Sosok Kris Biantoro tak hanya terkenal dengan gaya khas membawakan acara, tapi juga jiwa nasionalisme yang mengakar dalam hidupnya. Sembari mengepalkan tangan ke udara, ia selalu menyapa orang di sekelilingnya dengan kata, "Merdeka!"
Di balik semangatnya yang menyala, mungkin hanya sedikit yang tahu bahwa sosok pria bernama asli Rahmat Riyadi ini hidup dengan ginjal 'soak' selama 38 tahun. Ia harus menjalani dialisis atau cuci darah tiga kali seminggu.
Penyakit itu tak meruntuhkan semangat hidupnya. Pria asal Magelang itu justru ingin menularkan semangat bagi mereka yang menderita penyakit serupa melalui buku karyanya, 'Belum Selesai: Kisah 38 Tahun Perjuangan Pendekar Soak'.
"Kita ini diajarkan oleh orang bijak bahwa hidup kita itu harus jadi, lantaran berkah bagi orang lain," ujar Kris penuh semangat, saat ditemui wartawan usai peluncuran buku di Gedung Indonesia Design
Center, Jakarta, awal pekan ini.
Baginya, setiap langkah hidup harus memiliki arti bagi hidup orang lain. Itu yang mendorongnya meluncurkan buku yang memuat pengalamannya menjalani berbagai macam pengobatan selama 38 tahun. Mulai pengalaman medis hingga non-medis. Mulai pengalaman mengikuti saran yang benar hingga tertipu mengikuti saran-saran sesat.
Kris mengatakan, masalah ginjal yang dideritanya bermula dari kegemarannya mengonsumsi masakan Padang yang kaya akan santan dan jeroan. Serangan pertama muncul pada 1972, saat istrinya yang kelahiran Vietnam sedang pulang kampung.
Kris didiagnosis menderita batu ginjal. Namun, sakit ini tak membuatnya meninggalkan gaya hidup tak sehat. Apalagi saat itu, kariernya sebagai penyanyi dan bintang film sedang melejit. Aktivitasnya di dunia hiburan meningkat. Ia pun lupa menderita penyakit serius.
Demi meredakan sakit, ia pernah mendapatkan suntikan morfin, lavement treatmen (proses memasukkan cairan untuk membersihkan usus melalui anus dengan perantara selang), hingga pemecahan batu ginjal.
Di balik semangatnya yang menyala, mungkin hanya sedikit yang tahu bahwa sosok pria bernama asli Rahmat Riyadi ini hidup dengan ginjal 'soak' selama 38 tahun. Ia harus menjalani dialisis atau cuci darah tiga kali seminggu.
Penyakit itu tak meruntuhkan semangat hidupnya. Pria asal Magelang itu justru ingin menularkan semangat bagi mereka yang menderita penyakit serupa melalui buku karyanya, 'Belum Selesai: Kisah 38 Tahun Perjuangan Pendekar Soak'.
"Kita ini diajarkan oleh orang bijak bahwa hidup kita itu harus jadi, lantaran berkah bagi orang lain," ujar Kris penuh semangat, saat ditemui wartawan usai peluncuran buku di Gedung Indonesia Design
Center, Jakarta, awal pekan ini.
Baginya, setiap langkah hidup harus memiliki arti bagi hidup orang lain. Itu yang mendorongnya meluncurkan buku yang memuat pengalamannya menjalani berbagai macam pengobatan selama 38 tahun. Mulai pengalaman medis hingga non-medis. Mulai pengalaman mengikuti saran yang benar hingga tertipu mengikuti saran-saran sesat.
Kris mengatakan, masalah ginjal yang dideritanya bermula dari kegemarannya mengonsumsi masakan Padang yang kaya akan santan dan jeroan. Serangan pertama muncul pada 1972, saat istrinya yang kelahiran Vietnam sedang pulang kampung.
Kris didiagnosis menderita batu ginjal. Namun, sakit ini tak membuatnya meninggalkan gaya hidup tak sehat. Apalagi saat itu, kariernya sebagai penyanyi dan bintang film sedang melejit. Aktivitasnya di dunia hiburan meningkat. Ia pun lupa menderita penyakit serius.
Demi meredakan sakit, ia pernah mendapatkan suntikan morfin, lavement treatmen (proses memasukkan cairan untuk membersihkan usus melalui anus dengan perantara selang), hingga pemecahan batu ginjal.
Namun, pola hidup tak teratur membuat semua upaya penyembuhan sia-sia. Fungsi ginjalnya terus menurun.
Selain perawatan medis, ia menjajal pengobatan alternatif. Mulai minum suplemen dari Himalaya dan berbagai jenis jamu, hingga mengikuti bisikan-bisikan setan dengan pergi ke paranormal. Namun, semua tidak membuahkan hasil. Sakitnya malah semakin parah.
Dengan fungsi ginjal hanya 25 persen, Kris terus berupaya mempertahankan hidup. Dengan semangat dan dukungan keluarga serta sahabat, ia memperlihatkan kemajuan fisik. Cuci darah yang awalnya dijalani tiga kali seminggu berkurang menjadi dua kali seminggu.
Namun tak dipungkiri, menjalani hidup dengan banyak pantangan membuat rasa bosan sering hinggap. "Saya pernah lelah, pembantu bilang 'jangan Pak ini nggak boleh', anak bilang 'itu ga boleh'. Lama-lama saya merasa selalu diawasi oleh semua orang," ujarnya.
Namun perlahan, ia terbiasa dengan semua keterbatasan. Gaya hidupnya membaik dengan segala keteraturan. Ia masih ingin hidup lebih lama.
Semangat Kris tidak pernah pudar. Ia masih ingin berguna bagi kehidupan orang lain. Selain melalui pengalaman yang ia tuang di buku, ia akan menyumbang keuntungan penjualan buku yang ditulisnya dengan gaya jenaka untuk anak-anak dan pemuda yang mengalami gagal ginjal
Selain perawatan medis, ia menjajal pengobatan alternatif. Mulai minum suplemen dari Himalaya dan berbagai jenis jamu, hingga mengikuti bisikan-bisikan setan dengan pergi ke paranormal. Namun, semua tidak membuahkan hasil. Sakitnya malah semakin parah.
Dengan fungsi ginjal hanya 25 persen, Kris terus berupaya mempertahankan hidup. Dengan semangat dan dukungan keluarga serta sahabat, ia memperlihatkan kemajuan fisik. Cuci darah yang awalnya dijalani tiga kali seminggu berkurang menjadi dua kali seminggu.
Namun tak dipungkiri, menjalani hidup dengan banyak pantangan membuat rasa bosan sering hinggap. "Saya pernah lelah, pembantu bilang 'jangan Pak ini nggak boleh', anak bilang 'itu ga boleh'. Lama-lama saya merasa selalu diawasi oleh semua orang," ujarnya.
Namun perlahan, ia terbiasa dengan semua keterbatasan. Gaya hidupnya membaik dengan segala keteraturan. Ia masih ingin hidup lebih lama.
Semangat Kris tidak pernah pudar. Ia masih ingin berguna bagi kehidupan orang lain. Selain melalui pengalaman yang ia tuang di buku, ia akan menyumbang keuntungan penjualan buku yang ditulisnya dengan gaya jenaka untuk anak-anak dan pemuda yang mengalami gagal ginjal
No comments:
Post a Comment