Saturday 28 November 2009

KASUS PENCURIAN SEBUTIR BUAH SEMANGKA : KEJAKSAAN NEGERI KEDIRI SARANKAN KUHP DIREVISI

Kediri - Kasus pencurian satu buah semangka dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara, tidak hanya mendapatkan kecaman dari masyarakat. Kejaksaan Negeri Kediri turut bersuara dengan menganggap kesalahan terdapat pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan meminta dilakukannya revisi.

Hal ini disampaikan Kepala Sub Bagian Pembinaan Kejaksaan Negeri Kediri, Agus Eko Purnomo.

Menurutnya, meski tindak pidana yang dilakukan Basar dan Kholil secara materil dan formil telah memenuhi unsur pencurian dengan melangagar Pasal 362 KUHP. Meski begitu, ujar Agus penyelesaiannya semestinya dapat dilakukan di tingkat kepolisian.

Namun, bobot perkara yang dianggap sangat rendah dan didukung dengan barang bukti yang sangat sepele, semestinya penyelesaian dapat dilakukan atas dasar kemanusiaan.

"Lha kalau ditanya kenapa kasus ini lanjut sampai pengadilan, karena kami tidak mungkin menolak limpahan berkas dari kepolisian. Apalagi tindak pidananya memang sudah memenuhi unsur pelanggaran Pasal 362 KUHP," jelas Agus, saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya, Sabtu (28/11/2009).

Untuk tindak pidana yang dilakukan Basar dan Kholil, dijelaskan oleh Agus, dianggap sangat sepele karena nilai barang curian yang terlalu kecil. Pasal terkait pencurian dalam KUHP, dijelaskannya pula hanya mengatur 2 kategori, yaitu pencurian ringan dan biasa.

"Kalau untuk Basar dan Kholil dikategorikan tindak pidana pencurian biasa memang benar, karena kerugian korban di atas Rp 250. Tapi jujur saya katakan, nilai kerugian seperti itu kan semestinya dapat dibicarakan secara kekeluargaan," jelas Agus.

Terus bermunculannya kasus semacam itu, diakui oleh Agus, tak lepas dengan kondisi sejumlah pasal dalam KUHP yang dianggapnya sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. Pihaknya mengusullkan dilakukannya revisi terhadap sejumlah kasus tersebut, agar kasus yang dialami Basar dan Kholil tidak kembali terulang.

"Catatan yang saya miliki, terakhir kali KUHP kita direvisi pada 1960. Wajar kalau banyak orang menentang kasus Basar dan Kholil dilanjutkan, karena memang nilai ekonomis kerugian akibat pencurian yang dilakukannya sangat tidak sesuai dengan kondisi saat ini," papar Agus.

Hal senada diungkapkan Ketua Perhimpunan Advokad Indonesia (Peradi) cabang Eks Karesidenan Kediri, Nurbaedah. Menurutnya, sejumlah pasal dalam KUHP memang sudah selayaknya direvisi, dan yang berhak melakukan hal tersebut adalah DPR dan Presiden.

"Saya khawatir kalau KUHP kita tidak segera direvisi, akan kembali muncul Basar dan Kholil, Nenek Minah dan kasus lain yang serupa," tegas Nurbaedah.

Dalam keterangannya Nurbaedah juga mengatakan, kekhawatiran munculnya kasus serupa dengan Basar dan Kholil memang sangat terbuka, mengingat hukum Indonesia masih menganut paham legalitas. Aparat penegak hukum akan menjerat pelaku pidana dengan pasal yang masih dianggap sah, tanpa memandang aspek kemanusiaan yang ada.

Diberitakan sebelumnya, Basar dan Kholil, 2 warga Kelurahan Bujel, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, didakwa melakukan tindak pidana pencurian sebuah semangka milik tetangganya.

Ironisnya, meski saat tertangkap semangka curian belum sempat dimakan, proses hukum tetap dilanjutkan dan keduanya dijerat Pasal 362 KUHP dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.

5 comments:

  1. Asslm.Wr.Wb.
    Hukum KUHP masih banyak warisan Kolonial.
    Masih banyak hukuman yang mendidikk ada hukuman denda, tahanan rumah, tahanan kota.
    Salah satu kemashlahatan As Syatibi, adalah meringankan hukuman.

    Klo disuatu daerah terjadi pencurian karena kelaparan yang diselidik Pemimpin dan Muspidanya. Mengapa terjadi kelaparan diwilayahnya.

    Wallahu Alam B.
    Wass.Wr.Wb.

    ReplyDelete
  2. Saya sepakat dengan pendapat sampeyan, bahwa KUHP masih warisan kolonial. Untuk itu revisi KUHP mutlak dilakukan.

    ReplyDelete
  3. Revisi KUHP perlu. Tapi rasa kemauniaan juga wajib ada disetiap hati insan manusia dinegeri ini. Kalau tidak maka kasus2 serupa akan selalu muncul. Polisi juga hendaknya bersikap bijak terhadap segala kasus yang dilaporkan oleh warga. Apabila sekiranya kasus itu bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan mengapa polisi tidak menyarankan hal itu. Polisi jangan cuma liat DUIT yang ditawarkan oleh pelapor.

    ReplyDelete
  4. Kebayakan Hukum di Indonesia melihat siapa yang melapor dan kira2kira yang melapor mendatangkan manfaat besar bagi pihak yang menerima laporan, walaupun sesuatu yang dilapor tidak sesuai jumlah dan nilainya untuk diperkaran, karena pihak kepolisian kalau sudah melihat duit dari si pelapor maka hilang akal sehat dan rasa perikemanusiaan dalam diri mereka.

    ReplyDelete
  5. emang KUHP warisan penjajah dihadirkan untuk mmelindungi yang kuat dan besar , sangat tidak berpihhak ke rakyat kecil dan KUHP tidak sejalan dengan UUD 1945

    ReplyDelete