Monday 31 December 2012

Aceng Fikri: Masalah Pribadi Saya Dipolitisasi "Media mengekspos saya sangat jauh dari objektifitas atau faktanya."

Bupati Garut HM Aceng Fikri menjadi sorotan publik setelah dia dituding merendahkan dan melecehkan perempuan. Aceng menikahi Fani Oktora secara siri, lalu menceraikannya empat hari kemudian.
Komentarnya yang "garing" tentang bekas istrinya itu, membuat publik, terutama media, membidik Aceng. Dia pun menjadi perbincangan dari kalangan atas sampai bawah. Tapi, Aceng berpendapat maraknya pemberitaan dirinya, terutama aneka kecaman itu, bertujuan politik. Dia menduga popularitasnya sengaja dijatuhkan demi persaingan pilkada di Garut berikutnya.
Aceng juga menuding aksi massa yang menuntut dia mundur dari jabatan bupati, adalah bagian dari mobilisasi para lawan politiknya. Lalu, apa versi Aceng soal kasus yang menimpanya itu? Kepada Diki Hidayat dari VIVAnews,Aceng Fikri bicara secara terbuka menjawab aneka tudingan itu. Berikut petikannya:
Bisa jelaskan mengenai pernikahan Anda dengan Fani Oktora?
Pernikahan itu memang saya lakukan. Tidak sedikitpun saya terbersit niat jelek untuk mempermainkan pernikahan. Saya melakukan itu atas restu dari istri saya. Tapi yang diberitakan selama ini tidak benar. Pernikahan berlangsung 4 hari kemudian perceraian lewat SMS, ini kan sisi kekurangan. Sayangnya, sisi ini saja yang diekspos sehingga memicu kemarahan masyarakat.
Kenapa Anda tiba-tiba menceraikan Fani padahal baru empat hari menikah?
Karena memang ada sesuatu hal, sangat privasi. Menurut saya itu juga sangat prinsip. Sehingga saya beranggapan, kalau pernikahan itu berlangsung lama malah akan menjadi siksaan dan penderitaan bagi kedua belah pihak. Nah, maka saya mengambil sikap sekarang daripada akhirnya nanti akan menderita lebih besar. Saya lebih baik mengambil sikap diselesaikan saja semuanya.

Anda juga dikabarkan pernah menikah dengan Sinta yang juga singkat. Bisa dijelaskan?
Halah. Malah saya kan dituduh beristri 7. Ada sebuah media yang menyampaikan masalah itu akan saya somasi. Itu tidak benar. Kok ada ya dugaan seperti itu. Mungkin karena saking enggak ada isu yang lebih menarik, selain isu tentang saya begitu sehingga itulah yang dieksplor.

Sebagai pemimpin, apakah semua hal ini tidak bertentangan dengan hati Anda?
Seperti yang pernah saya sampaikan, saya melakukan itu bukan dalam kapasitas saya sebagai Bupati Garut secara institusi, tapi lebih pada privasi saya. Sehingga sesungguhnya ini tidak ada korelasinya dengan keputusan publik. Apakah dengan pernikahan itu lantas roda pemerintahan menjadi tidak berjalan? Kan tidak. Artinya, korelasinya tidak ada. Nah, maka saya tegaskan: tolong, ini adalah permasalahan yang sangat pribadi, bukan ranahnya publik. Dan tidak ada kan kaitannya dengan jalannya roda pemerintahan.

Sebenarnya ini bukan kasus baru, tapi kenapa hanya kasus Anda saja yang disoroti?
Saya mengharapkan keadilan itu sama bagi setiap warga negara, terlebih lagi bagi public figure. Saya juga sebagai pejabat publik tentunya ingin mendapatkan perlakuan yang sama, jangan diperlakukan diskriminatif. Kenapa untuk kasus saya ini seolah-olah menjadi isu yang sangat seksi, tapi untuk yang lain tidak menjadi isu seksi? Padahal sama-sama tokoh publik. Perlu diingatkan, orang yang melakukan pernikahan siri sampai hari ini banyak dari kalangan pejabat, termasuk pejabat di Kabupaten Garut. Tapi kenapa yang lain tidak menjadi topik pembicaraan .

