Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan mulai menerapkan jaminan kesehatan pada 1 Januari 2014. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, penerima bantuan iuran jaminan kesehatan itu adalah fakir miskin dan orang tidak mampu.
Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan, dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.
Sementara itu, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan tersebut.
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono, mengatakan, masyarakat berpenghasilan rendah nantinya cukup membayar premi Rp15.500 per bulan untuk menikmati manfaat dari BPJS Kesehatan itu. Sementara, sisanya dibayarkan pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Meski besaran premi itu lebih kecil dari usulan sebelumnya Rp22.200 per bulan, ketentuan tersebut akan diperkuat dengan peraturan menteri atau peraturan pemerintah. Agung menambahkan, saat ini, pemerintah tengah menyiapkan infrastruktur terkait, seperti perbaikan puskesmas, rumah sakit, dan keperluan penunjang lainnya.
Menanggapi itu, Menteri Keuangan, Agus Martowardojo, mengatakan, besaran premi yang ditetapkan tersebut tidak akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. "Semua itu sesuai dengan kapasitas fiskal kita," ujar Agus di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu 27 Februari 2013.
Nantinya, menurut Agus, BPJS Kesehatan tersebut akan menjamin 86 juta penduduk yang masuk kategori miskin dan berpenghasilan rendah. Jumlah itu juga disepakati dalam rapat koordinasi yang dilakukan kementerian-kementerian terkait.
"Kementerian Kesehatan juga harus mempersiapkan fasilitas, mulai dari perawatan kesehatan, puskesmas sampai rumah sakit, juga kesiapan dari para pekerjanya," dia menambahkan.
Agus menegaskan, pemerintah sangat serius dalam mewujudkan jaminan kesehatan ini. Sebab, nantinya, peningkatan jaminan sosial bagi masyarakat diharapkan dapat berjalan dengan baik.
"Ini adalah program yang akan dicanangkan pada 2014, dan ini akan berlanjut sampai 2019. Basis datanya berdasarkan APBN," tuturnya.
Terkait program jaminan kesehatan itu, Kementerian Kesehatan pun sudah meresponsnya dengan menganggarkan dana Rp3 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2013. Dana itu untuk persiapan operasional BPJS tahun depan.
Namun, secara keseluruhan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pernah mengatakan, modal awal yang disiapkan pemerintah untuk BJPS, yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, mencapai Rp25 triliun. Jika BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan mencakup program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.
Menurut SBY, masyarakat ingin memiliki sense of security, ketenangan dalam hidupnya, kepastian dalam kesehatan terutama masyarakat golongan miskin. Dan, BPJS menjawab keinginan itu. "Oleh karena itu, negara ini telah melangkah, dan menancapkan tonggak baru, diberlakukan Insya Allah 1 Januari 2014, BPJS dalam sektor kesehatan," kata Yudhoyono, beberapa waktu lalu.
SBY mengatakan, BPJS akan menjangkau rakyat di seluruh pelosok Tanah Air, sehingga masyarakat mendapat kepastian pelayanan kesehatan yang baik. Yudhoyono menekankan, pemerintah ingin membangun keadilan di negeri ini, termasuk di dunia kesehatan.
Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan, dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.
Sementara itu, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan tersebut.
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono, mengatakan, masyarakat berpenghasilan rendah nantinya cukup membayar premi Rp15.500 per bulan untuk menikmati manfaat dari BPJS Kesehatan itu. Sementara, sisanya dibayarkan pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Meski besaran premi itu lebih kecil dari usulan sebelumnya Rp22.200 per bulan, ketentuan tersebut akan diperkuat dengan peraturan menteri atau peraturan pemerintah. Agung menambahkan, saat ini, pemerintah tengah menyiapkan infrastruktur terkait, seperti perbaikan puskesmas, rumah sakit, dan keperluan penunjang lainnya.
Menanggapi itu, Menteri Keuangan, Agus Martowardojo, mengatakan, besaran premi yang ditetapkan tersebut tidak akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. "Semua itu sesuai dengan kapasitas fiskal kita," ujar Agus di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu 27 Februari 2013.
