Ketua Umum PPP Suryadharma Ali, yang akrab disapa SDA, menegaskan partainya sudah menetapkan untuk menjalin koalisi dengan Gerindra. Koalisi ini menurut SDA merupakan kesepakatan secara bulat dari seluruh pengurus di Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partainya.
"Koalisi sudah mengkristal. Ketua umum bersama pengurus DPP sepakat berkoalisi dengan Pak Prabowo," katanya di kantor DPP PPP, Jakarta, Jumat 18 April 2014.
Tidak hanya berhenti pada koalisi resmi kedua partai, SDA juga menyatakan dukungan penuh dari PPP terhadap pencalonan Prabowo sebagai calon presiden (Capres). “Kami menilai Prabowo cocok memimpin Indonesia ke depan. Ini menurut pandangan kami. Yang lain mungkin punya pandangan berbeda,” kata SDA.
Menurut SDA, koalisinya dengan partai Gerindra adalah karena kesamaan visi dan misi untuk membuat Bangsa Indonesia lebih baik ke depan. Namun, ia tidak bersedia menjelaskan kesepakatan politik kedua partai dalam koalisi ini.
"Seluruhnya diarahkan untuk kepentingan bangsa. Bersatu dulu, kita punya visi dan misi yang sama untuk memperjuangkan bangsa ini. Tidak ada politik transaksi," ujarnya.
Ketika ditanya soal kemungkinan dijagokan sebagai calon wakil presiden (Cawapres), SDA enggan menjawab apakah dia disiapkan untuk menduduki kursi cawapres mendampingi Prabowo. "Saya tidak mau mengandai-andai, mengalir saja. Apa yang akan terjadi nanti kita lihat nanti," katanya.
Namun, PPP sepertinya tak bulat memberikan suara pada Prabowo. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy tak hadir dalam pendeklarasian Prabowo.
Saat dihubungi VIVAnews, Romi menyatakan partainya tetap membuka diri untuk menjalin koalisi dengan partai-partai lain. "Kemarin malam sudah ada pertemuan sebelumnya dengan partai Islam, menurut saya Poros Tengah hanya sebuah alternatif saja, sebagai pemecah kebuntuan istilahnya," kata Romi ketika dihubungi VIVAnews, 18 April 2014.
Romi mengatakan, pertemuan semalam hanya sebatas pertemuan politik saja dan bukan pertemuan yang langsung menuju ke arah pengambilan keputusan. Menurutnya, PPP juga tidak menutup kemungkinan akan menyerukan koalisi ramping yang terdiri dari empat partai yaitu Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dan terakhir adalah PPP.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti menilai koalisi antara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang baru saja diresmikan oleh Ketua Umum PPP, Suryadharma Ali dan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto adalah koalisi yang membingungkan.
Pasalnya menurut Ray, baru Kamis 17 April malam kemarin, PPP melakukan pertemuan dengan partai-partai Islam dan memunculkan opsi Koalisi Indonesia Raya. "Belum apa-apa sudah berkoalisi, jadi apa gunanya pertemuan kemarin malam, apa untungnya jika ujung-ujungnya partai nasional lagi yang memegang kekuasaan," kata Ray ketika dihubungi VIVAnews, Jumat 18 April 2014.
Saat ini Ray melihat cita-cita yang diusung oleh partai-partai Islam telah memudar. Menurut Ray yang tersisa hanya sebuah kesepakatan untuk mendapatkan keuntungan yang diraih untuk kepentingan masing-masing.
Poros Tengah Didekati Prabowo
Pencalonan Prabowo oleh PPP jelas memperkuat langkah Prabowo mendekati partai-partai Islam. PPP dan Gerindra 'melangkahi' hasil pertemuan tertutup selama tiga jam semalam, antara petinggi partai-partai Islam yang juga dihadiri oleh sejumlah tokoh Islam.
Pertemuan yang dihadiri
Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional (PAN), Amien Rais,
Bendahara Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Bacruddin Nasori, Sekjen
Majelis Pertimbangan PAN, Azwar Abubakar, dan Presiden Partai Keadilan
Sejahtera, (PKS) Anis Matta, bersama dengan tokoh-tokoh Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama (PBNU), dan MUI itu sepertinya baru sebatas forum
silaturahmi. Usai pertemuan, Amien Rais mengatakan pihaknya tengah
menyatukan pendapat tentang koalisi ini.
"Jadi, tadi saya dengar sendiri teman-teman parpol Islam ini akan bekerja sama, menyetel orkes yang indah begitu, kemudian mencari platform. Memang tidak mungkin tanpa kekuatan lain," kata Amien.
Senada dengan Amien, Anis Matta, mengemukakan hal yang sama. Anis mengatakan bahwa mereka tengah menyamakan pandangan tentang koalisi.
"Targetnya hanya menyamakan persepsi dulu bahwa perolehan suara parpol Islam sangat signifikan. Ini waktunya untuk memikirkan kemungkinan kita memiliki capres sendiri dari parpol Islam," ujarnya.
