Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK kembali menangkap dua pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Kedua orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) tersebut, ditahan KPK karena diduga kuat menerima suap pengurusan pajak sebuah perusahaan baja.
Kasus tertangkap atau ditangkapnya pegawai pajak, sejak makelar pajak Gayus Tambunan oleh KPK, sepertinya belum juga usai. Padahal, pemerintah sudah sedemikian rupa memanjakan para PNS tersebut dengan gaji yang setiap tahun naik, ditambah remunerasi atau tunjangan kinerja, yang dulu disebut tunjungan khusus.
Seorang PNS di Sekretariat Negara yang tidak mau disebutkan namanya kepada VIVAnews, Kamis 16 Mei 2013, mengatakan bahwa remunerasi PNS di Kemenkeu lebih tinggi daripada PNS di kementerian dan lembaga lainnya. "Kita ini, ibaratnya remunerasi cuma setengahnya dari mereka (PNS Pajak)," ujarnya.
Seorang pejabat pemerintah mengungkapkan bahwa proses reformasi birokrasi, dengan perbaikan renumerasi, belum diikuti perbaikan di bidang punishment. "Jadi carrot-nya sudah diberikan tetapi stick-nya nyaris tidak perubahan, masih business as usual."
Hal senada diungkapkan oleh Wakil Menteri Pemberdayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Eko Prasodjo. Menurut dia, pemberian remunerasi atau tunjangan yang pantas di dalam institusi pemerintahan harus seiring dengan peningkatan pengawasan kinerja PNS. "Mengawasi bukan hanya peredaran uang dan kinerja, tetapi juga perilaku," ujarnya.
Menurutnya, banyak kasus penyelewengan oleh oknum PNS disebabkan pola pikir dan perilaku buruk penyalahgunaan jabatan sudah tertanam menjadi suatu budaya di lingkungan aparatur negara. "Sehingga, kultur sebagai pelayan negara tidak pernah terjadi."
Untuk itu, sistem pengawasan di tingkat institusi negara harus ditingkatkan. Caranya dengan mengefektifkan fungsi pengawasan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP).
Selain itu, kementeriannya juga terus berkoodinasi dengan pengawasan internal maupun lembaga negara untuk memperbaiki budaya buruk yang telah tertanam kuat.
Namun, menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak, Kismantoro Petrus, membangun budaya baru yang berahlak dan memiliki etika baik, memerlukan upaya keras dan berkesinambungan serta waktu yang tidak singkat. Untuk itu, instasinya akan terus membenahi mental dan moral para pegawainya agar tidak terjadi lagi kasus makelar pajak serupa.
Ia menilai bahwa tertangkap tangannya dua oknum pegawai pajak Muhammad Dian Irawan Nuqishra (MDI) dan Eko Darmayanto (ED) sebagai tersangka merupakan konsekuensi logis dan buah dari reformasi birokrasi yang sedang berjalan.
Ditjen Pajak, lanjutnya, sangat mengapresiasi KPK yang secara konsisten memberantas segala bentuk korupsi yang dilakukan oleh oknum pegawai pajak dan oknum wajib pajak.
Menurut dia, selain oknum pegawai pajak, penyuapnya pun harus ditangkap, sehingga dapat memberikan efek jera yang lebih luas. Seperti kasus-kasus sebelumnya, Ditjen Pajak akan melakukan tindakan disiplin PNS, yaitu pemberhentian tidak dengan hormat.
Benahi Sistem
Sejumlah langkah lain, kini juga sedang dikembangkan Kementerian PAN. Bahkan, kementerian akan membenahi sistem perekrutan PNS demi menjaring orang-orang terbaik.
Wakil Menteri PAN menjelaskan bahwa kementeriannya berharap agar para lulusan terbaik dari berbagai perguruan tinggi mau bekerja sebagai pegawai di jalur birokrasi pemerintahan. Cara itu, dinilai bisa memperbaiki citra birokrasi.
"Kalau ditanya target rekrutmennya, yang masuk birokrasi itu lulusan terbaik dari universitas terbaik. Sebab, baik buruknya birokrasi itu yang pertama ditentukan dengan cara merekrut orang," ujarnya.
Untuk mewujudkan itu, ada perbaikan sistem penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) yang akan diterapkan di masa mendatang. Salah satunya, menerapkan standardisasi nilai minimal kelulusan sebagai syarat masuk instansi pemerintahan. "Kami akan perbaiki seleksinya. Daya tariknya juga kami perbaiki. Income-nya kami tingkatkan, suasana kondusif dari birokrasi."
Dengan penerapan standardisasi nilai minimal kelulusan itu, CPNS yang masuk akan sesuai kriteria yang ditetapkan. Nantinya, seleksi tidak hanya berpatok pada kebutuhan pegawai.
Sistem seleksi yang diterapkan pun mencakup tiga hal, antara lain kompetensi, integritas, dan wawasan kebangsaan. Kompetensinya pun dibagi lagi menjadi kompetensi dasar dan bidang. "Misalnya, dokter itu harus bisa ngobatin orang, guru harus bisa mengajar," ujar Eko.
Selain itu, sistem penggajian dan tunjangan PNS rencananya juga akan diubah menjadi berdasarkan kinerja, bukan berdasarkan golongan. Hal tersebut, merupakan salah satu ketentuan yang sedang digodok pemerintah dalam rancangan Undang-undang Aparatur Sipil Negara.
Kinerja tersebut nantinya akan ditentukan berdasarkan peringkat, sehingga nantinya peringkat itu yang akan menjadi penentu gaji yang diberikan. Dia menyampaikan, peringkat kinerja tersebut akan ditentukan dari laporan kinerja per individu yang ditentukan oleh pengawasnya. Misalnya, untuk eselon satu adalah pimpinan instansi pemerintahan tersebut.
"Grading itu adalah posisi jabatan, beban kerja, tanggung jawab, dan risiko pekerjaan. Stepitu adalah step kinerja. Jadi, orang itu bisa sama-sama Sekjen, tetapi bisa punya grading yang berbeda."
Dirinya juga mengatakan nantinya PNS, misalnya setingkat eselon satu, selama lima tahun sekali harus melamar ulang untuk tetap menjabat posisinya. Hal tersebut, dilakukan untuk memastikan kinerja terus meningkat ke depannya.
"Jadi, kalau mau menjabat kembali, dia harus mendaftar lagi. Lalu dites lagi, dan kalau tidak lulus kompetensi yang baik, bisa di-downgrade ke eselon II,.
Sistem ini, kata Eko, berlandaskan keadilan bagi semua aparatur negara, siapa yang memiliki kinerja baik akan mendapatkan kompensasi yang layak. Hal ini, dinilai akan memperkuat birokrasi pemerintahan ke depannya. "Kita anggap PNS itu sebagai potensi human capital, di mana harus digaji dengan benar agar kinerjanya benar."
Sebaiknya peraturan n perundangan PNS mengadopsi apa-apa yg telah diterapkan di zaman RosululLoh n para Shohabat,misalnya tidak mengeskploitasi tenaga,waktu n pikiran srta potensi yg ada.
ReplyDelete