Friday 25 January 2013

Mengapa Butuh Rp1 Triliun Keruk Waduk Pluit?. Tanpa Waduk Pluit, 40,6 persen wilayah Jakarta akan tenggelam

Jokowi pantau banjir di kawasan Pluit
Banjir melumpuhkan Pluit berhari-hari. Air di wilayah utara Jakarta itu memang paling lamasurutnya. Dua panel pompa Waduk Pluit yang berkapasitas 35 meter kubik per detik dan 4 meter kubik per detik terendam banjir, sehingga tidak dapat dioperasikan.
Ditambah lagi dengan laut pasang hingga mencapai rekor tertinggi, yaitu 1 meter pada Kamis dan Sabtu lalu. Alhasil, Waduk Pluit yang memiliki luas 80 hektare itu tak mampu menahan semua limpahan air. Akhirnya air meluap merendam rumah warga. Sedikitnya 4.000 jiwa yang bermukim di Kelurahan Pluit pun terbenam.

Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, mengatakan waduk terbesar milik Jakarta itu memang tak dapat lagi menampung air secara maksimal. Soanya, sedimen di waduk itu kian tebal. Volume waduk yang semestinya sepuluh meter jadi lebih dangkal, hingga tinggal dua sampai tiga meter.
Untuk mengatasi banjir di masa mendatang, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun segera mengeruk Waduk Pluit.

Untuk pekerjaan itu, dana sebesar Rp1 triliun disiapkan, antara lain untuk mengeruk dan memperluas Waduk Pluit. Menurut Jokowi, uang sebanyak itu akan digunakan untuk pengadaan sheet pile dan pengerukan. "Untuk sheet pilesebesar Rp190 miliar dan Rp800 miliar dianggarkan untuk mengeruk waduk," katanya, Kamis, 24 Januari 2013.

Dana itu akan diambil dari anggaran pendapatan dan belanja daerah DKI Jakarta 2013. Meskipun anggran itu belum disahkan, Jokowi menargetkan pembangunan waduk bisa dilakukan mulai tahun ini. "Harus segera dimulai, kalau ditunda-tunda nanti lupa lagi."

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, menambahkan tanpa adanya Waduk Pluit, 40,6 persen wilayah Jakarta akan tenggelam. Sebab, kata dia, wilayah ini menjadi jalur lintasan air dan posisi muka tanah yang berada di bawah permukaan laut.

Mantan Bupati Belitung Timur ini, menjelaskan Waduk Pluit telah ada sejak zaman Belanda. Waduk itu dirancang Belanda untuk menangani banjir sampai Monas, termasuk Istana Negara. "Jadi memang objek vitalnya negara ya Waduk Pluit itu. Tapi sayang sudah dijarah orang sampai 20 hektare. Itu persoalannya," kata Ahok.

Lokasi ini menjadi salah satu titik ideal untuk bermukim. Wilayah itu dekat  dengan Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Potensi banjir di sana relatif dapat dikendalikan asal waduk itu bisa dikelola dengan baik.

Ahok menuturkan, pengerukan Waduk Pluit juga harus dibarengi normalisasi waduk lain. Selain Waduk Pluit, Pemprov DKI akan melakukan perbaikan beberapa waduk pintu air lainnya, yaitu Waduk Marina, Ancol dan pintu air Pasar Ikan.

Relokasi warga
Kondisi Waduk Pluit diperparah oleh banyaknya pemukiman liar di sana. Makin hari, lokasi itu kian sesak. Ada sekitar 17 ribu kepala keluarga yang kini berdiam di pinggir waduk itu. Pada musim hujan, waduk penuh sampah dan tertutup tanaman enceng gondok. Permukaannya juga penuh busa.

Guna mengembalikan kondisi seperti sedia kala, Pemprov DKI akan memindahkan penghuni rumah liar itu ke rumah susun. Tapi sayangnya dari jumlah tersebut, hanya 31 KK yang bersedia direlokasi. "Selebihnya masih belum mau dipindah," ujar Wali Kota Jakarta Utara, Bambang Sugiyono.

Bambang mengatakan, bila bersedia dipindahkan, warga pinggiran akan direlokasi ke rusun yang telah disiapkan Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI Jakarta. Menurutnya, pemerintah terus membujuk warga agar mau dipindah. "Kami sampaikan kalau pindah, apa saja kompensasi yang didapat, pendekatan persuasif terus kami lakukan," kata Bambang.

Kepala Unit Pengelola Teknis Rumah Susun Wilayah 1 DKI Jakarta, Kusnindar, mengungkapkan setidaknya ada 32 kepala keluarga (KK) atau sekitar 150 jiwa warga Pluit telah terdaftar sebagai calon penghuni Rusun Marunda.

Dia berharap pindahnya sebagian warga akan diikuti warga lainnya di sekitar Waduk Pluit. Instansinya menyiapkan 1.000 unit kamar di Rusun Pulogebang, Rusun Pinus Elok, dan Rusun Marunda. "Di Rusun Marunda sendiri kami telah menyiapkan 200 unit kamar. Kami tetap prioritaskan dulu yang wilayah Jakata Utara," ucap Kusnindar.
Petugas juga mendata warga tanpa diverifikasi. Berbeda dengan kondisi sebelumnya yang harus diverifikasi, didata dan diundi. Selama satu bulan pertama warga juga tidak dipungut uang sewa. Sedangkan setelah satu bulan akan dipungut bayaran sekitar Rp150 ribu per bulan. "Karena di sini sifatnya darurat. Mereka langsung masuk ke rusun dengan syarat melampirkan KTP DKI Jakarta," ujar Kusnidar.

No comments:

Post a Comment