Friday, 8 February 2013

Tanam Teh Arab, Siap-siap Dipidana. BNN memberi toleransi yang menanamnya hingga akhir tahun ini

Penanam tanaman khat atau teh arab akan dipidana.
Badan Narkotika Nasional (BNN) terus mensosialisasikan larangan menanam tumbuhan khat kepada masyarakat. BNN memberi pemahaman bahwa tanaman tersebut termasuk jenis narkoba yang sesuai undang-undang haram ditanam.

"Saat ini kami sedang melakukan edukasi, baik masyarakat maupun aparat," kata Kepala Humas BNN, Komisaris Besar Sumirat Dwiyanto di Jakarta, Jumat 8 Februari 2013.

Dalam uji laboratorium yang dilakukan, daun khat mengandung zat Katinona yang masuk narkotika golongan I.

Sumirat mengakui, saat ini masih banyak masyarakat yang belum tahu bahwa khat yang mereka tanam termasuk kategori dilarang. Warga mengenal tanaman yang mengandung zat Katinona ini sebagai "teh Arab". Tak hanya ditanam, tumbuhan ini juga hidup liar di pekarangan dan kebun-kebun warga.

BNN, kata Sumirat, akan menggandeng pemerintah daerah untuk memberikan edukasi kepada masyarakat. Sosialisasi dengan berbagai bentuk, baik brosur maupun sticker untuk memberitahukan bahwa tanaman itu berbahaya. "Kami bersyukurnya ditemukan saat ini. Kalau ditemukan 5-10 tahun ke depan, berapa jumlah anak bangsa yang kena," ucap dia.

Sosialisasi larangan menanam khat ini akan dilakukan hingga tahun ini. Selama sosialisasi ini, BNN masih memberi toleransi kepada masyarakat untuk memusnahkan khat yang ditanam. Jika masa sosialisasi selesai dan masih ada masyarakat yang menanamnya, BNN akan melakukan tindakan tegas.

"Setelah kami lakukan edukasi, sosialisasi dan masih ada juga yang menanam, maka akan kami pidana, itu sesuai dengan ketentuan Undang-undang Narkotika di mana mereka mengetahui dan memiliki dengan sengaja," kata Sumirat.

Komoditas menggiurkan

Khat bukanlah tanaman asli Indonesia. Tumbuhan ini berasal dari Afrika Timur dan Tengah, serta sebagian Jazirah Arab. Khat masuk ke Indonesia melalui para wisatawan dari Timur Tengah pada 2005. Sejak itulah, tanaman ini mulai tumbuh di Indonesia.

Ada dua jenis tanaman ini, berbatang hijau dan ada merah. Tinggi tumbuhan khat bisa mencapai 2 meter. Sementara, bentuk daunnya tidak jauh berbeda dengan daun salam, atau pun kembang rose. Khat bisa tumbuh optimal di lingkungan dengan cuaca sejuk atau dingin. Di Indonesia, tanaman ini diketahui banyak ditanam di kawasan Cisarua, Bogor, Jawa Barat.

Pada 30 Januari 2013, ribuan batang tanaman khat ditemukan di wilayah Bogor. Tanaman yang ditanam di kampung Impres Pasir Tugu, Desa Cibiru, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor itu, berhasil dimusnahkan oleh BNN dan Kepolisian.

Di Cisarua, khat juga ditanam di vila-vila. "Ditanam di halaman rumah oleh penjaga, ada ribuan tanaman namun belum sampai dibudidayakan," ungkap Direktur Narkoba Polda Jawa Barat, Komisaris Besar Polisi Hafriono.

Bagi warga Cisarua, tumbuhan khat menjadi komoditas yang menggiurkan. Sebagian masyarakat di sini bahkan menjadikan khat sebagai mata pencaharian utama. Pembeli tumbuhan khat mayoritas adalah warga keturunan Timur Tengah yang tengah berlibur di daerah Puncak, Cisarua, Bogor. Mereka biasa mendapatkan informasi tentang tumbuhan khat dari sopir-sopir travel setempat. 

Jika dijual, harga tumbuhan tersebut cukup tinggi. Penduduk Cisarua biasanya menjual daun khat dengan harga kisaran Rp30 ribu untuk batang berwarna hijau dan Rp200 ribu untuk batang yang berwarna merah per satu kantong kecil atau berberat 250 gram. Sehingga wajar saja, saat BNN hendak menyita ladang yang menanam tumbuhan ini, para warga sempat menolaknya. 

Mereka sempat minta ganti rugi kepada BNN apabila tanamannya diambil. Namun, setelah BNN melakukan penyuluhan kepada para penduduk bahwa pohon tersebut merupakan salah satu jenis tanaman terlarang, warga bersedia memberikan tanamannya.

Saat itu pula, BNN mengimbau penduduk untuk melaporkan jika masih ada usaha menanam khat secara sengaja. "Tolong dilaporkan jika ada informasi apapun terkait kegiatan orang yang menggarap lahan untuk menanam tumbuhan jenis itu. Kami minta warga bisa mengerti," ucap Sumirat.

Camilan sopir

Di beberapa negara Afrika dan Arab, daun ini tidak dilarang untuk dikonsumsi. Daun ini bahkan sudah lama dikonsumsi dengan cara dikunyah. Khat banyak dikonsumsi kelompok pekerja seperti pengemudi kendaraan bermotor dan pengemudi truk karena bisa mengurangi rasa kantuk, terutama saat menyetir dalam jarak jauh.

Namun, perilaku mengemudi para sopir yang mengkonsumsi daun khat dinilai berbahaya. Dalam catatan WHO, secara global, kecelakaan lalu lintas akibat sopir yang mengunyah khat sangat signifikan.

Efek stimulan dari daun khat yang dikunyah oleh sopir di Afrika Timur dan Jazirah Arab menjadi kontributor utama kecelakaan lalu lintas di jalan.

Di Ethiopia contohnya. Tingkat kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kematian di negera itu sangat tinggi. Lembaga lalu lintas Ethiopian National Road Safety Coordination Office menyebutkan, sedikitnya terjadi 114 kasus kematian yang melibatkan 10.000 kendaraan setiap tahunnya.

Tercatat, 81 persen dari kecelakaan lalu lintas di Ethiopia dikaitkan dengan penurunan kesadaran sopir saat nyetir sebagai faktor penyumbang kecelakaan. Menurut polisi tingginya angka itu tidak terlepas dari banyak pengemudi yang mengonsumsi daun khat.

Sopir yang mengkonsumsi khat justru cenderung memiliki tingkat halusinasi tinggi. Mereka kerap berbelok atau berhenti secara tiba-tiba untuk menghindari benda imajiner yang sebenarnya tidak ada.

No comments:

Post a Comment