Anis mengatakan usai pertemuan itu, akan ada pertemuan selanjutnya untuk membicarakan hal tersebut. Sayangnya, dia tidak menyebutkan waktu pasti pertemuannya. "Masalah ini tidak mungkin diselesaikan dalam satu kali pertemuan, ya," katanya.
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengapresiasi pertemuan itu. Namun JK mengakui memang sulit menyatukan mereka seperti yang pernah terjadi di tahun 1999 saat mengusung pasangan Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri.
"Cita-cita itu kan pasti baik, tetapi kadang tidak mudah dilaksanakan karena masing-masing partai punya cara yang tidak mudah," kata JK di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Semua parpol Islam menurut JK memiliki ideologi yang hampir sama. Namun, di internal partai yang berasas Islam tersebut para elite dan tokohnya memiliki kepentingan yang berbeda-beda.
Mantan Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) tersebut mengakui tidak bisa menghadiri pertemuan para elite dan tokoh-tokoh partai Islam tadi malam, lantaran punya agenda lain yang tidak bisa ditinggalkan. JK menambahkan, semua partai itu kini sama, baik itu yang berideologi Islam maupun nasionalis.
"Di mana-mana partai Islam itu sudah nasional semua," ujarnya.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif mengatakan perolehan suara partai Islam dalam Pemilu legislatif 2014 ini cukup signifikan dan jika bersatu atau berkoalisi maka dapat mengusung calon presiden dan calon wakil presiden. Meski begitu, menurut pria yang akrab disapa Buya ini, untuk mewujudkan partai Islam berkoalisi tidaklah mudah.
Buya Syafii berpendapat, sebaiknya tokoh yang nantinya akan diusung menjadi capres dan cawapres berasal dari tokoh di luar partai Islam. Namun tetap yang santri seperti dalam buku "Tokoh Islam Non Parpol".
"Jika masing-masing parpol berbasis Islam mengusung capresnya masing-masing maka koalisi partai Islam sulit terwujud," kata Buya Syafii di Yogyakarta, Jumat 18 April 2014.
Buya Syafii menambahkan, harus ada kebesaran hati dari partai politik berbasis Islam agar koalisi ini terbentuk. Sebab, pada akhirnya adalah untuk kepentingan umat Islam. "Patut disyukuri perolehan suara partai berbasis agama Islam ini meningkat, karena banyak pihak yang memprediksi suara akan jeblok," ujarnya.
PKB Tak Mau Ikut
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB), Marwan Ja'far, mengatakan partainya cenderung berkoalisi dengan partai berbasis nasionalis dari pada partai berbasis Islam. Alasannya, ia tidak melihat figur yang bisa menjadi pemimpin dari partai berbasis Islam.
"Belum ada figur yang mampu menjadi kandidat capres atau cawapres dalam kerangka partai berbasis Islam. Saat ini kondisinya dilematis," katanya di Jakarta, Jumat 18 April 2014.
Dia meragukan berbagai tokoh partai Islam yang saat ini muncul ke permukaan. Para tokoh tersebut dianggapnya dalam posisi yang belum meyakinkan untuk menjadi capres ataupun cawapres.
"Kalau toh mau, belum tentu mampu. Kalau toh mampu, belum tentu mau. Kondisinya sangat dilematis," ungkapnya.
Ia menambahkan alasannya, yakni sampai saat ini belum ada tokoh Islam yang punya elektabilitas dan popularitas tinggi, hingga mampu bersaing dengan tokoh dari partai nasionalis. Ini penting di mana persaingan pilpres sangat mengutamakan figur. "Sementara, waktu untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas sangat mepet," katanya.
Sisi finansial partai Islam menjadi perhatian Marwan. Menurutnya biaya kampanye dalam pemilihan presiden sangat tinggi. Ia meragukan partai Islam mempunyai kemampuan finansial.
"Mulai sosialisasi, membuat iklan, kunjungan ke daerah hingga membantu relawan pembentukan tim sukses, semuanya itu membutuhkan biaya tinggi," ujarnya.
Menurut Marwan dalam situasi politik yang dinamis, semua kemungkinan bisa terjadi. Menurutnya politik sangat dinamis dan penuh nuansa ketidakpastian. Marwan menekankan dalam politik kontemporer Indonesia sudah tidak relevan lagi mendikotomikan antara partai berbasis nasionalis dengan partai berbasis Islam.
"Islam itu rahmatan lil'alamin. Segala kemungkinan politik sedang kami kaji secara mendalam dan komprehensif. Dalam konteks Indonesia, Islam tidak perlu diformalisasikan, tapi dilaksanakan secara substantif. Yang penting spirit Islam mewarnai Indonesia," katanya.
"Jadi, tadi saya dengar sendiri teman-teman parpol Islam ini akan bekerja sama, menyetel orkes yang indah begitu, kemudian mencari platform. Memang tidak mungkin tanpa kekuatan lain," kata Amien.
Senada dengan Amien, Anis Matta, mengemukakan hal yang sama. Anis mengatakan bahwa mereka tengah menyamakan pandangan tentang koalisi.
