Dibandingkan bulan Maret lalu, gegap gempita menyambut kunjungan Presiden Amerika Serikat Barack Hussein Obama ke Indonesia yang dijadwalkan pertengahan bulan Juni ini tidak atau belum begitu terasa.
Bulan Maret lalu, saat pertama kali Obama direncanakan akan mengunjungi Jakarta dan Bali, berbagai kegiatan untuk menyambut Obama sudah mulai dilakukan jauh-jauh hari. Baik persiapan yang dilakukan pihak pemerintah Indonesia maupun berbagai kelompok masyarakat sipil Indonesia. Pemerintah telah merencanakan state dinner. Bahkan ada menteri yang berjanji akan mengusulkan kepada Presiden SBY untuk memberikan penghargaan kepada Ibunda Obama, Ann Dunham-Soetoro, yang melakukan penelitian mengenai ekonomi kerakyatan di Jogjakarta. Sejumlah tukang baso dan nasi goreng juga sudah diorganisir untuk menyambut kehadiran Obama yang disebutkan menyukai dua jenis makanan ini.
Tetapi apa daya, kunjungan Obama ke Indonesia di bulan Maret itu terpaksa dibatalkan. Alasan resmi yang disampaikan pihak Gedung Putih menyebutkan bahwa Obama harus berkonsentrasi mengikuti pemungutan suara mengenai RUU Jaminan Kesehatan di Kongres AS. Namun alasan lain yang juga dibicarakan banyak kalangan berkaitan dengan faktor keamanan. Mulai dari ancaman terorisme sampai kekhawatiran bertemunya dua gelombang demonstrasi besar di Jakarta ketika Obama tiba. Gelombang demonstrasi pertama digerakkan oleh “kelompok tradisional” yang anti pada sikap double standard Amerika Serikat dalam banyak isu internasional, sementara gelombang demonstrasi kedua dilakukan oleh kelompok masyarakat sipil Indonesia yang kecewa dengan sikap pemerintah dalam menghadapi skandal dana talangan Bank Century senilai Rp 6,7 triliun.
Ketika itu, awal Maret, DPR telah menyatakan bahwa dana talangan yang diberikan kepada Bank Century itu pada 2008 melanggar berbagai aturan hukum dan sejumlah pihak, antara lain mantan Gubernur BI Boediono dan mantan Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Sri Mulyani harus bertanggung jawab. Tetapi Presiden SBY terkesan menentang penilaian DPR yang dihasilkan lewat proses penyelidikan Pansus Centurygate itu. Sikap Presiden SBY ini telah membangkitkan gelombang kekecewaan yang begitu luas dan merata di banyak tempat di Indonesia.
Kini, menurut jadwal, dua pekan lagi Obama akan tiba di Indonesia.
Adalah Maria Otero, pejabat Kemenlu AS yang membidangi demokrasi dan masalah global, yang menyampaikan secara resmi rencana kunjungan Obama dalam jumpa pers di Washington D.C. tanggal 26 Mei lalu. Menurut Mario Otero, untuk mempersiapkan kunjungan Obama, ia seecara khusus mengunjungi Indonesia antara tanggal 17 hingga 21 Mei untuk bertemu dengan pejabat Indonesia dan tokoh masyarakat sipil dan berdiskusi tentang berbagai isu internasional dimana kedua negara dapat membangun partnership.
Tetapi, serangan yang dilakukan pasukan Israel terhadap armada Fredom Flotilla yang terdiri dari enam kapal yang mengangkut bantuan kemanusiaan untuk penduduk Gaza, Palestina, yang telah dikurung Israel sejak awal Januari tahun lalu, kelihatannya sedikit banyak akan mempengaruhi rencana kunjungan Obama. Kapal Mavi Marmara milik Turki yang ikut dalam armada Freedom Flotilla dihujani tembakan oleh pesawat tempur dan helikopter Israel di Laut Tengah. Setidaknya, 19 orang dikabarkan tewas dan ratusan lainnya menderita luka-luka. Sampai sejauh ini kabar 12 WNI, termasuk seorang jurnalis TVOne, yang ikut dalam misi kemanusiaan itu pun belum jelas.
Serangan terhadap misi kemanusiaan ini menambah daftar panjang prilaku biadab pemerintahan negara Yahudi itu. Perdana Menteri Benyamin Netanyahu dalam keterangannya kemarin memperlihatkan rasa tidak bersalah. Dia menyesal korban jiwa yang jatuh dalam serangan itu. Tetapi, sambungnya seperti dikutip media Israel Hareetz, tentara Israel juga memiliki hak untuk membela diri dari serangan yang dilakukan pihak lain.
Persoalannya, yang datang ke mendekati Gaza bukanlah armada perang, tetapi misi kemanusiaan yang tidak mempersenjatai diri.
Amerika Serikat, sekutu utama Israel di muka bumi ini, mau tidak mau ikut memanen kecaman. Di Jakarta, hari ini sejumlah kelompok, termasuk Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), menggelar demonstrasi di depan Kedubes AS di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Mereka mengecam dukungan yang diberikan AS kepada Israel yang kerap bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat dan tanah Palestina.
Sikap Presiden Obama terhadap isu Timur Tengah sejak awal sudah mengecewakan kelompok Muslim di tanah air. Sejak Gaza diblokade oleh tentara Israel awal Januari 2009 lalu, Obama yang ketika itu tengah menunggu pelantikan dirinya sebagai presiden ke-44 AS, memilih berdiam diri.
