Saturday, 5 September 2009

Independensi BPK di Kasus Century

SKANDAL Bank Century bergulir bak bola salju, kian ke mari kian membesar. Kasus penyuntikan dana oleh pemerintah ke bank milik Robert Tantular itu juga seperti membuka kotak pandora. Satu per satu spekulasi, dugaan, dan temuan terus bermunculan.

Yang paling mutakhir adalah temuan polisi yang menyebutkan bahwa Bank Century sudah merugi Rp9,15 triliun hingga 20 November 2008. Itu berarti sehari sebelum keputusan penyelamatan oleh pemerintah diambil.

Kerugian itu muncul, menurut polisi, karena pemilik dan pengelola bank menggunakan uang nasabah untuk transaksi yang amat berisiko, di antaranya bermain valas. Dengan demikian, otoritas di pemerintahan dan pengawas bank seharusnya sudah tahu bahwa bank yang mereka awasi tidak menjalankan manajemen risiko secara baik.

Tapi, mengapa Bank Century tetap diselamatkan? Mengapa bank yang sudah dirampok pemiliknya sendiri tetap diinjeksi dana secara ugal-ugalan hingga mencapai Rp6,7 triliun? Bukankah kesepakatan awal dana talangan hanya Rp1,3 triliun?

Deretan pertanyaan makin bertambah ketika kita mendapati fakta masih banyak nasabah kecil yang belum menerima uang mereka. Lalu, ke mana larinya uang Rp6,7 triliun itu?

Spekulasi pun berkembang bahwa suntikan dana itu hanya mengalir deras ke kantong deposan kakap. Di antara mereka bahkan disebut-sebut ada yang memiliki deposito di Bank Century hingga Rp2 triliun.

Tidak ada pilihan lain, dugaan dan spekulasi tersebut harus dijawab dengan audit investigasi sehingga semua perkara busuk itu terbongkar dengan transparan. Tidak hanya Bank Century yang harus diinvestigasi, tapi juga Bank Indonesia, Departemen Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selaku auditor sudah berjanji bakal menyelesaikan audit awal sebelum Lebaran. Ketua BPK Anwar Nasution juga berjanji para auditornya akan melakukan audit setransparan mungkin.

Kita tunggu realisasi semua janji itu. Inilah saatnya BPK menunjukkan imparsialitas sebagai pemeriksa. Untuk menuju ke sana, auditor yang dipilih haruslah yang independen, berintegritas, dan bernyali.

Auditor yang terbiasa mengaudit laporan keuangan bank sentral, Departemen Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan tiap tahun sebaiknya dicoret dari daftar auditor Century. Hal itu supaya auditor investigatif Bank Century fresh dan tidak bias.

Kekhawatiran bakal munculnya auditor yang dependen bukannya tanpa alasan. Beberapa waktu lalu, misalnya, seorang auditor BPK menyatakan bahwa kasus Bank Century merupakan kesalahan bank sentral dan Lembaga Penjamin Simpanan. Padahal, audit belum selesai.

Sekali lagi, kasus Century menunjukkan kepada kita bahwa ruang gelap permainan di dunia perbankan masih terjadi. Itulah ruang yang amat subur bagi munculnya perselingkuhan antara kekuasaan dan uang.

No comments:

Post a Comment