Saturday, 22 December 2012

Dipecat DPRD Karena Nikah Kilat, Perkara Bupati Aceng Belum Usai. Perkara tuduhan penipuan dan pemerasan terus diselidiki polisi

Bupati Garut Aceng M Fikri
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Garut memutuskan untuk memberhentikan Bupati Aceng HM Fikri dari jabatannya, Jumat, 21 Desember 2012. Pemberhentian ini direkomendasikan kepada Mahkamah Agung (MA).

DPRD Garut mengambil keputusan setelah mendengarkan pandangan dari delapan fraksi pada rapat paripurna yang digelar untuk membahas kasus nikah siri kilat Aceng dengan seorang gadis yang baru berusia 18 tahun, Fani Oktora. Seluruh fraksi menyatakan mendukung hasil investigasi Panitia Khusus (Pansus) atas kasus menggemparkan ini.

Ketua DPRD Garut Ahmad Bajuri memaparkan ada 45 anggota Dewan yang menyatakan setuju Aceng diberhentikan. Empat lainnya menolak dengan alasan berpegang pada PP No. 19 Tahun 2010 yang menyatakan cukup ada sanksi etika.

"Karena lebih dari 3/4 setuju, maka bisa diambil keputusan pemberhentian," kata Bajuri saat membacakan kesimpulan akhir di kantor DPRD, Jumat, 21 Desember 2012.

Awalnya, dari delapan fraksi, hanya empat fraksi yang mengusulkan Bupati Aceng diberhentikan. Tga fraksi lainnya, yakni PKB, Gerindra, dan Hanura, mengacu pada PP No. 6 dan 19 tahun 2010, menyokong sanksi etika. Sedangkan Fraksi PAN mengacu pada PP No. 19 saja.

Sidang yang dimulai sekitar pukul 14.00 WIB itu sempat diskors sebelum pengambilan keputusan. Setelah skors dicabut, sidang dilanjutkan kembali untuk mengambil kesimpulan. Akhirnya, kesimpulan pun diambil. DPRD mengeluarkan rekomendasi pemberhentian Aceng. Rapat ditutup sekitar pukul 18.20 WIB.

Setelah diputuskan, DPRD langsung bergerak cepat menyampaikan salinan putusan ke Mahkamah Agung dan Bupati Aceng. "Rekomendasi pemberhentian kami kirim ke MA untuk meminta pendapat MA. Setelah disetujui, maka kami akan teruskan ke Mendagri," kata Bajuri.

Merasa dizalimi
Atas keputusan pemakzulan itu, Aceng menyatakan dia akan membela diri. "Mau tidak mau, saya harus membela diri. Saya juga warga negara yang perlu diperlakukan secara adil. Artinya, kalau kesalahannya tidak besar seperti pelanggaran etika, kenapa disampaikan ke MA?" Aceng mempertanyakan dalam wawancara dengan tvOne, Jumat.

Menurut dia, jika memang ada pelanggaran etika, seharusnya itu dilaporkan saja kepada Gubernur sebagai atasannya. Tidak perlu dilimpahkan ke MA. "Kalau disampaikan ke MA itu salah. Ini bukti kezaliman terhadap diri saya," ucapnya memprotes.

Aceng menyatakan persoalan nikah sirinya telah dipolitisasi lawan politik untuk menjatuhkan citranya di mata publik. "Sebetulnya peristiwa itu terjadi lima bulan lalu. Saya heran kenapa mencuat saat ini menjelang Pilkada 2013. Padahal, saya anggap itu persoalan keluarga," ucapnya.
Dia tidak merasa melanggar UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan, dengan tidak mencatatkan pernikahan sirinya itu di kantor Catatan Sipil. "Saya sudah mendapat restu dari istri untuk menikah lagi. Saya semula ingin mencatatkan pernikahan saya itu, tapi ternyata usia pernikahan saya tidak lama. Jadi, tidak sempat tercatatkan," Aceng coba menjelaskan.

Pada rapat Paripurna itu, Aceng mengaku sengaja tidak hadir. Dia tidak ingin dipermalukan di depan anggota Dewan. "Daripada saya dipermalukan, lebih baik saya tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk mengambil keputusan," katanya.

