anggo­ta­nya.”

MA Nggak Melarang Mendiknas Gelar UN
Kontroversi Putusan Kasasi UN

Tim Advokasi Korban Ujian Nasional berun­juk rasa di depan Gedung Mah­kamah Agung (MA). Mereka menuntut MA secepatnya me­nerbitkan salinan resmi vonis yang menolak kasasi pemerin­tah terkait ujian nasional (UN)

Soalnya, terhitung sudah nya­ris tiga bulan setelah putusan ka­sasi tersebut, MA belum juga me­ner­bitkan salinan putu­san­nya.

“Kami menuntut ini, agar Men­diknas dan rakyat menge­tahui isi putusan itu sejelas-je­las­nya,” ujar salah seorang tim advokasi UN, Ahmad Isnullah yang ikut de­monstrasi.

Selain itu, Isnul juga meminta Mendiknas, M Nuh tidak meng­gelar UN lagi tahun depan. Soal­nya, MA sudah memu­tus­kan peng­hentian UN.

Di parlemen, anggota Fraksi PDIP, Dedi Gumilar alias Miing Bagito juga menolak UN dijadi­kan sebagai satu-satunya syarat kelulusan bagi siswa. Harusnya, kata bekas pelawak ini, UN di­jadikan sebagai pemetaan mutu pendidikan.

“Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menentukan kelulusan itu di anta­ranya kepala sekolah dan pendi­dik,” terangnya.

Selain itu, Miing menilai stan­darisasi pendidikan nasio­nal le­wat UN juga dirasakan tidak adil bagi rakyat. Pasalnya sarana dan prasarana pendidi­kan di tiap-tiap daerah berbe­da-beda.

Pemerintah, kata Miing, se­harusnya memprioritaskan pe­ningkatan kualitas guru, keleng­kapan sarana dan prasarana se­kolah terlebih dulu, sebelum me­ngeluarkan kebijakan UN.

Namun, jika pemerintah tetap ngotot ingin menjalankan UN dikhawatirkan guru dan kepala daerah akan banyak yang mem­bangkang.

“Mereka akan mencari cara agar anak didik di daerahnya lulus dengan hasil yang me­muas­­kan. Kepala sekolah bera­ni mem­bocorkan soal. Alhasil, siswa jadi berani berbohong dan moralitas­nya rendah,” katanya.

Sementara itu, saat rapat kerja dengan Komite III Dewan Per­wakilan Daerah (DPD) baru-baru ini, Mendiknas, M Nuh me­negaskan tetap akan melak­sanaan UN pada 2010.

“Karena tidak ada satu kata pun dalam Keputusan pengadi­lan ne­geri, pengadilan tinggi, mau­pun MA yang melarang pe­lak­sanaan UN,” ujar M Nuh.

Sebelumnya jubir MA, Nur­ha­di juga menegaskan MA me­nolak kasasi pemerintah terkait UN, na­mun tidak melarang pe­laksa­naan­nya UN. “Pemerintah tentu punya so­lusi belajar dari UN lalu. Yang jelas peradilan tidak melarang UN,” tegasnya.

Mahasiswa & Rakyat Turun Ke Jalan Lagi
Jika SBY-Boediono Gagal Realisasikan Program 100 Hari

Awal Februari 2010 Istana Negara bakal kem­bali menjadi target demonstrasi lagi. Aktivis mahasiswa dan penggiat demokrasi sudah mulai melancar­kan gerakan bawah tanah untuk menyusun rencana aksi tersebut.

Kemarin, aktivis mahasiswa dan penggiat demokrasi mengge­lar pertemuan di kawasan Jakarta Selatan. Mereka bertekad akan tu­run ke jalan lagi, jika duet SBY-Boediono gagal merealisasikan program 100 harinya.

Ketua Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk De­mo­krasi (LMND), Lalu Hilman Afriandi menyatakan, organi­si­nya akan “menyerang” Istana Ne­gara lagi, jika SBY gagal merea­lisasikan program 100 harinya.

“Kita akan turun ke jalan deng­an mengundang beberapa elemen masyarakat lainnya seperti, ma­hasiswa dan LSM yang tersebar diberbagai daerah,” ujar Hilman, kepada Rakyat Merdeka.

