Wednesday, 16 November 2011

PENGALAMAN JERMAN ABDULLAH PAWANG SENIOR DI PULAU KOMODO



Ini yang selalu dibisikan pawang ketika Komodo mulai bangkit dan marah karena merasa terganggu: “Jangan lari, jangan bergerak. Semakin bergerak dia semakin agresif”.  Dengan ‘senjata’ tongkat bercabang dua, para ranger menekan titik sensitif tubuhVaranus Komodoensis, melumpuhkannya, agar tak menyerang wisatawan.
Selain ancaman Komodo yang bisa jadi buas dan menyerang mereka, menghadapi para wisatawan juga jadi pekerjaan berat para pawang. Tetap ada saja turis yang nekat melanggar aturan, juga pantangan, meski sudah diingatkan: nyawa adalah taruhannya.
VIVAnews mewawancarai seorang pawang Komodo senior, namanya Jerman Abdullah. Selama 28 tahun tugasnya, banyak suka dan duka yang ia alami. Pengalaman menyenangkan, ia mendampingi mantan Presiden Soeharto, mantan PM Inggris, Tony Blair, dan juara GP Lorenzo – orang-orang penting yang tak semua orang bisa dekati. Namun, banyak juga pengalaman buruk seperti menghadapi turis nekat, nyaris diserang kadal raksasa, sampai diamuk massa – saat seorang anak kecil tewas dimangsa Komodo.
“Warga kampung Rinca yang dibakar emosi mengejar dan memaki kami bahkan seorang dari mereka mengayunkan parang ke arah leher saya,” kata dia.
Bagaimanapun, Jerman tak pernah menyesali pilihan hidupnya itu. Ia tak berniat mundur, dan bertekad menghabiskan masa kerjanya yang tinggal lima tahun lagi. “Pekerjaan yang awalnya membosanan itu malah membuat saya ketagihan,” kata dia.
Berikut wawancara kontributor VIVAnews.com, Jo Kenaru dengan Jerman Abdullah:
Bisa diceritakan riwayat Anda bisa menjadi pawang Komodo?
Setelah tamat SMA Sinar jaya Bima, NTB, orang tua minta saya pulang kampung, untuk membicarakan apakah saya bisa kuliah atau tidak. Dan pada pertengahan Juni 1983, saya pulang dengan kapal. Begitu tiba di Labuan Bajo, saya dan penumpang lainya pindah ke kapal kecil lagi, karena kapal besar tidak bisa merapat. Namun belum jauh dari kapal besar, kapal kecil yang kami tumpangi itu terbalik lantaran kelebihan muatan.
Beruntung semua penumpang selamat setelah mendapat bantuan sejumlah kapal dari Labuan Bajo. Saya hanya bawa satu ransel namun semua barang di dalamnya basah, termasuk ijazah SMA saya. Di sekitar pantai kami menjemur semua barang bawaan yang basah termasuk  ijasah SMA saya. Mendengar kejadian itu, perwakilan Pemda Manggarai wilayah Labuan Bajo datang mengecek semua penumpang, turut hadir Simon Suandi yang kebetulan dari kampung saya juga. Simon Sandi saat itu menjabat sebagai Kepala UP Taman Nasional Komodo. Entah karena iba atau karena sekampung, pak Simon meminta saya untuk bekerja di pulau Komodo. Singkat cerita, tawaran itu saya terima karena orang tua tidak sanggup mengkuliahkan saya. Tepat 1 Juli 1983, saya berangkat ke Pulau Komodo bersama pak Simon Sandi dan langsung kerja sebagai pawang.
Apa status pegawai waktu itu? Dan berapa gaji pertama yang Anda terima?
Status saya waktu itu sebagai tenaga honorer pada Sub Balai Kawasan Pelestarian Alam Komodo dan sekitarnya (SBKPA KOM) sekarang Taman Nasional Komodo. Sebagai polsus (polisi khusus) atau pawang Komodo di Pulau Komodo(Loh Liang) dan Rinca (Loh buaya) dengan gaji Rp32 ribu per bulan, itu pun diterima enam bulan sekali. Usia saya kala itu 19 tahun, dan saya merupakan pawang termuda. Lainnya umur 25 tahun ke atas.
Apa ada pelatihan khusus menjadi pawang?