Lalu mengapa isu ini menjadi besar?
Ya inilah, kadang-kadang ada hal yang sangat memprihatinkan. Media mengekspos saya sangat jauh dari objektifitas atau faktanya. Kadang-kadang yang dibidik itu sisi arogansinya saya dan sisi jeleknya saya saja, tidak melihat prestasi yang pernah saya capai atau hasil-hasil pembangunan yang Pemerintah capai. Saya merasa prihatin dengan itu.
DPRD berupaya menurunkan Anda dari jabatan bupati ...
Saya sudah berkoordinasi dengan kuasa hukum dan saya serahkan sepenuhnya kepada kuasa hukum saya untuk menanggapi semua ini.
Menteri Dalam Negeri mengatakan langkah DPRD Garut sudah benar dengan membentuk Pansus ... 
Itu juga termasuk pada ranah hukum, jadi yang menanggapi pertanyaan itu kuasa hukum saya. Apakah pelanggaran atau tidak, apakah sudah benar secara hukum atau belum, biar kuasa hukum saya yang mengurusi itu. Mereka kan akan lebih tahu jalan terbaik untuk menyelesaikan persoalan hukum.
Kenapa Anda menggugat keputusan DPRD Garut itu ke PTUN?
Agar persoalan saya ini bisa diselesaikan secara cepat tepat, tidak mengambang. Mungkin itu jalan yang strategis, yang baik, dan juga tidak merusak hubungan dengan berbagai pihak.

Bukankah sebelumnya Anda terkesan sudah menerima seluruh keputusan DPRD?
Ya, saya siap menerima keputusan itu jika betul-betul proporsional, tidak subjektif, juga mencerminkan aspek keadilan. Karena, saya sebagai warga negara sama kedudukannya dimata hukum yang berhak atas diperlakukan adil dan tidak diskriminatif.

Apa strategi yang Anda persiapkan?
Saya optimis di Mahkamah Agung  juga sangat bijak untuk mengkaji secara materil bagaimana substansi dari apa yang dipersoalkan selama ini.

Apabila keputusan MA ternyata memecat Aceng, bagaimana langkah Anda selanjutnya?
Ya, langkah ke depan akan saya upayakan pembelaan hak-hak saya. Karena saya pun merasa bahwa ini kesannya politisasi. Kalau misalnya adanya pelanggaran dan dikaji secara yuridis hukum kemudian sanksinya itu berbanding lurus dengan itu, tidak masalah. Tapi kan ini persoalan sudah jauh dipolitisasi, sarat dengan nuansa politis. Maka banyak hal yang menjadi pertanyaan besar.  
Kenapa politis?
Saya menganggap ini sarat dengan muatan politik. Karena setahu saya tahapannya itu kan, pertama, hak interplasi. Kemudian hak angket. Kemudian dibentuk Pansus, atau misalnya diawali rapat kerja dulu. Kemudian pemanggilan bupati untuk menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi. Tapi ini kan langsung didorong ke arah Pansus yang seolah-oleh ini dikejar oleh waktu yang limitnya sudah ditentukan.