"Targetnya hanya menyamakan persepsi dulu bahwa perolehan suara parpol Islam sangat signifikan. Ini waktunya untuk memikirkan kemungkinan kita memiliki capres sendiri dari parpol Islam," ujarnya.
Anis mengatakan usai pertemuan itu, akan ada pertemuan selanjutnya untuk membicarakan hal tersebut. Sayangnya, dia tidak menyebutkan waktu pasti pertemuannya. "Masalah ini tidak mungkin diselesaikan dalam satu kali pertemuan, ya," katanya.
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengapresiasi pertemuan itu. Namun JK mengakui memang sulit menyatukan mereka seperti yang pernah terjadi di tahun 1999 saat mengusung pasangan Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri.
"Cita-cita itu kan pasti baik, tetapi kadang tidak mudah dilaksanakan karena masing-masing partai punya cara yang tidak mudah," kata JK di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Semua parpol Islam menurut JK memiliki ideologi yang hampir sama. Namun, di internal partai yang berasas Islam tersebut para elite dan tokohnya memiliki kepentingan yang berbeda-beda.
Mantan Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) tersebut mengakui tidak bisa menghadiri pertemuan para elite dan tokoh-tokoh partai Islam tadi malam, lantaran punya agenda lain yang tidak bisa ditinggalkan. JK menambahkan, semua partai itu kini sama, baik itu yang berideologi Islam maupun nasionalis.
"Di mana-mana partai Islam itu sudah nasional semua," ujarnya.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif mengatakan perolehan suara partai Islam dalam Pemilu legislatif 2014 ini cukup signifikan dan jika bersatu atau berkoalisi maka dapat mengusung calon presiden dan calon wakil presiden. Meski begitu, menurut pria yang akrab disapa Buya ini, untuk mewujudkan partai Islam berkoalisi tidaklah mudah.
Buya Syafii berpendapat, sebaiknya tokoh yang nantinya akan diusung menjadi capres dan cawapres berasal dari tokoh di luar partai Islam. Namun tetap yang santri seperti dalam buku "Tokoh Islam Non Parpol".
"Jika masing-masing parpol berbasis Islam mengusung capresnya masing-masing maka koalisi partai Islam sulit terwujud," kata Buya Syafii di Yogyakarta, Jumat 18 April 2014.
Buya Syafii menambahkan, harus ada kebesaran hati dari partai politik berbasis Islam agar koalisi ini terbentuk. Sebab, pada akhirnya adalah untuk kepentingan umat Islam. "Patut disyukuri perolehan suara partai berbasis agama Islam ini meningkat, karena banyak pihak yang memprediksi suara akan jeblok," ujarnya.
PKB Tak Mau Ikut
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB), Marwan Ja'far, mengatakan partainya cenderung berkoalisi dengan partai berbasis nasionalis dari pada partai berbasis Islam. Alasannya, ia tidak melihat figur yang bisa menjadi pemimpin dari partai berbasis Islam.
"Belum ada figur yang mampu menjadi kandidat capres atau cawapres dalam kerangka partai berbasis Islam. Saat ini kondisinya dilematis," katanya di Jakarta, Jumat 18 April 2014.
Dia meragukan berbagai tokoh partai Islam yang saat ini muncul ke permukaan. Para tokoh tersebut dianggapnya dalam posisi yang belum meyakinkan untuk menjadi capres ataupun cawapres.
"Kalau toh mau, belum tentu mampu. Kalau toh mampu, belum tentu mau. Kondisinya sangat dilematis," ungkapnya.
Ia menambahkan alasannya, yakni sampai saat ini belum ada tokoh Islam yang punya elektabilitas dan popularitas tinggi, hingga mampu bersaing dengan tokoh dari partai nasionalis. Ini penting di mana persaingan pilpres sangat mengutamakan figur. "Sementara, waktu untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas sangat mepet," katanya.
Sisi finansial partai Islam menjadi perhatian Marwan. Menurutnya biaya kampanye dalam pemilihan presiden sangat tinggi. Ia meragukan partai Islam mempunyai kemampuan finansial.
"Mulai sosialisasi, membuat iklan, kunjungan ke daerah hingga membantu relawan pembentukan tim sukses, semuanya itu membutuhkan biaya tinggi," ujarnya.
Menurut Marwan dalam situasi politik yang dinamis, semua kemungkinan bisa terjadi. Menurutnya politik sangat dinamis dan penuh nuansa ketidakpastian. Marwan menekankan dalam politik kontemporer Indonesia sudah tidak relevan lagi mendikotomikan antara partai berbasis nasionalis dengan partai berbasis Islam.
"Islam itu rahmatan lil'alamin. Segala kemungkinan politik sedang kami kaji secara mendalam dan komprehensif. Dalam konteks Indonesia, Islam tidak perlu diformalisasikan, tapi dilaksanakan secara substantif. Yang penting spirit Islam mewarnai Indonesia," katanya.
No comments:
Post a Comment