Status Gunung Merapi di
Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah ditingkatkan
dari normal menjadi waspada. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) DIY Gatot Saptadi ketika dihubungi VIVAnews, Rabu 30 April 2014
mengatakan peningkatan status dilakukan berdasarkan rekomendasi dari
Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK)
Yogyakarta.
"Selasa, 29 April 2014 Pukul 23.50 WIB kami nyatakan status Merapi meningkat menjadi waspada," katanya.
Menurut
Gatot, BPBD sudah berkoordinasi dengan pemerintah Kabupaten Sleman agar
menyampaikan informasi peningkatan status Merapi kepada masyarakat agar
meningkatkan mitigasi kebencanaan. Dari sisi kebencanaan menurutnya
BPBD akan mengoptimalkan semua kebutuhan. Gatot juga merekomendasikan
agar jalur pendakian di Gunung Merapi untuk sementara ditutup. Selain
itu, aktivitas galian atau pertambangan agar dikurangi, terutama yang
jaraknya dekat dari Gunung Merapi.
"Masyarakat di sekitar Merapi
juga akan segera dikondisikan mengenai status ini. Kami harap semua
tetap tenang sambil tentunya tetap waspada," ujarnya.
Kepala
BPPTK Yogyakarta, Subandriyo menjelaskan, meningkatnya status Merapi
dikarenakan gempa low frequency (LF) yang sering terjadi. Menurutnya
gempa yang terdengar berupa dentuman berkali-kali dari radius 8
kilometer mengindikasikan pergerakan fluida gas yang meningkat.
Peningkatan aktivitas di Gunung Merapi saat ini disebabkan oleh
aktivitas gas vulkanik yang dapat memicu terjadinya letusan minor.
"Naiknya
status dilakukan untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan
masyarakat, aparat dan pemangku kepentingan. Kami minta masyarakat tidak
terpancing isu-isu mengenai status Merapi ini," katanya.
Namun
menurut Subandriyo, untuk gempa saat ini berbeda dengan kondisi pada
2010 lalu. Gempa menurutnya belum mengarah ke erupsi magmatis.
Subandriyo mengatakan gempa tektonik sejak Selasa, 29 April hingga Rabu,
30 April 2014 berdasarkan hasil pemantauan sementara peningkatan
aktivitas Gunung Merapi lebih disebabkan oleh aktivitas gas vulkanik.
"Sampai saat ini belum ada indikasi pergerakan magma sampai ke permukaan,” katanya.
Menurut
Subandriyo, saat ini gempa masih bersifat low frequency (LF), dalam
catatan BPPTK sejak Selasa malam hingga Rabu siang tercatat sudah 29
kali terjadi gempat tektonik. Sedangkan mengenai suara gemuruh yang
sering terdengar, menurut Subandriyo disebabkan adanya turbulensi
vulkanik yang memicu suara gemuruh hingga terdengar dalam radius 8 km.
Saat
ini BPPTK juga merekomendasikan dalam suratnya bernomor
326/04/BGV.K/2014 agar jalur pendakian untuk sementara dilarang kecuali
untuk penelitian.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) telah menyiapkan 35 lokasi pengungsian jika
sewaktu-waktu Gunung Merapi meletus. Kesiapan tersebut disampaikan
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman Yuli Setiono,
Rabu 30 April 2014.
"Untuk evakuasi terakhir ada di balai desa.
Kami juga siapkan 24 jam Posko Bayu induk di BPBD di kompleks Pemkab
Sleman, dan posko utama Pakem yang berada di selatan Pasar Pakem,”
ujarnya.
Mengenai jalur evakuasi, diakui oleh Yuli sebagian jalur
yang mengalami kerusakan saat ini dalam proses pengajuan anggaran ke
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
“Semoga segera
dapat direalisasikan, untuk itu juga kami meminta kepada penambang pasir
agar jangan menggunakan jalur evakuasi. Kami sendiri sudah menyiapkan
jalur bagi penambang pasir,” jelasnya.
Yuli mengatakan Pemkab
Sleman telah menyiapkan titik kumpul di seluruh dusun jika diperlukan.
Menurutnya untuk lokasi titik kumpul yang telah beralih fungsi agar
dikembalikan ke fungsi semula.
“Dengan peningkatan status oleh
BPPTK tadi malam, kami sudah menginformasikan kepada masyarakat yang
pertama jangan panik dan tetap beraktivitas seperti biasa. Karena
ketenangan adalah modal awal untuk kesiapsiagaan masyarakat saat
menyelamatkan diri jika terjadi letusan,” katanya.
Yuli juga
mengingatkan masyarakat Sleman untuk mengurangi aktivitas di malam hari.
“Untuk kegiatan malam hari agar dikurangi kemudian kendaraan disiapkan
hal ini sebagai bentuk kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi status
Gunung Merapi. Tapi sekali lagi kami imbau warga tetap tenang,”
katanya.
Selain itu langkah lain yang harus dilakukan warga,
sambung dia adalah menyiapkan tas siaga. Tas siaga tersebut berisi
surat berharga, obat-obatan, pakaian secukupnya dan makanan.