Nantinya, menurut Agus, BPJS Kesehatan tersebut akan menjamin 86 juta penduduk yang masuk kategori miskin dan berpenghasilan rendah. Jumlah itu juga disepakati dalam rapat koordinasi yang dilakukan kementerian-kementerian terkait.
"Kementerian Kesehatan juga harus mempersiapkan fasilitas, mulai dari perawatan kesehatan, puskesmas sampai rumah sakit, juga kesiapan dari para pekerjanya," dia menambahkan.
Agus menegaskan, pemerintah sangat serius dalam mewujudkan jaminan kesehatan ini. Sebab, nantinya, peningkatan jaminan sosial bagi masyarakat diharapkan dapat berjalan dengan baik.
"Ini adalah program yang akan dicanangkan pada 2014, dan ini akan berlanjut sampai 2019. Basis datanya berdasarkan APBN," tuturnya.
Terkait program jaminan kesehatan itu, Kementerian Kesehatan pun sudah meresponsnya dengan menganggarkan dana Rp3 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2013. Dana itu untuk persiapan operasional BPJS tahun depan.
Namun, secara keseluruhan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pernah mengatakan, modal awal yang disiapkan pemerintah untuk BJPS, yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, mencapai Rp25 triliun. Jika BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan mencakup program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.
Menurut SBY, masyarakat ingin memiliki sense of security, ketenangan dalam hidupnya, kepastian dalam kesehatan terutama masyarakat golongan miskin. Dan, BPJS menjawab keinginan itu. "Oleh karena itu, negara ini telah melangkah, dan menancapkan tonggak baru, diberlakukan Insya Allah 1 Januari 2014, BPJS dalam sektor kesehatan," kata Yudhoyono, beberapa waktu lalu.
SBY mengatakan, BPJS akan menjangkau rakyat di seluruh pelosok Tanah Air, sehingga masyarakat mendapat kepastian pelayanan kesehatan yang baik. Yudhoyono menekankan, pemerintah ingin membangun keadilan di negeri ini, termasuk di dunia kesehatan.
"Bagi yang mampu atau sangat mampu, bisa menggunakan asuransi dengan kemampuannya. Tapi, bagi yang miskin atau sangat miskin, negara secara moral memiliki tanggung jawab membantunya," katanya.
Sementara itu, Wakil Menteri Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, mengatakan, dari anggaran yang disiapkan itu, sekitar Rp2 triliun akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur pendukung. "Itu untuk macam-macam, ada perbaikan puskesmas, infrastruktur, sumber daya manusia, serta lainnya," ujar Ali Ghufron di Kementerian Keuangan, Jakarta, pertengahan Februari lalu.
Dia meyakini, anggaran itu akan cair dan terserap tahun ini. Apalagi, perencanaan anggaran dan rencana belanja yang akan dilakukan untuk tahun ini sudah selesai. "Ini karena pada 2014 BPJS sudah operasional," katanya.
Sebelumnya, pada 2012, anggaran terkait jaminan sosial itu tidak terserap sebesar Rp1 triliun, karena tidak cukup waktu.
20 juta warga tak bisa berobat
Sebelumnya, anggota Panitia Kerja Jaminan Kesehatan Komisi IX DPR, Herlini Amran, menilai, masalah data kepesertaan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) tampaknya akan terus berulang dari tahun ke tahun. Untuk itu, pemerintah perlu mewaspadai sekitar 20 juta warga miskin yang berpotensi tidak bisa berobat, karena hak kepesertaan Jamkesmas mereka terabaikan, alias tidak terdata.
"Saya menyesalkan cakupan kepesertaan Jamkesmas pada 2012 masih dipatok 76,4 juta jiwa," kata Herlini dalam keterangan tertulis, beberapa waktu lalu.
