Front Pembela Islam kembali melakukan aksi sweeping. Kini aksi dilakukan terhadap lokalisasi Alas Karet di Sukorejo, Kendal, Kamis 18 Juli 2013. Bedanya, dibanding berbagai insisden sebelumnya, kali ini warga melawan.
Data yang dihimpun VIVAnews, bentrok berawal saat FPI merazia sejumlah lokasi prostitusi, Rabu malam. Aksi sweeping itu dihentikan warga dan terjadi bentrokan kecil, tetapi bisa dikendalikan.
Bentrok kecil ini rupanya belum berakhir. Pada Kamis siang, FPI ternyata membawa massa lebih banyak lagi. Mereka tak cuma dari Sukorejo, Kabupaten Kendal, tapi juga menyertakan anggota dari Keabupaten Temanggung. Mereka menyerbu Sukorejo dengan mengendarai 10 mobil dan belasan sepeda motor.
Kapolres Kendal AKBP, Asep Jenal Ahmadi, mengatakan, kepolisian sudah menerima laporan bahwa FPI akan melakukan aksi ini. Polisi pun mengawal konvoi itu.
Sampai di depan SPBU Sapen, salah satu mobil yang ditumpangi anggota FPI, Avanza hitam AB 7105 SA, menabrak pengendara motor yang berboncengan, yakni Suyatmi (35) dan Tri Munarti (50), warga Kecamatan Pageruyung, Kabupaten Kendal. "Ini yang membuat warga marah," kata Asep.
Tri Munarti luka parah, kemudian meninggal di rumah sakit setempat. Sedangkan Suyatmi mengalami luka di bagian kepala dan masih dirawat.
Bukan cuma menabrak dua orang, rombongan FPI yang mengatakan diri sebagai aksi damai ini juga menabrak polisi. “Mobil yang dikendarai Soni Haryono (38) itu menabrak petugas Brigadir Agus yang sedang bertugas mengatur lalu lintas," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri, Agus Rianto, Jumat.
Warga yang tersulut emosinya, mengejar kemudian membakar mobil itu. Sopir dan sejumlah penumpangnya melarikan diri. Sementara, puluhan anggota FPI lainnya menyelamatkan diri dengan cara masuk ke Masjid Sukorejo yang jaraknya sekitar 20 meter dari alun-alun.
Satu anggota FPI diduga menjadi korban penganiayaan. Mobil anggota FPI lain, yakni Kijang warna biru H 8789 NL, Avanza hitam AA 8873 PE, dan Mitsubishi Colt T F 1479 FG akhirnya dirusak warga.
Sebagian anggota FPI tunggang langgang. Anggota FPI yang berlindung di Masjid Sukorejo dikepung massa. Petugas gabungan yang terdiri dari polisi, TNI, dan pasukan Brimob Polda Jateng yang tiba di lokasi langsung melarang warga masuk ke dalam masjid agar tak terjadi bentrokan susulan.
Malamnya, mereka baru dievakuasi ke Mapolres Kendal. Masyarakat Sukorejo masih siaga dan polisi masih terus berjaga.
Atas kejadian ini, Polres Kendal menetapkan tiga anggota FPI Temanggung sebagai tersangka. Satu tersangka pengemudi mobil Toyota Avanza AB 1705 SA bernama Soni Haryono (38) yang menabrak pengendara motor, dan dua tersangka lagi Satrio Yuono (22) dan Bayu Agung Wicaksono (22). Mereka kedapatan membawa senjata tajam. "Puluhan anggota FPI lainnya sudah diantar pulang ke Temanggung Jumat pukul 05.00," kata Asep.
Ketua FPI Jawa Tengah, Syihabudin, mengatakan bentrok warga versus FPI ini berawal dari pawai anggota FPI. Saat melewati tempat prostitusi Alaska, di situlah mendadak terjadi bentrok. “Mobil FPI dirusak dan dikejar. Nah, saat itulah kami menabrak orang,” ujar dia kepada VIVAnews, Jumat.
Sementara, Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat FPI, Awit Masyhuri, mengatakan, ada preman yang memicu bentrok warga dan FPI tersebut. Menurutnya, salah satu mobil FPI yang digunakan dalam konvoi dibakar preman. “Katanya yang dibakar itu mobil yang menabrak warga hingga tewas,” kata dia.