Banyak yang mengaitkan sikap diam Obama itu dengan janjinya mempertahankan dan membela Israel dari serangan musuh-musuh negeri Zionis itu. Janji itu disampaikan Obama saat ia mengunjungi Israel pertengahan 2008 lalu, di tengah masa kampanye pemilihan presiden AS. Saat itu, Obama mengatakan bahwa Israel memiliki hak untuk melindungi diri dari setiap serangan. Obama sama sekali menutup mata dengan kenyataan bahwa apa yang disebut sebagai serangan terhadap Israel itu sebenarnya adalah reaksi balasan dari penjajahan yang dilakukan Israel terhadap wilayah Palestina.
Apa boleh buat, untuk urusan Israel, Obama dianggap tidak memiliki kebijakan yang berbeda dengan pendahulunya. Ia tetap pro pada penjajahan Israel atas tanah Palestina, dan lebih jauh, membiarkan (dan memperbolehkan) Israel melakukan serangan militer terhadap apapun yang oleh Israel diartikan sebagai serangan terhadap negara itu.
Hal lain yang ikut mempengaruhi rencana kunjungan Presiden Obama ke Indonesia adalah keputusan World Bank mengangkat Sri Mulyani Indrawati sebagai salah seorang managing director. Dalam hal ini, World Bank Group dianggap telah mengintervensi proses hukum yang tengah dilakukan berbagai lembaga penegak hukum di Indonesia untuk mengusut skandal dana talangan Bank Century.
Sri Mulyani adalah satu dari sekian pejabat Indonesia yang dinilai oleh DPR dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ikut bertanggung jawab dalam kebijakan yang berpotensi merugikan negara sebesar Rp 6,7 triliun itu. Skandal dana talangan Bank Century adalah kasus korupsi.
Keputusan World Bank ini seperti mengulangi kasus Paul Wolfowit yang mengundurkan diri dari kursi Presiden World Bank karena dinilai melanggar etika dan memberikan fasilitas yang tidak pada tempatnya kepada teman wanitanya, Sha Ali Riza.
Kunjungan Obama ke Indonesia akan dimanfaatkan oleh sekelompok orang untuk membawa kasus pengangkatan Sri Mulyani sebagai managing director World Bank Group ini ke level internasional. Sebagai pemimpin negara yang memiliki hak eksklusif untuk menempatkan orangnya di posisi presiden Bank Dunia, Obama akan diminta untuk mengkoreksi keputusan Presiden Bank Dunia Robert Zoellick yang memberikan kursi managing director itu dan selanjutnya, untuk sementara, menyelamatkan Sri Mulyani.
Obama harus diberitahu bahwa skandal dana talangan Bank Century bukan satu-satunya kasus berbau korupsi yang melilit Sri Mulyani selama yang bersangkutan menjadi Menteri Keuangan di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) I dan II. Ada beberapa kasus pajak yang melibatkan Sri Mulyani yang telah sering disampaikan.
Kini pilihan ada di tangan Obama. Ia akan kerepotan bila mengabaikan kedua agenda besar yang sedang berkembang di Indonesia ini.
Tetapi, di sisi lain, Obama akan disambut sebagai pahlawan bila ternyata ia berani mengambil langkah yang tegas untuk memperbaiki keadaan:
Pertama, mengecam Israel dan menghentikan dukungan AS untuk Israel sampai Israel menghentikan blokade Gaza dan meminta maaf atas semua kekerasan yang mereka lakukan.
Dan, kedua, mengkoreksi keputusan Presiden Bank Dunia Robert Zoellick yang mengangkat Sri Mulyani sebagai managing director World Bank Group. Serta menyatakan dukungannya pada proses hukum di Indonesia dan pemberantasan praktik korupsi, termasuk yang dilakukan pejabat negara untuk memperkaya pihak lain, sampai ke akar-akar
Amerika tetap Amerika.....dengan kebijakan selalu Mendua, Negara Demokrat Sejati Kata WN-nya, Bagi Kalangan Dunia ke Tiga atau Dunia Islam sebagai Dermawan yang Anggkuh, yg bertindak sebagai polisi Dunia, menerapkan sanksi-sanksi bagi Negara yg lemah dan membiarkan negara Zionis Israel MendZolimi Negara-Negara Islam. Go To Hell your Democrate...
ReplyDeleteKeadilan akan tercapai jika adanya keseimbangan kekuatan antara Dunia ke Tiga dan Dunia Islam bersatu.....Apa mungkin ? DiDunia sudah tidak ada lagi penyeimbang kekuatan "Amerika" Israel dan sekutunya.
Sri Mulyani cuma bersalah secara politik. Itu jelas sekali. Pansus DPR sama sekali mengabaikan pendapat pelaku perbankan sendiri .aNEH BIN AJAIB, membahas krisis yg tentu melibatkan suasana psikologi pasar malah tidak menkorfirmasi pihak2 yg terkena dmpak dari situasi yg dianggap krisis, atau paling tidak potensial untuk terjadi krisis. JK, yg sedang dongkoldongkolnya krn ditinggal /dibuang SBY & PD PILPRES kalah malah di anggap SBG PAHLAWAN. Dalam alu proses problem solving, sikap JK terhadap situasi saat itu yg tdk setuju Bailout bisa dianggap kontra produktif. Sebab kalau krisis betul2 jd kenyataan tanpa pencegahan, pasti CUMA SBY yang kena getahnya. Dan krisis itu pasti akan dipakai lawan politiknya untuk "menghantamnya " saat kampanye 2009. Sri Mulyani melakukan pekerjaan strategis, taktis. Andai Sri Mulyani tdk berseteru dgn Bakrie, apakah ia tetap akan digoyang? Jawab yg jujur.
ReplyDeletesatu lagi bukti kekuatan lobi politik as-yahudi yang bisa lebih dominan merasuki pemikiran "orang2 modern", hhaha lucu nya
ReplyDelete