Memasuki 2013 ini, masyarakat Amerika Serikat dapat bernafas lega. DPR AS akhinya menyetujui undang-undang baru untuk menyelamatkan negeri mereka dari Jurang Fiskal (Fiscal Cliff). Publik AS terhindar dari kenaikan pajak yang tinggi dan merata bagi seluruh rakyat AS.
Selain kenaikan pajak yang tinggi, negeri paman Sam ini terhindar dari pemangkasan program pemerintah secara drastis--seperti layanan kesejahteraan dan kesehatan--yang bisa membuat negara yang dipimpin oleh Barack Obama ini kembali menderita krisis ekonomi.
Kantor berita Reuters melaporkan persetujuan DPR itu melalui pemungutan suara dalam sidang khusus yang berlangsung alot hingga jelang tengah malam waktu Washington DC atau Rabu siang WIB. Sebanyak 257 anggota mendukung, 167 menolak. Sebelumnya, melalui pemungutan suara pula, Senat sudah menyetujui langkah-langkah pemerintah untuk mencegah Jurang Fiskal.
Dalam kompromi yang berlangsung sangat alot itu, mayoritas anggota DPR menyepakati apa yang telah dicapai Senat mengenai kenaikan pajak bagi kaum kaya. Menurut stasiun berita BBC, pemerintah akan memperpanjang pemotongan pajak (tax cut) bagi mereka yang berpenghasilan US$400.000 ke bawah per tahun. Jumlah ini lebih besar dari yang dikehendaki Partai Demokrat, yaitu US$250.000 ke bawah per tahun.
Namun, akan ada kenaikan pajak warisan dari 35 persen menjadi 40 persen. Selain itu pajak investasi juga naik menjadi 20 persen. Para anggota Kongres pun sepakat pemotongan anggaran pemerintah ditunda selama selama dua bulan, menunggu hasil perundingan berikut. Selain itu, akan ada perpanjangan tunjangan pengangguran selama satu tahun, yang berdampak bagi sekitar dua juta orang.
Disepakati pula perpanjangan lima tahun atas pemberlakuan kredit pajak untuk membantu para keluarga miskin dan kelas menengah. Kesepakatan-kesepakatan ini selanjutnya akan dibuat menjadi undang-undang dan segera ditandatangani oleh Presiden Barack Obama.
Bila tidak ada kesepakatan baru mengenai pemasukan dan pembiayaan negara oleh Kongres tersebut, otomatis mulai 1 Januari 2013 pemerintah harus menerapkan kenaikan pajak untuk semua kalangan dengan nilai total US$536 miliar di berbagai sektor dan pengurangan anggaran sebesar US$109 miliar, baik untuk program domestik maupun militer.
Selain kenaikan pajak yang tinggi, negeri paman Sam ini terhindar dari pemangkasan program pemerintah secara drastis--seperti layanan kesejahteraan dan kesehatan--yang bisa membuat negara yang dipimpin oleh Barack Obama ini kembali menderita krisis ekonomi.
Kantor berita Reuters melaporkan persetujuan DPR itu melalui pemungutan suara dalam sidang khusus yang berlangsung alot hingga jelang tengah malam waktu Washington DC atau Rabu siang WIB. Sebanyak 257 anggota mendukung, 167 menolak. Sebelumnya, melalui pemungutan suara pula, Senat sudah menyetujui langkah-langkah pemerintah untuk mencegah Jurang Fiskal.
Dalam kompromi yang berlangsung sangat alot itu, mayoritas anggota DPR menyepakati apa yang telah dicapai Senat mengenai kenaikan pajak bagi kaum kaya. Menurut stasiun berita BBC, pemerintah akan memperpanjang pemotongan pajak (tax cut) bagi mereka yang berpenghasilan US$400.000 ke bawah per tahun. Jumlah ini lebih besar dari yang dikehendaki Partai Demokrat, yaitu US$250.000 ke bawah per tahun.
Namun, akan ada kenaikan pajak warisan dari 35 persen menjadi 40 persen. Selain itu pajak investasi juga naik menjadi 20 persen. Para anggota Kongres pun sepakat pemotongan anggaran pemerintah ditunda selama selama dua bulan, menunggu hasil perundingan berikut. Selain itu, akan ada perpanjangan tunjangan pengangguran selama satu tahun, yang berdampak bagi sekitar dua juta orang.
Disepakati pula perpanjangan lima tahun atas pemberlakuan kredit pajak untuk membantu para keluarga miskin dan kelas menengah. Kesepakatan-kesepakatan ini selanjutnya akan dibuat menjadi undang-undang dan segera ditandatangani oleh Presiden Barack Obama.
Bila tidak ada kesepakatan baru mengenai pemasukan dan pembiayaan negara oleh Kongres tersebut, otomatis mulai 1 Januari 2013 pemerintah harus menerapkan kenaikan pajak untuk semua kalangan dengan nilai total US$536 miliar di berbagai sektor dan pengurangan anggaran sebesar US$109 miliar, baik untuk program domestik maupun militer.