Awal kisah
Pernikahan siri Aceng dengan Fani Oktora terjadi 14 Juli 2012 lalu. Pernikahan hanya berlangsung singkat, empat hari. Melalui pesan singkat (SMS), pada tanggal 17 Juli 2012 Aceng menceraikan Fani.

Kabar ini pun didengar publik dan lalu mengelinding bak bola salju. Beberapa tokoh politik hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menanggapinya. Tak hanya menjadi isu nasional, kasus pernikahan siri kilat ini juga diangkat beberapa media internasional terkemuka.

Salah satunya adalah harian terbesar di Inggris, The Guardian, yang memberitakan kasus Aceng dengan judul besar-besar: "Indonesians protest over Garut chief's text-message divorce".

"Aceng Fikri, Bupati di provinsi Jawa Barat, menikahi Fani Oktora yang berusia 17 tahun sebagai istri keduanya pada Juli lalu. Namun Fikri, 40, menceraikannya dengan cepat melalui SMS, menuduh wanita itu sudah tidak perawan lagi ketika menikah. Aceng mengatakan dia telah menghabiskan sekitar US$26.000 (Rp250 juta) untuk pernikahannya," tulis The Guardian, 4 Desember 2012.

BBC, kantor berita pemerintah Inggris, tak mau ketinggalan. Dengan judul"Outrage after Indonesian official divorces teenage bride", BBC mengatakan bahwa Aceng adalah suami dengan tiga anak yang menikahi seorang remaja tanggung.
BBC juga mengutip pernyataan Aceng yang meminta maaf kepada wanita di Indonesia, namun merasa tidak bersalah. "Saya ingin meminta maaf kepada publik jika ada wanita yang tersinggung. Walaupun yang saya lakukan ini sudah berdasarkan hukum syariah," ujar Aceng dikutip BBC.

Media besar di Amerika Serikat tak mau ketinggalan. Salah satunya Huffington Post. Media ini menulis bahwa kasus Aceng telah menjadi isu nasional yang membuat pemerintah Indonesia gerah. "Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dilaporkan mendiskusikan masalah ini dengan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan pada Selasa saat dia berkunjung ke provinsi itu," tulis Huffington Post.

Lebih gawat lagi, tak hanya pernikahan sirinya dengan Fani, Bupati Aceng juga tersandung kasus pernikahan serupa yang lain. Belakangan, adalah Shinta Larasati yang mengaku dinikahi Aceng hanya dua bulan saja. Pernikahan itu terjadi Maret hingga Juni 2011.

Soal pernikahannya dengan Shinta ini, Aceng membantah. Menurut pengacara Aceng, Ujang Suja'i, pengakuan itu sama sekali tidak benar. "Kata Pak Bupati itu tidak benar," kata Ujang saat dikonfirmasi VIVAnews, 5 Desember 2012.

Kasus penipuan
Sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah dimakzulkan, kasus penipuan dan pemerasan Asep Rahmat Kurnia yang dituduhkan terhadap Aceng, masih terus diproses kepolisian.

Dalam kasus ini, Aceng dilaporkan pernah meminta uang sebesar Rp250 juta dengan janji akan meloloskan Asep sebagai wakil bupati, menggantikan posisi Dicky Candra yang mengundurkan diri.

Sebenarnnya, Aceng telah berdamai dengan Asep. Aceng bahkan telah mengembalikan uang yang sebelumnya diserahkan Asep. Laporan Asep ke Polda Jawa Barat juga sudah dicabut. Akan tetapi, polisi terus mengusut kasus ini dengan alasan perkara ini merupakan delik pidana umum, bukan delik aduan.

Pada Rabu lalu, penyidik Polda Jabar melakukan gelar perkara kasus penipuan itu, untuk menentukan apakah layak dilanjutkan atau harus dihentikan. "Dugaan dan penipuan ini ada surat pencabutan laporannya, tapi penentuan keputusannya nanti dalam gelar perkara," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Pol. Slamet Riyanto. 

No comments:

Post a Comment