Jadi menurut Anda Pansus DPRD telah melakukan sejumlah manuver yang tidak perlu untuk mengurusi kasus nikah siri?
Ya. banyak sekali persoalan yang sesungguhnya menjadi persoalan publik yang itu jauh lebih berkualitas dan lebih urgent untuk disikapi. Contoh misalnya ketika rakyat menuntut hak hidup, kasus tanah perkebunan Condong, kemudian ada juga yang Cilawu, atau pencemaran limbah terjadi bertahun-tahun. Kenapa ya itu tidak dibentuk Pansus? Tapi persoalan (pernikahan siri) ini, yang nota bene sangat privasi dan terjadi 5 bulan lalu peristiwanya kemudian didesak oleh sekelompok masyarakat, yang itu pun belum tentu merepretasikan masyarakat Garut, kok ini direspon sangat begitu cepat ?
Anda pernah mengatkan merasa dihakimi secara tidak adil oleh Pansus DPRD dalam pernikahan dengan Fani Oktora. Mengapa?
Begini ya, saya kan dua kali dipanggil. Yang pertama oleh tim ivestigasi Depdagri. Nah, yang saya sayangkan, kenapa kesimpulannya itu hasilnya itu tidak menggambarkan secara utuh apa yang telah saya sampaikan. Misalnya, saya menyatakan bahwa saya bukan tidak mencatatkan (pernikahan), bedakan tidak mencatat dengan belum mencatatkan. Itikad baik saya itu bisa di-cross check. Dulu saya sampaikan kepada pihak keluarga FO dan mereka pun mengakui bahwa itu akan dicatatkan. Kemudian, pencatatan itu menjadi urung karena prahara rumah tangga terjadi. Nah itukan bukan niatan tidak dicatatakan. Saya pun dengan keluarga FO sudah berbaikan, sudah islah, saling memaafkan dan minta maaf. Jadi islah itu merupakan penyelesaian tertinggi dan seharusnya itu menjadi pertimbangan yang betul-betul signifikan baik bagi tim investigasi Depdagri ataupun tim pansus DPRD itu sendiri. Tapi ini sama sekali tidak ada signifikasi.

Menurut Anda ada kejanggalan dalam kerja Pansus itu?
Menurut saya yang disimpulkan dari apa yang diinvestigasi tim Depdagri atau dari Pansus itu tidak menggambarkan peristiwa secara utuh. Objektifitasnya pun, menurut saya, sangat diragukan.

Anda yakin masih didukung masyarakat Garut?
Tadinya saya juga was-was. Tadinya saya takut dilempari, dicaci maki. Saya takut disakiti sekalipun selama ini sangsi sosial cukup pedih, menyakitkan bagi saya dan keluarga, ada hujatan dan kecaman. Tapi kalau melihat fakta di lapangan, setelah beberapa kali saya terjun, ternyata ketika saya bertemu ibu-ibu, malah ibu-ibu itu antusias menyerbu saya untuk bersalaman, malah minta foto bersama. Itu artinya masyarakat dibawah itu masih respect(menghormati).

Anda juga merasa aksi unjuk rasa atas diri Anda juga dimobilisir?
Ya jelas lah itu dimobilisasi pihak tertentu. Saya menemukan beberapa fakta ternyata ada mobilisasi massa dari Sumedang, Tasikmalaya, dan beberapa daerah diluar Garut lho. Apa kepentingannya? Kalau mereka tidak digerakkan, mereka tidak akan bergerak .

Dari publik sampai bahkan pejabat publik juga ikut memojokkan Anda. Lalu? 
Saya berharap kalau sesama public figure ya mungkin jangan gampang mengeluarkan statement sebelum tahu secara persis peristiwanya itu seperti apa, jangan larut dengan mengomentari apa yang terekspos di media. Harus lebih jauh berfikir bijak bahwa sesungguhnya peristiwa ini ada nuasa politik atau tidak.

Soal ada dukungan terhadap Dicky Chandra untuk kembali memimpin Garut, bagaimana komentar Anda?
No problem. Siapapun yang ke depan memimpin Garut, silahkan. Kalau misalnya Pak Dicky ingin mencalonkan kembali atau punya kemampuan untuk memimpin Garut, bagi saya silahkan dan sah-sah saja. Tapi buktikan dulu dong kerja di masyarakat.
Soal dugaan Anda ada upaya lawan politik yang sengaja ingin menjatuhkan citra Anda. Bisa dijelaskan?
Aduh… Kalau ditanya itu, saya belum bisa menyebutkan. Tapi yang jelas dari pengamatan dan analisa saya, semua ini terjadi setelah beredarnya hasil survei salah satu lembaga survei di mana ada 11 tokoh yang mempunyai kans untuk Pemilukada yang akan datang, termasuk saya. Saya mendapatkan 90 persen popularitas, urutan pertama. Nah, sehingga dari situ memicu orang yang punya obsesi melakukan apakah itu manuver, apakah itu strategi, atau apapun, agar saya itu tidak mempunyai kans ke depan.

No comments:

Post a Comment