Istilah Jurang Fiskal pertama kali digunakan oleh Gubernur Bank Sentral Amerika, Ben Bernanke, pada akhir Februari 2012 untuk menggambarkan ancaman krisis fiskal di AS menyusul utang yang sangat besar dan defisit anggaran yang melebar.
Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah AS harus membuat program untuk mengurangi defisit dengan menaikkan pajak dan mengurangi belanja negara. Program tersebut diatur dalam undang-undang, Budget Control Act of 2011, yang merupakan hasil kompromi antara pemerintahan Obama (Partai Demokrat) dengan Kongres (yang dikuasai Partai Republik). Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa kenaikan pajak dan pemotongan anggaran akan berlaku otomatis mulai awal 2013.
Baik pemerintah AS maupun pakar ekonomi sepakat bahwa Jurang Fiskal ini bisa berbahaya bagi ekonomi AS. Peningkatan pajak dan pengurangan belanja pemerintah akan membuat resesi kembali muncul dan pengangguran kembali melonjak, disertai dengan tingginya inflasi dan dampak-dampak negatif lainnya.
Sambutan Pasar
Pasar keuangan dunia menanggapi positif langkah kongres AS untuk mencegah Jurang Fiskal. Seperti dilansir CNBC, bursa Asia naik ke level tertinggi dalam lima bulan terakhir setelah adanya keputusan ini, sedangkan saham Eropa juga diprediksi menguat.
"Jika kabut yang disebabkan Fiscal Cliff menghilang, mungkin akan ada pergerakan untuk menempatkan kembali portofolio ke saham," kata Satoshi Okagawa, Analis Senior Pasar Global di Sumitomo Mitsui Banking Corporation, Singapura.
"Jika kabut yang disebabkan Fiscal Cliff menghilang, mungkin akan ada pergerakan untuk menempatkan kembali portofolio ke saham," kata Satoshi Okagawa, Analis Senior Pasar Global di Sumitomo Mitsui Banking Corporation, Singapura.
Namun, Managing Director and Head of Sovereign and Institutional Strategy JP Morgan Asset Management Hongkong, Andrews Economos, memperingatkan investor masih ada batu penghalang berupa ancaman pemotongan anggaran yang ditunda dan masih dinegosiasikan dua bulan ke depan. "Ini masih dapat mengganggu pasar hingga akhir kuartal pertama yang akan berombak," katanya.
Hal senada diungkapkan oleh Senior Analis dari Thomson Reuters, John Noonan, seperti dikutip ABC News. Menurut dia, meskipun upaya penghindaran Jurang Fiskal telah disepakati Kongres, masih banyak yang harus dilakukan oleh politisi untuk membuat perekonomian AS kembali pada jalurnya.
"Kesepakatan itu hanya bagian kecil dari upaya besar yang harus dilakukan politisi Amerika. Jika mereka tidak bisa mendapatkan solusi yang komprehensif maka akan menggantung perekonomian Amerika, karena masih banyak ketidakpastian."
Kesepakatan tersebut, lanjutnya, hanya sebuah perhentian kesenjangan fiskal. "Karena pada akhir Februari atau awal Maret kemungkinan akan ada badai lagi ketika pemerintahan AS harus membahas peningkatan batas atas utang."
Seperti diketahui pemerintahan Obama berencana meningkatkan batas atas utang pemerintah, dari US$14,3 triliun menjadi US$14,7 triliun, yang ditentang oleh Partai Republik. Jika kesepakatan ini tidak tercapai, seperti dikutip dari BBC News, maka dikhawatirkan pemerintahan Amerika akan menghadapi risiko gagal bayar (default) beberapa surat utangnya.
Dampaknya di Indonesia
Terlepas dari apa yang akan terjadi pada dua bulan mendatang di Amerika, kesepakatan penghindaran Jurang Fiskal pada hari ini telah memicu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 5,89 poin atau 0,13 persen ke level 4.322,58 dibanding penutupan transaksi Jumat lalu, 28 Desember 2012, pada posisi 4.316,68.
Analis PT Phillip Securities Indonesia, Armand Dharmasana, menuturkan bahwa penguatan IHSG pagi ini dipicu meredanya kekhawatiran pasar global mengenai potensi terjadinya jurang fiskal di Amerika Serikat.
Analis PT Phillip Securities Indonesia, Armand Dharmasana, menuturkan bahwa penguatan IHSG pagi ini dipicu meredanya kekhawatiran pasar global mengenai potensi terjadinya jurang fiskal di Amerika Serikat.
Selain itu, dia menambahkan, mulai kembalinya investor ke pasar modal turut menjadi momentum positif transaksi saham di rawal tahun ini. "Seperti diketahui, kongres AS mencapai kesepakatan dalam upaya menghindari pemangkasan anggaran dan kenaikan pajak yang tajam di awal tahun ini," ujarnya dalam risetnya kepada VIVAnews.
