Toko kecil di kawasan Pasar Cipete itu kini tertutup rapat. Ukurannya tiga kali empat meter, lokasinya tak jauh dari kali. Ada jembatan beton di depannya, dan jalan di depan kios bercat putih itu becek oleh genangan air. Sampah bertumpuk. Bau tak sedap meruap.
Di depan pintu toko yang menjual daging giling itu, pada Kamis 20 Desember 2012, ada garis polisi menyilang. Seorang lelaki sibuk melayani tiga ibu yang membeli plastik di sebelah kiri toko itu. Di sisi kanan, ada penjual buah. Pekan lalu, toko kecil yang kini senyap itu, masih ramai dikunjungi pembeli.
Kedai itu milik Eko Prayitno. Polisi menggerebek kedainya, pekan lalu. Lelaki 22 tahun itu dituduh menjual daging sapi giling secara curang: ia mencampurnya dengan daging babi. Tentu, daging campuran babi yang haram bagi umat Islam itu, membuat resah banyak orang.
Itu sebabnya kedai Eko itu lama diincar petugas. “Kami mengawasinya dua bulan,” ujar Nurhasan, Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Suku Dinas Perternakan dan Perikanan Jakarta Selatan. Mereka menerima laporan dari warga. Lalu, sebulan sebelum digerebek, setiap hari para petugas datang ke sana. Mereka menyamar sebagai pembeli.
Daging itu lalu diuji di laboratorium. Dua kali dites, ternyata daging itu positif mengandung unsur babi. “Yang ketiga kalinya, kami gerebek”, kata Nurhasan kepada VIVAnews. Dari sana, petugas menyita 50 kilogram daging babi siap giling, dan 15 kilogram daging giling campuran sapi, ayam, dan babi hutan.
Tak ada yang curiga Eko menjual daging campuran babi di kedainya. Rahmat, 25 tahun, penjual plastik sebelah kios Eko, kaget begitu tahu selama ini daging sapi itu dicampur babi sebagai bahan untuk membuat bakso. Dia melihat Eka menggiling daging seperti biasa, daging sapi. “Tapi saya tak tanya daging apa yang digunakan," kata dia.
Kepada polisi, Eka mengaku sengaja mencampurkan daging babi ke adonan bakso. Soalnya, harganya sangat murah. Dia lalu beri alasan: daging sapi langka, dan mahal. "Pengolah daging ini merasa untung besar," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto. Celakanya, Eka sudah tiga tahun melakoni usaha curang itu.
Polisi menetapkan Eka sebagai tersangka. Dia dijerat Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 7 dan Pasal 8 ayat (1) huruf a UU RI No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ancamannya, 5 tahun penjara, dan denda Rp2 miliar.
Tak hanya itu. Eko bisa disangkakan melanggar Pasal 27 Perda DKI Jakarta No 8 Tahun 1989 Tentang Pengawasan Pemotongan Ternak, Perdagangan Ternak dan Daging di Wilayah DKI Jakarta. Ancamannya 3 bulan penjara, dan denda Rp50 ribu. Kini Eka ditahan di Polres Jakarta Selatan.
Pemasok
Saat ditemui di Polres Jakarta Selatan, Eka mengaku daging itu diperolehnya dari pemasok daging, PT Pandawa Express. Kantor perusahaan itu di Cilandak. Dia biasa membeli satu boks dengan isi 27 Kg. Setiap bulannya, pria asal Jawa Tengah ini bisa mengedarkan bahan baku pembuat bakso sekitar 100 kg di Jakarta Selatan.
Eka baru tiga bulan ini membeli daging dari Cilandak. Soalnya, harganya lebih murah dari pasaran, hanya Rp 58.000 per kilogramnya. "Kalau harga aslinya daging sapi itu Rp 85.000. Tapi yang saya tahu itu pemasok daging sapi," kata Eka.
Dia pun menjual daging yang telah ia giling dengan harga miring pula, yaitu Rp 65.000 per kilogram. Alhasil, dia dapat laba Rp5.000 per kilogramnya. Karena murah, daging giling di kedai Eka pun menarik minat pembeli. Tak heran, kiosnya diserbu tukang bakso. "Paling banyak tukang bakso keliling," ucap dia.
Tapi, cerita belum selesai. PT Pandawa Express yang dituding oleh Eko, didatangi petugas. Menurut Nurhasan, dia sudah memeriksa perusahaan pemasok itu. Tapi, petugas tak menemukan daging babi di tempat itu. Sampelnya pun negatif.