Semua pawang pemula hanya belajar dari yang senior, pekan pertama saya belajar dari  David. Tracking tiap hari membawa turis menjelajahi Loh Liang, baik jalur pendek maupun jalur panjang dengan waktu tempuh empat jam pulang pergi. Dari David saya belajar banyak hal, mulai dari Bahasa Inggris sampai pada teknik melumpuhkan Komodo menggunakan tongkat pawang.
Kala itu berapa jumlah pawang dan berapa populasi komodo dalam kawasan taman nasional ?
SBKPA KOM dibentuk 1982, tahun pertama perekrutan berjumlah 19 orang, saya adalah rekrutan kedua. Jadi kami semua berjumlah 20 orang. Populasi Komodo dalam kawasan taman nasional yang tersebar di pulau Komodo, Rinca, Padar dan Gili Motang waktu itu berjumlah hampir enam ribu ekor. Di Loh Liang sekitar 3.000-an Komodo.
Bagaimana pembagian jam kerja di taman nasional?
Jam kerja di dalam Taman Nasional Komodo masa itu dimulai tepat jam 6 pagi. Turis mulai dibawa tracking melihat Komodo pagi sekali, karena dari jam 06.00 pagi hingga jam 10.00,  suhu Pulau Komodo tak begitu panas dan cukup baik untuk tracking. Sementara malam harinya para pawang harus mengawasi ratusan turis yang turun dari feri baik dari NTB maupun dari Labuan Bajo yang hendak melihat Komodo di Loh Liang.
Tiap berapa bulan pulang libur ke Labuan Bajo?
Tiga tahun pertama saya nyaris tak pernah pulang, saya bahkan lupa untuk pulang. Pekerjaan yang awalnya membosankan itu malah membuat saya ketagihan.
Berapa upah pawang kala itu?
Sejak 1983, hingga 1989 fee pawang yang harus dibayar turis cuma Rp500 rupiah pulang pergi. Kalau lagi  rejeki turis tambahkan sebagai tip. Baru masuk era 90-an pawang dibayar dengan harga agak bagus.
Kapan diangkat jadi PNS?
Saya diangkat jadi PNS enam tahun kemudian yakni tahun 1989 dan gaji saya sebagai PNS waktu itu Rp38 ribu, naik enam ribu dari gaji sebagai honorer.
Pernah diserang komodo?
Sekitar awal Mei 1986, saat membawa tracking sepasang turis suami istri dari Swiss ke Banu Nggulung. Di tengah jalan kami melihat seekor Komodo sedang menengadah ke atas pohon bidara. Rupanya, di atas pohon ada Komodo kecil.
Saat kami mendekat, Komodo berukuran sedang itu langsung menyerang kami. Saya naik di pohon bidara yang dekat dengan jalur tracking, sementara pasangan bule itu naik ke pohon bidara sebelahnya. Komodo yang ganas itu bahkan ikut naik ke arah saya, namun karena cabang bidara yang dirayapinya patah, Komodo itu pun ikut roboh. Saat yang bersamaan dua orang pawang lain yang sedang membawa turis datang menolong dan mengusir Komodo itu.
Pada akhirnya saya tanya, apa si bule wanita sedang haid, ternyata benar. Saya marah besar kepada keduanya sebab sebelum tracking, saya sudah ingatkan yang sedang haid jangan ikut karena sangat berbahaya. Komodo sangat buas jika mencium darah.
Ada pengalaman pahit selama jadi pawang?
Tidak hanya pernah diserang Komodo, diserang orang juga pernah sekali. Saat saya dan teman saya ditugaskan untuk menjaga pos di kampung Rinca tahun 1997. Siang harinya seorang anak kecil berumur enam tahun yang sedang bermain di bawah kolong rumahnya tewas, dikoyak seekor Komodo.
Warga kampung Rinca yang dibakar emosi mengejar dan memaki kami, bahkan seorang dari mereka mengayunkan parang ke arah leher saya. Beruntung ada warga lain yang mendorong orang itu hingga jatuh. Orang tua anak itu marah karena anaknya tewas akibat kelalaian petugas  yang jarang memberi makan Komodo.
Itulah kasus gigitan pertama selama saya jadi pawang. Kematian anak itu masih menyisakan rasa bersalah dalam diri karena pada kejadian itu saya lah yang bertugas.
Apa ciri Komodo yang sedang buas?
