Wednesday, 6 March 2013

Arief Hidayat, Pengganti Mahfud MD Pilihan DPR

Arief Hidayat terpilih gantikan Mahfud MD di Mahkamah Konstitusi
Arief Hidayat terpilih menjadi hakim konstitusi. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang itu menggantikan Mahfud MD yang akan habis masa tugasnya sebagai hakim konstitusi pada 1 April 2013.

Arief Hidayat ditetapkan sebagai hakim konstitusi setelah melewati fit and proper test dan proses voting di Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, Senin malam, 4 Maret 2013.
Arief akan bergabung dengan hakim konstitusi lainnya mulai 1 April 2013, dan ikut serta dalam pemilihan ketua MK yang baru. Ketua MK akan dipilih oleh 9 hakim MK.

Pemilihan hakim konstitusi dilakukan dengan cara voting yang dilakukan oleh 54 anggota komisi III DPR. Namun, ada 6 anggota yang tidak menggunakan hak suaranya karena tak hadir dalam voting. Sehingga jumlah suara yang sah sebanyak 48 suara.

Dari hasil pemungutan suara itu, Arief  mendapat sebanyak 42 suara. Dua calon hakim MK lainnya kalah dukungan. Sugianto memperoleh 5 suara dan Djafar Al Bram hanya 1 suara.

"Artinya saya kira rasional pemilihan Komisi III mayoritas ke Arief Hidayat. Dengan demikian beliau lah yang akan menggantikan kursi kosong yang akan ditinggalkan Pak Mahfud," kata Ketua Komisi III, Gede Pasek Swardika.

Pasek menuturkan, Arief Hidayat memang yang paling menonjol dibandingkan dengan dua calon hakim konstitusi lainnya. Selain basic ilmu pengetahuannya yang mumpuni, Arief juga dinilai memiliki karakter dan sikapnya yang menonjol.

"Tampaknya itu yang membuat teman-teman tertarik. Ketika diajukan masalah kasus, dia bersikap tegas, keberanian itu yang di harapkan saat menjadi hakim konstitusi," katanya.

Pasek berpesan kepada Arief Hidayat agar bisa menjaga kewibawaan hakim konstitusi. Dia minta jika sudah resmi menjadi hakim, tidak melontarkan pernyataan-pernyataan politis.

"Jangan kebanyakan jadi pengamat politik. Kalau mau jadi pengamat politik jadi pengamat politik saja. Jangan semua hal ditanggapi, karena tidak semua masalah perlu ditanggapi hakim MK," tuturnya.

Mahkamah Konstitusi menyambut baik terpilihnya Arief Hidayat. Juru bicara MK, Akil Mochtar menilai, Arief memang memiliki kompetensi yang baik untuk menjadi hakim konstitusi.

"Dari basic keilmuan saya kira cukup, tinggal bagaimana implementasinya menjadi hakim," kata Akil di Gedung DPR, Selasa 5 Maret 2013.

Meski begitu, Akil mengingatkan, menjadi hakim konstitusi tidak cukup hanya bermodal pandai secara akademis. Tapi juga harus punya mental baja untuk menghadapi tekanan dan godaan. "Terutama harus bisa menjaga independensi. Saya kira Arief bisalah mengatasi masalah itu," kata dia.

Profesor Arief Hidayat adalah guru besar sekaligus Ketua Program Magister Ilmu Hukum di Universitas Diponegoro. Pria kelahiran Semarang, 3 Februari 1956 itu menamatkan program doktor ilmu hukum di Undip pada tahun 2006, sarjana strata dua (S2) tahun 1984 dan sarjana strata satu (S1) tahun 1980.

Arief memliki bidang keahlian yakni, Hukum Tata Negara, Hukum dan Politik, Hukum dan Perundang-undangan, Hukum kingkungan, Hukum Perikanan.

Arief juga aktif dalam organisasi. Dia menjadi Ketua Asosiasi Pengajar dan Peminat Hukum Berperspektif Gender Indonesia, Ketua Asosiasi Pengajar HTN-HAN Jawa Tengah, Ketua Pusat Studi Hukum Demokrasi dan Konstitusi Fak Hukum UNDIP, Ketua Pusat Studi Hukum Lingkungan Fakultas Hukum UNDIP dan Anggota Pusat Studi Hukum Kepolisian Fak Hukum UNDIP.

Arief Hidayat menikah dengan Dr. Tundjung Herning Sitabuana, S.H.,C.N.,M.Hum dan dikaruniai dua anak yakni, Adya Paramita Prabandari,S.H.,MLI.,M.H dan Airlangga Suryanagara, S.H.

Tolak Keras Pernikahan SejenisSaat menjalani fit and proper test, Arief mendapatkan pertanyaan dari anggota Komisi III soal sikapnya terkait pernikahan sejenis dan Undang-Undang Pernikahan.

Arief menjawab, jika menjadi hakim konstitusi, dia akan membatalkan dan menolak adanya pernikahan sejenis yang dilakukan di Indonesia. Dia punya alasan. Menurutnya, pernikahan sejenis tidak dibenarkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila. Bahkan semua agama juga melarang pernikahan sesama jenis.

"Dalam konteks di negara Amerika silakan. Tapi secara teologis itu (pernikahan) harus dilakukan laki-laki dan perempuan, maka harus dibatalkan jika ada yang melakukan pernikahan sejenis," tegasnya.

Meski banyak yang menilai, pernikahan sejenis adalah hak asasi manusia. Tapi menurutnya, di Indonesia hak asasi manusia harus berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan prinsip kearifan lokal. "Jadi tidak dimungkinkan kawin sesama jenis itu termasuk dalam hak asasi manusia," kata dia.

Hal yang perlu diingat, kata Arief, seseorang memang memiliki hak asasi. Namun, hak itu tidak bisa berdiri sendiri. Sebab, orang lain juga memiliki hak asasi yang perlu dihormati.

"Jadi jangan melupakan kewajiban hak asasi manusia yang melekat dalam diri, keselarasan harus dijaga berdasarkan Ketuhanan dan yang termaktub dalam Pancasila," ujar dia.

Selain itu, dia juga menilai, meski setiap warga negara berhak untuk berekspresi termasuk soal agama, tapi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, tidak memperbolehkan warga negaranya tidak memiliki agama.

"Kita tidak boleh meletakkan konteks kebebasan beragama untuk memperbolehkan warga negara untuk tidak menganut agama. Maka orang Indonesia tidak boleh atheis," kata Arief.

No comments:

Post a Comment