“Sedangkan jalur pendakian kami nyatakan tertutup bagi pendaki kecuali mitigasi bencana dan penelitian,” ungkapnya.
Gunung Slamet Dinyatakan Siaga
Selain Merapi, status
Gunung Slamet di Provinsi Jawa Tengah juga telah dinaikkan dari waspada
(level II) menjadi siaga (level III) terhitung mulai Rabu 30 April
2014.
"Status dinaikkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi karena adanya peningkatan aktivitas sejak pukul 10.00,"
kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, Rabu 30 April 2014.
Menurut
Sutopo pada Selasa, 29 April 2014 kemarin, sejak pukul 00.00 hingga
06.00 Waktu Indonesia Barat (WIB) terjadi 30 kali gempa letusan. Tidak
hanya itu, juga terjadi 67 kali gempa hembusan asap. Asap berwarna putih
tebal kecoklatan - kelabu tebal setinggi 150 - 700 m. Selain itu juga
terdengar 26 kali suara dentuman dan terlihat luncuran lava pijar
mencapai 1.500 meter dari kawah.
Secara umum intensitas dan
frekuensi letusan semakin meningkat. Tubuh gunung menurut Sutopo
memperlihatkan penggelembungan dari pos pengamatan di stasiun Cilik dan
Buncis yang menunjukkan inflasi. Rekomendasi daerah yang harus
dikosongkan dinaikkan menjadi radius 4 km dari puncak kawah. Sutopo
menambahkan dilarang untuk melakukan pendakian, berkemah atau melakukan
wisata hingga berada di dalam radius 4 km.
"Masyarakat diimbau tetap tenang, jangan terpancing isu-isu menyesatkan," ujarnya.
Sutopo
mengatakan belum perlu ada pengungsian karena permukiman yang ada saat
ini masih berada pada zona aman. Permukiman penduduk terdekat sekitar 10
- 12 km dari puncak G. Slamet yaitu di Desa Jurang Manggu, Kecamatan
Pulosari, Kabupaten Pemalang.
"Aktivitas masyarakat dapat berlangsung normal," jelasnya.
Kepala
BNPB Syamsul Maarif menurut Sutopo setelah menerima laporan dari Kepala
PVMBG terkait peningkatan status Siaga dan telah memerintahkan jajaran
BNPB segera melakukan koordinasi dengan BPBD Provinsi Jawa Tengah dan
BPBD lima kabupaten yang berada di sekitar Gunung Slamet yaitu Kabupaten
Pemalang, Banyumas, Brebes, Tegal, dan Purbalingga.
"Rencana
kontinjensi agar segera disempurnakan, disosialisasikan dan dilatihkan
kepada masyarakat. Semua potensi sumber daya di daerah agar didata dan
dihitung semua kebutuhannya," ungkap Sutopo.
Geolog sekaligus
pemerhati merapi dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran,
Yogyakarta, Sari Bahagiarti Kusumayudha ketika dihubungi VIVAnews
mengatakan peningkatan status di Gunung Slamet harus lebih diperhatikan
oleh semua pihak daripada peningkatan status di Gunung Merapi.
"Slamet dari waspada menjadi siaga, Merapi dari normal menjadi waspada," ujarnya, Rabu 30 April 2014.
Sari
menjelaskan peningkatan status yang terjadi di Merapi sudah menjadi
siklus setiap empat atau lima tahunan. Menurutnya sangat wajar apabila
Merapi yang telah cukup lama tertidur kembali bangun, menggeliat dan
batuk. Namun bukan berarti siklus tersebut diabaikan. Peningkatan status
menurutnya terjadi karena beberapa hal seperti peningkatan intensitas
gempa, guguran lava atau hembusan asap.
"Itu semua berhasil dideteksi oleh alat-alat pemantau," katanya.
Setelah
dideteksi, langkah antisipasi yang harus ditempuh adalah terus memantau
peningkatan aktivitas dan melakukan sosialisasi ke masyarakat agar
terhindar dari bahaya erupsi. Menurut Sari apabila Merapi kembali
mengalami erupsi seperti pada tahun 2006 maupun 2010, maka erupsi yang
akan terjadi belum bisa diprediksi akan seperti apa.
"Jadi harus terus menerus dipantau agar tidak kecolongan," katanya.
Sari
kembali mengingatkan Slamet tidur lebih lama daripada Merapi. Selain
itu tipe letusan Slamet juga lebih lemah dibandingkan Merapi. Selain
karakteristik dan tipe letusan yang harus diperhatikan menurut Sari
adalah kepadatan penduduk. Sari mengatakan kepadatan penduduk di Slamet
jauh lebih rendah dibanding Merapi. Selain itu radius pemukiman penduduk
yang tinggal di Slamet juga jauh dari radius berbahaya apabila terjadi
erupsi.
Pada tahun 2010 lalu menurut Sari letusan yang terjadi
di Merapi selain meledak ke atas juga ada guguran awan panas yang turun
melalui lereng.
"Jadi Slamet harus diperhatikan dan Merapi juga harus terus dipantau," katanya
No comments:
Post a Comment