Sepengetahuan saya semua Komodo memang binatang buas. Sebagai pawang yang terbilang senior saya pribadi tahu jika Komodo yang kita dekati sedang lapar. Kalau sedang lapar, sudah pasti dia sedang bersifat ganas. Komodo yang sedang lapar dan ganas dapat kita ketahui dari caranya dia merebahkan kepalanya di tanah
Dia diam, tenang, dua bola matanya yang terus bergerak. Jika sudah begitu, wisatawan dilarang untuk mendekat. Jika Komodo seperti itu melihat gerakan mengayun dari barang bawaan wisatawan, sudah pasti Komodo yang tadinya diam itu tiba-tiba meluncur maju ke arah yang menjadi targetnya itu.
Pernah tangani wisatawan yang bandel dengan larangan pawang?
Oh sering, selain yang  menipu seolah tidak haid padahal sedang menstruasi, saya juga pernah direpotkan dengan ulah turis Australia, yang saat sedang berdekatan dengan Komodo, dia menganyun-ayunankan tali tasnya. Dengan sekali lompatan, Komodo tersebut mengoyak kaki turis itu, beruntung kakinya tidak buntung karena yang dikunyah Komodo adalah sepatunya.
Bagaimana menggunakan tongkat pawang yang bercabang?
Hati-hati menggunaan kayu cabang itu, untuk menghalau Komodo yang mencoba menyerang, cukup ditekan saja leher Komodo dari samping. Cara ini aman, untuk Komodo juga untuk manusia yang diserangnya. Komodo jangan ditekan dari arah depan wajahnya, karena ada titik di bagian jidatnya yang merupakan titik maut bagi Komodo. Jika kayu cabang sang pawang mengenai titik itu, Komodo tidak hanya menyerah, namun bisa pingsan bahkan mati.
Apakah kayu pawang terbuat dari kayu jenis tertentu?
Tongkat pawang bisa sembarang kayu, asal kuat. Memang yang biasa dipakai pawang adalah kayu kukun, selain karena kuat kayu itu asli dari Pulau Komodo.
Sudah pernah dampingi orang penting dunia yang datang ke Komodo?
Untuk pertama kalinya saya tangani orang penting, saat mantan presiden Soeharto bersama Ibu Tien serta anak bungsungya datang ke Komodo tahun 1987 silam. Saya dipercayakan untuk mendampingi sang Presiden dan keluarganya dari helipad di puncak Ponceng menuju portal Loh Liang, begitu juga saat mereka pulang. Lainnya, belum lama ini saat memandu mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair tracking, setelah itu memandu sang juara Motor GP Jorge Lorenso.
Bagaimana dengan cerita Baron Rudolf yang tewas di Pulau Komodo?
Kejadian hilangnya wisatawan Amerika di Bukit Ponceng Baron Rudolf diceritakan oleh senior. Kepada pawang muda seperti saya pada tahun 1983, cerita itu jadi pelajaran untuk awasi ketat wisatawan selama tracking. Senior saya dulu menceritakan, Baron Rudolf hilang setelah terpisah dari rombongan wisatawan yang sedang mengelilingi Loh Liang. Bule Amerika itu tiba-tiba terlihat jauh dari rombongan, sempat dia melambaikan tanganya dan setelah itu lenyap. Setelah dicari-cari sekian lama, yang ditemukan hanya tripod kamera dan sepatunya.
Ceritakan bagaimana kondisi keluarga Anda?
Saya menikahi istri saya Fatimah gadis asal Bima pada 11 Februari 1989, setelah menikah, saya langsung membawa istri saya ke Pulau Komodo. Bahkan, anak sulung kami lahir di Pulau Komodo. Istri saya juga pernah menjadi tukang masak untuk turis di pulau Komodo selama tiga tahun.
Kapan pensiun dan apakah ada rencana di sisa masa dinas minta kerja di kantor BTNK?
Saya pensiun tinggal lima tahun lagi, saya tidak mungkin bisa menjadi staf di kantor Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) di Labuan Bajo, karena saya hanya lulusan SMA,  yang duduk di kantor semua yang berpendidikan sarjana.
Selama bekerja jadi pawang komodo, lebih banyak suka atau dukanya?
Karena dari awal pekerjaan ini saya terima dengan senang hati, saya nyaris tak merasa ada duka yang berarti. Saya juga mencintai pekerjaan ini, merupakan panggilan hidup saya. 28 tahun berlalu dan masih menyisakan lima tahun lagi. Saat saya pensiun, saya masih ingin tetap menjadi pawang Komodo

No comments:

Post a Comment