Pandawa biasa mengambil daging dari New Zealand. "Kami sudah cek ke sana. 100 persen tidak ada daging babi. Murni daging sapi," kata Hasan. Dia menduga pelaku sengaja mencampurkan daging sapi, dan babi untuk menjadi adonan.
Nurhasan meyakini Eka tahu jika daging murah yang dibelinya itu adalah daging babi. Istilah daging babi di kalangan pedagang adalah 'daging dingin'. Daging dingin itu berada di freezer, dengan harga sangat murah. Jadi tidak mungkin jika harganya Rp90 ribu, mereka menawar dengan harga Rp45 ribu.
Saat ini polisi memburu penyedia daging babi itu. Biasanya kalau daging celeng dikirim dari Bengkulu, hasil buruan. Hasan mengatakan sebenarnya keresahan warga atas heboh bakso babi ini bukanlah perkara bahaya atau tidak. Soalnya jelas, hanya halal dan haram .
Pelaku
Kasus bakso daging sapi ini ditemukan hampir di semua wilayah Ibukota. Jakarta Selatan adalah wilayah paling banyak menjual bakso berdaging babi.
Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan DKI Jakarta, Ipih Ruyani, menyebut di Jakarta Timur, dari delapan sampel, dua tempat positif menjual bakso mengandung babi. Di Jakarta Selatan dari 46 tempat, enam positif. Di Jakarta Utara dari delapan, dua positif. Sedangkan di Jakarta Barat, tiga pedagang di sejumlah pasar kawsan itu positif mengandung babi.
Penjual bakso mengandung babi memang tak langsung ditangkap. Terlebih dahulu diamati, dan diberi surat peringatan untuk tidak menipu pembeli memakai daging babi untuk campuran bakso sapi. Petugas akan mengintai setiap kedai yang dicurigai, dan menangkap basah pelakunya.
Ipih mengimbau warga yang curiga ada bakso sapi mengandung babi di sekitar mereka agar melapor ke Dinas Peternakan DKI Jakarta. Sebab, kata dia, sulit membedakan bakso babi itu karena sudah tercampur adonan tepung dan bumbu. “Baru bisa dipastikan dengan uji laboratorium," ujarnya (Lihat tips membedakan bakso sapi dan babi di Bagian 2: Infografik: Teror Bakso Babi).
Resah
Kasus bakso babi ini membuat resah para pedagang bakso. Rezeki mereka terancam. Beberapa hari sejak penggerebekan kios Eko, pendapatan sejumlah pedagang bakso kandas. Sari, pedagang bakso di Jalan Damai Raya, Cipete, misalnya. Biasanya siang menjelang sore, dia sudah kebanjiran pembeli. “Sekarang kelihatannya sepi," ujar Sari.
Biasanya, Sari memperoleh pendapatan Rp500 ribu. Tapi sekarang, Rp400 ribu saja tak sampai. Untuk membuat bakso, dia mengaku menggiling sendiri. Pedagang lainnya, Sugiman, harus memutar otak agar bisa bertahan. Dia terpaksa memperbanyak siomay, agar tak terlalu rugi karena baksonya tak laku.
Begitu juga pembeli bakso. Mereka khawatir. Hani, 15 tahun, yang biasa doyan bakso kini agak hati-hati. Warga Cipete itu kini malah hanya membeli mie ayam. "Takut kalau makan bakso. Biasanya seminggu 4 kali saya makan bakso di sini," kata Hani, yang ditemui di kawasan penjual makanan di Jalan Damai Raya, Cipete .
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo pun telah memerintahkan jajarannya merazia penjualan daging di Ibukota. Perintah itu sudah dilaksanakan sejak pekan lalu. Tapi, ada problem lain. "Harga daging sapi melonjak," ujar Jokowi. (Mengapa daging sapi mahal, baca Bagian 3: Lapak Sepi Omzet Melorot). Itu juga jadi alasan Eko mengoplos daging sapi giling dengan babi.
Kini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencoba menghitung kembali stok daging sapi di Jakarta. Kalau jumlahnya kurang, maka “Kita akan meminta kementerian terkait menambah kuota daging sapi,” ujarJokowi.
Dengan begitu, tak ada alasan bagi orang curang seperti Eka menipu pembeli dengan mengoplos daging sapi giling dengan daging babi.
No comments:
Post a Comment