Dalam aksinya kelak, dia me­nuntut progress janji SBY yang berniat memerangi korupsi. “Jika SBY tidak mampu kita ingin Indonesia baru.”

Hingga saat ini, menurut Hil­man, pemerintahan SBY-Boe­dio­no belum melakukan perubahan berarti. Sebaliknya, dia menilai, sikap SBY makin lamban dalam pemberantasan korupsi.

“Buktinya, hingga kini SBY tidak berani memerintahkan Sri Mulyani dan Boediono membuk­tikan dirinya tidak bersalah ter­kait Skandal Century. Kalau dia (SBY) pejuang antikorupsi, pe­rin­tahkan Sri Mulyani dan Boe­diono untuk penuhi panggilan Pan­sus dong,” pungkasnya.

Ketua Umum Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI), Marlo Sitompul jika gagal merealisa­sikan program 100 harinya, SBY dituntut untuk mereshuffle ka­binetnya.

“Kalau tidak, maka kami ingin Indonesia baru. Aksi kami akan le­bih besar dari gerakan 9 De­sem­ber kemarin,” tegas Marlo.

Politisi Partai Demokrat, Ruhut Sitompul yang dimintai tangga­pannya tentang manuver para ma­hasiswa, menangapi dingin. Dia bilang, silakan saja mahasis­wa dan masyarakat menyalurkan aspirasnya.

“Karena ini negara demokrasi, asalkan aksi itu dilakukan dengan damai dan tidak merusak,” kata­nya.

Kalau SBY Serius, 99 Hari Century Kelar
9 Kan Angka Keberuntungan

Tuntutan Direk­tur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA ke­pada Presiden Yudhoyono un­tuk menuntaskan skandal Bank Century sebelum 100 hari pe­me­rintahannya ditanggapi pe­simistis kalangan penggiat anti­korupsi.

Aktivis Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi (Kompak), Ray Rangkuti menilai tuntutan itu tak mungkin sanggup dipe­nuhi Presiden Yudhoyono jika pengertian tuntas secara global hingga ke pengadilan.

“Kalau pengertian tuntasnya hingga ke yuridiksi itu nggak mungkin. Karena untuk peng­garapan di pansus saja paling ti­dak makan waktu 2 bulan, kalau sampai ke pengadilan mungkin sampai 4-5 bulan,” ujar Ray saat dihubungi via ponselnya tadi malam.

Menurut Ray, sisa waktu dari 100 hari yang ada saat ini, hanya bisa dimanfaatkan untuk memperkuat dan menyimpul­kan data tambahan yang dipero­leh dari Badan Pemeriksa Ke­uangan (BPK).

“Jadi pengertian tuntasnya adalah untuk mengusut dan me­nyimpulkan adanya kesalahan dalam pengucuran dana bail out Century. Hal ini tidak sulit, SBY tinggal mendalami temuan BPK dan menyimpulkan apakah ke­sa­lahan itu masuk korupsi atau kejahatan perbankan,” katanya.

Apalagi saat ini, lanjut Ray, sudah ada temuan transkip re­kaman pembicaraan antara Men­teri Keuangan Sri Mulyani dan bekas bos Bank Century Ro­bert Tantular, yang bisa diman­faatkan untuk menguak dugaan kongkalikong dalam pengucuran dana Bank Century.

Pengamat politik Indoba­ro­meter optimistis jika Presiden Yudhoyono punya good will un­tuk menuntaskan Century, tak perlu tunggu waktu 100 hari masa pemerintahannya.

“Karena lebih cepat lebih baik, kalau bisa 99 hari tuntas, ke­napa 99 hari? Karena SBY percaya dengan angka sembilan membawa keberuntungan,” katanya sembari tertawa.

Politisi Partai Demokrat, Ru­hut Situmpul punya penda­pat sendiri soal ini. Dia bilang, pe­me­rintah tak bisa dipaksa untuk membongkar skandal Bank Century. Soalnya, saat ini parle­men sudah membentuk panitia khusus (pansus) hasil dari ang­ket Bank Century.

“Kita hargai dulu kerja pan­sus ini selama 60 hari ke de­pan,” tandas Ruhut.

No comments:

Post a Comment