Menurut anggota Fraksi PKS itu, berdasarkan hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial 2011 Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah keluarga kategori tidak mampu atau orang-orang miskin yang layak mendapatkan pelayanan Jamkesmas mencapai 96,7 juta jiwa.
Herlini melanjutkan, di sisi lain, untuk kuota peserta Jamkesmas 2013 hanya akan ditingkatkan menjadi 86,4 juta jiwa. Dalam rentang dua tahun ke depan hingga 2013, diprediksi ada sekitar 20 juta warga miskin yang jaminan kesehatannya berpotensi terbaikan negara.
"Bayangkan, siapa yang akan menanggung biaya kesehatan mereka kalau sakit. Sementara itu, Jamkesmas tidak meng-cover-nya. Padahal, anggaran terus naik dari tahun ke tahun," dia menegaskan.
Pada 2008 hingga 2010, secara berturut-turut pemerintah mengeluarkan dana sebesar Rp4,6 triliun (2008), Rp4,6 triliun (2009), Rp5,1 triliun (2010), dan Rp6,3 triliun pada 2011. Selanjutnya pada 2012 terdapat penambahan anggaran untuk program Jamkesmas plus Jaminan Persalinan (Jampersal), sehingga nilai totalnya menjadi Rp7,4 triliun.
Sementara itu, Wakil Menteri Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, mengatakan, dari anggaran yang disiapkan itu, sekitar Rp2 triliun akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur pendukung. "Itu untuk macam-macam, ada perbaikan puskesmas, infrastruktur, sumber daya manusia, serta lainnya," ujar Ali Ghufron di Kementerian Keuangan, Jakarta, pertengahan Februari lalu.
Dia meyakini, anggaran itu akan cair dan terserap tahun ini. Apalagi, perencanaan anggaran dan rencana belanja yang akan dilakukan untuk tahun ini sudah selesai. "Ini karena pada 2014 BPJS sudah operasional," katanya.
Sebelumnya, pada 2012, anggaran terkait jaminan sosial itu tidak terserap sebesar Rp1 triliun, karena tidak cukup waktu.
20 juta warga tak bisa berobat
Sebelumnya, anggota Panitia Kerja Jaminan Kesehatan Komisi IX DPR, Herlini Amran, menilai, masalah data kepesertaan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) tampaknya akan terus berulang dari tahun ke tahun. Untuk itu, pemerintah perlu mewaspadai sekitar 20 juta warga miskin yang berpotensi tidak bisa berobat, karena hak kepesertaan Jamkesmas mereka terabaikan, alias tidak terdata.
"Saya menyesalkan cakupan kepesertaan Jamkesmas pada 2012 masih dipatok 76,4 juta jiwa," kata Herlini dalam keterangan tertulis, beberapa waktu lalu.
Menurut anggota Fraksi PKS itu, berdasarkan hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial 2011 Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah keluarga kategori tidak mampu atau orang-orang miskin yang layak mendapatkan pelayanan Jamkesmas mencapai 96,7 juta jiwa.
Herlini melanjutkan, di sisi lain, untuk kuota peserta Jamkesmas 2013 hanya akan ditingkatkan menjadi 86,4 juta jiwa. Dalam rentang dua tahun ke depan hingga 2013, diprediksi ada sekitar 20 juta warga miskin yang jaminan kesehatannya berpotensi terbaikan negara.
"Bayangkan, siapa yang akan menanggung biaya kesehatan mereka kalau sakit. Sementara itu, Jamkesmas tidak meng-cover-nya. Padahal, anggaran terus naik dari tahun ke tahun," dia menegaskan.
Pada 2008 hingga 2010, secara berturut-turut pemerintah mengeluarkan dana sebesar Rp4,6 triliun (2008), Rp4,6 triliun (2009), Rp5,1 triliun (2010), dan Rp6,3 triliun pada 2011. Selanjutnya pada 2012 terdapat penambahan anggaran untuk program Jamkesmas plus Jaminan Persalinan (Jampersal), sehingga nilai totalnya menjadi Rp7,4 triliun.