Negara Hukum
Kepolisian sebenarnya telah melarang organisasi massa melakukan razia tempat-tempat hiburan, termasuk kepada FPI. Penertiban dan penindakan adalah wewenang polisi sebagai alat keamanan negara. “Sweeping, razia, selain aparat polisi itu tidak dibenarkan,” kata Agus.
Polisi meminta ormas-ormas Islam, khususnya FPI, supaya tidak melakukan sweeping lagi. “Jika ada tempat hiburan yang perlu ditertibkan, silakan lapor kepada kami, biar kami yang bertindak,” ujar Agus.
Ormas-ormas atau kelompok masyarakat yang ingin melakukan konvoi juga harus lebih dulu meminta izin keramaian kepada pihak berwajib.
Kendati demikian, Polri tetap menghormati hak kebebasan berserikat dan berorganisasi. Sebab kebebasan berserikat adalah hak semua warga yang diatur undang-undang.
Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Eva Kusuma Sundari meminta aparat kepolisian tegas menindak anggota FPI yang terlibat kekerasan. Menurutnya, arogansi FPI harus dilawan dan diakhiri.
"Ini ironi negara hukum yang patut ditangisi, ketika aparat hukum tidak melaksanakan hukum dalam menjaga keamanan dan ketertiban," kata Eva, Jumat.
Menurutnya, polri harus introspeksi atas kinerjanya selama ini sehingga menciptakan insiden Kendal. Hal itu terjadi karena pembiaran yang dilakukan kepolisian atas aksi premanisme pada kasus-kasus sebelumnya.
Seharusnya, kepolisian tidak memberi izin mereka pawai dan berkumpul untuk merencanakan penyerangan. "Atau menangkap penggerak mereka agar mobilisasi kebencian dan kekerasan terhenti."
UU Ormas yang baru saja disahkan, lanjut Eva, harus segera diterapkan guna mengatasi praktik kekerasan yang terus terjadi.
Hal senada disampaikan Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat Ruhut Sitompul. Menurut dia, mestinya polisi tak lagi sungkan menindak FPI karena saat ini sudah ada UU Ormas. "Mendagri juga sebagai pembina politik harus tegas, kalau FPI berlaku seperti ini harus dibubarkan. Jangan ragu-ragulah, ini negara hukum," ujarnya.
Kepolisian sebenarnya telah melarang organisasi massa melakukan razia tempat-tempat hiburan, termasuk kepada FPI. Penertiban dan penindakan adalah wewenang polisi sebagai alat keamanan negara. “Sweeping, razia, selain aparat polisi itu tidak dibenarkan,” kata Agus.
Polisi meminta ormas-ormas Islam, khususnya FPI, supaya tidak melakukan sweeping lagi. “Jika ada tempat hiburan yang perlu ditertibkan, silakan lapor kepada kami, biar kami yang bertindak,” ujar Agus.
Ormas-ormas atau kelompok masyarakat yang ingin melakukan konvoi juga harus lebih dulu meminta izin keramaian kepada pihak berwajib.
Kendati demikian, Polri tetap menghormati hak kebebasan berserikat dan berorganisasi. Sebab kebebasan berserikat adalah hak semua warga yang diatur undang-undang.
Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Eva Kusuma Sundari meminta aparat kepolisian tegas menindak anggota FPI yang terlibat kekerasan. Menurutnya, arogansi FPI harus dilawan dan diakhiri.
"Ini ironi negara hukum yang patut ditangisi, ketika aparat hukum tidak melaksanakan hukum dalam menjaga keamanan dan ketertiban," kata Eva, Jumat.
Menurutnya, polri harus introspeksi atas kinerjanya selama ini sehingga menciptakan insiden Kendal. Hal itu terjadi karena pembiaran yang dilakukan kepolisian atas aksi premanisme pada kasus-kasus sebelumnya.
Seharusnya, kepolisian tidak memberi izin mereka pawai dan berkumpul untuk merencanakan penyerangan. "Atau menangkap penggerak mereka agar mobilisasi kebencian dan kekerasan terhenti."
UU Ormas yang baru saja disahkan, lanjut Eva, harus segera diterapkan guna mengatasi praktik kekerasan yang terus terjadi.
Hal senada disampaikan Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat Ruhut Sitompul. Menurut dia, mestinya polisi tak lagi sungkan menindak FPI karena saat ini sudah ada UU Ormas. "Mendagri juga sebagai pembina politik harus tegas, kalau FPI berlaku seperti ini harus dibubarkan. Jangan ragu-ragulah, ini negara hukum," ujarnya.
No comments:
Post a Comment