Pengamat ekonomi, Aviliani, kesepakatan antara DPR dan pemerintah AS mengenai Fiscal Cliff tersebut tidak banyak pengaruhnya terhadap makro ekonomi Indonesia. Sebab, hal itu hanya berimplikasi terhadap transaksi saham di bursa efek.
"Jadi, pengaruhnya kecil. Apalagi, Indonesia sudah terbukti mampu bertahan dari ancaman krisis AS dan Eropa sebelumnya," kata dia kepada VIVAnews, Rabu 2 Januari 2013.
Kenapa hanya berpengaruh terhadap pasar saham? Sebab, kata dia, hal itu berhubungan dengan investasi jangka pendek. Di mana terbukti, banyak investor yang memindahkan portofolionya dari saham saat belum adanya kesepakatan dalam menghindari ancaman "Jurang Fiskal" tersebut. "Nah, saat sudah disepakati, mereka kembali lagi masuk pasar saham dan membuat bursa menguat," ujar Aviliani.
Kesepakatan itu, Aviliani menambahkan, juga tidak berpengaruh terhadap ekspor maupun impor Indonesia ke AS. Sebab, RI tercatat sebagai pengeskpor barang-barang mentah terutama pangan. "Jadi, kalau orang kaya AS dinaikkan pajaknya atau orang miskin diturunkan pajaknya, mereka kan tetap makan," tegasnya.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Ito Warsito, setuju dengan pandangan Aviliani bahwa terhindarnya AS dari Jurang Fiskal akan membantu mendongkrak Bursa Efek Indonesia. Ia menilai pertumbuhan ekonomi AS yang lebih baik ini secara otomatis akan membantu pasar modal Indonesia dan menjadi sentimen positif bagi pertumbuhan pasar modal dunia.
Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Muliaman D. Hadad, menyambut baik keputusan DPR Amerika Serikat. Menurutnya, kebijakan yang sebelumnya banyak dicemaskan dan dinanti pelaku pasar dan investor di belahan dunia itu akan membawa dampak positif bagi perekonomian global, termasuk dalam negeri.
Muliaman juga berharap kebijakan Kongres AS tersebut dilanjutkan dengan peraturan yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dunia di tahun ini. "Saya lihat ini banyak positifnya, meskipun dampaknya ke berbagai negara, tetapi semoga ini bagus buat kita juga," ujarnya.
Pengamat ekonomi, Aviliani, kesepakatan antara DPR dan pemerintah AS mengenai Fiscal Cliff tersebut tidak banyak pengaruhnya terhadap makro ekonomi Indonesia. Sebab, hal itu hanya berimplikasi terhadap transaksi saham di bursa efek.
"Jadi, pengaruhnya kecil. Apalagi, Indonesia sudah terbukti mampu bertahan dari ancaman krisis AS dan Eropa sebelumnya," kata dia kepada VIVAnews, Rabu 2 Januari 2013.
Kenapa hanya berpengaruh terhadap pasar saham? Sebab, kata dia, hal itu berhubungan dengan investasi jangka pendek. Di mana terbukti, banyak investor yang memindahkan portofolionya dari saham saat belum adanya kesepakatan dalam menghindari ancaman "Jurang Fiskal" tersebut. "Nah, saat sudah disepakati, mereka kembali lagi masuk pasar saham dan membuat bursa menguat," ujar Aviliani.
Kesepakatan itu, Aviliani menambahkan, juga tidak berpengaruh terhadap ekspor maupun impor Indonesia ke AS. Sebab, RI tercatat sebagai pengeskpor barang-barang mentah terutama pangan. "Jadi, kalau orang kaya AS dinaikkan pajaknya atau orang miskin diturunkan pajaknya, mereka kan tetap makan," tegasnya.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Ito Warsito, setuju dengan pandangan Aviliani bahwa terhindarnya AS dari Jurang Fiskal akan membantu mendongkrak Bursa Efek Indonesia. Ia menilai pertumbuhan ekonomi AS yang lebih baik ini secara otomatis akan membantu pasar modal Indonesia dan menjadi sentimen positif bagi pertumbuhan pasar modal dunia.
Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Muliaman D. Hadad, menyambut baik keputusan DPR Amerika Serikat. Menurutnya, kebijakan yang sebelumnya banyak dicemaskan dan dinanti pelaku pasar dan investor di belahan dunia itu akan membawa dampak positif bagi perekonomian global, termasuk dalam negeri.
Muliaman juga berharap kebijakan Kongres AS tersebut dilanjutkan dengan peraturan yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dunia di tahun ini. "Saya lihat ini banyak positifnya, meskipun dampaknya ke berbagai negara, tetapi semoga ini bagus buat kita juga," ujarnya.
No comments:
Post a Comment