Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akhirnya memberikan
kesaksian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jumat 2 Mei 2014. Sri
yang kini menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia bersaksi di
persidangan mantan Deputi Gubernur Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa
Bank Indonesia Budi Mulya.
Dalam kesaksiannya di muka
persidangan, Sri yang juga mantan Kepala Komite Stabilitas Sistem
Keuangan, mengaku didesak BI untuk segera memutuskan status Bank Century
sebagai bank gagal berdampak sistemik atau tidak. Pada rapat KSSK
tanggal 21 November 2008, Sri mengatakan diminta oleh BI pada hari itu
juga untuk segera menentukan apakah akan menutup atau menyelamatkan Bank
Century.
Atas dasar itulah, Sri mengaku pada 21 November 2008,
diputuskan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sehingga
diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Namun, Sri mengaku saat itu
dia sempat meminta waktu untuk menentukan status Century. Sementara BI
hanya memberi waktu 4,5 jam untuk mengambil keputusan.
"Betul
(saya tanyakan kenapa tidak bisa ditunda sampai Senin dan hanya diberi
waktu 4,5 jam). Namun, BI katakan mereka tidak bisa lagi beri FPJP
(Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek) maka tanggal 21 November 2008, harus
ditentukan apakah ini ditutup atau tidak, atau ditetapkan berdampak
sistemik," katanya.
Dalam situasi mendesak menurut Sri Mulyani,
akhirnya diputuskan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik
dan diambil alih LPS. Dengan nilai Penyertaan Modal Sementara sebesar
Rp632 miliar agar Capital Adequacy Ratio atau rasio kecukupan modal
menjadi positif 8 persen. Dengan alasan penyelamatan dan mencegah krisis
ekonomi serta agar sistem keuangan tidak mengalami permasalahan, maka
keputusan melakukan penyelamatan, yang menjadi pertimbangan putusan
tersebut dikeluarkan.
"Malam hari itu dibutuhkan Rp632 miliar
dengan pertimbangan mencegah sistem keuangan rusak yang nilainya Rp1.700
triliun. Sebagai pembuat kebijakan saya pertimbangkan keluarkan Rp632
miliar dengan sistem keuangan masyarakat tidak resah, seperti yang
terjadi tahun 1997/1998. Jadi, perbandingannya antara menutup Bank
Century dengan biaya lebih besar lagi, yaitu kepercayaan masyarakat yang
mungkin akan runtuh," ungkap Sri.
Merasa ditipu
Secara
tidak langsung Sri mengakui merasa tertipu oleh BI lantaran data dan
angka yang diberikan untuk menyelamatkan Bank Century ternyata berubah.
"Saya kecewa dengan data BI. Tetapi, sebagai Menkeu saya bertanggung
jawab atas perekonomian di Indonesia," ujarnya.
Sri mengatakan
angka penyelamatan yang awalnya dikatakan Rp632 miliar meningkat menjadi
Rp4,6 triliun akibat ada surat-surat berharga yang dimacetkan. "Saya
kaget Rp632 miliar jadi Rp4,6 triliun. CAR 3,2 persen jadi minus 35,92
persen. Bisa mati berdiri saya kalau berubah terus," ujarnya.
Di
persidangan, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi
Burhanuddin sempat bertanya kepada Sri, apakah pernah melaporkan
persoalan Bank Century kepada Jusuf Kalla, yang saat itu menjabat
sebagai wakil presiden. Sri mengaku menemui Jusuf Kalla. Ketika itu, Sri
menghadap ke Jusuf Kalla bersama Gubernur BI yang masih dijabat
Boediono. Mereka menghadap untuk melaporkan soal pengambilalihan Bank
Century oleh Lembaga Penjamin Simpanan.
Dalam kesaksiannya, Sri
mengaku mendengar soal Bank Century pertama kali dalam kapasitas sebagai
Ketua KSSK, tepatnya pada 13 November 2008. Pada saat itu, ia tengah
berada di Washington DC, Amerika Serikat, sehingga konsultasi dengan
pihak BI dilakukannya dengan cara telewicara.
Dua bulan
sebelumnya, kata dia, dunia dilanda keguncangan karena keputusan AS
tidak membailout Lehman Brothers, sehingga terjadi guncangan sangat
besar. "Karena persepsi keuangan dunia mengalami guncangan sangat besar,
tidak ada satu negara pun yang bisa menahan. Sehingga ini krisis global
terbesar. Harga saham semua jatuh. Di Indonesia pada Oktober dilahirkan
perppu, karena keadaan yang memaksa," ujarnya.
Peran Sri Mulyani
Dalam
surat dakwaan Budi Mulya dikatakan Sri berperan terkait penetapan Bank
Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, sehingga diberikan
Penyertaan Modal Sementara oleh LPS sebesar Rp 6.762.361.000.000.
Pada
rapat KSSK dengan Komite Koordinasi tanggal 21 November 2008, sekitar
pukul 04.30 WIB, yang dihadiri oleh Sri Mulyani selaku Ketua KSSK,
Boediono selaku anggota KSSK, Raden Pardede selaku Sekretaris KSSK dan
Arief Surjowidjojo selaku konsultan hukum, secara tiba-tiba diputuskan
bahwa Bank Century ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Selanjutnya, meminta LPS melakukan penanganan terhadap bank tersebut.
Padahal,
dalam rapat pra KSSK yang dilakukan pada 20 November 2008 sekitar pukul
23.00 WIB, belum diputuskan perihal penetapan Bank Century sebagai bank
gagal berdampak sistemik. Mengingat, banyak pendapat yang menyatakan
bahwa Bank Century tidak terkategori sebagai bank berdampak sistemik.
Sebagaimana, dikatakan oleh Rudjito selaku Ketua Dewan Komisioner LPS,
Anggito Abimanyu, Fuad Rahmany dan Agus Martowardojo.
Selanjutnya,
dalam Rapat Dewan Komisioner LPS diputuskan jumlah PMS untuk memulihkan
Bank Century mencapai Rp 2.776.000.000.000, yang akhirnya terealisasi
mulai 24 November 2008 sampai 1 Desember 2008.
Namun, di tengah
waktu pertransferan PMS tersebut terjadi masalah yang membuat Sri
Mulyani menekankan pada BI untuk membuat pertanggungjawaban atas
penanganan Bank Century. Meski merasa kecewa akan sikap BI, pemberian
PMS tetap dilanjutkan sampai 1 Desember 2008. Pemberian PMS terus
berlangsung sampai 24 Juli 2009 dan jumlahnya mencapai Rp
6.762.361.000.000. Padahal, upaya penyelamatan tersebut terbukti tidak
mampu membantu Bank Century, terlihat dari CAR per 31 Desember 2008 yang
menurut hasil audit kantor akuntan publik Amir Abadi Jusuf & Mawan,
masih dalam posisi negatif 22,29 persen.
Diduga memang ada
skenario untuk memberikan PMS ke Bank Century. Skenario dimulai ketika
rapat tanggal 16 Nopember 2008 yang dihadiri oleh Sri Mulyani
(Menkeu/Ketua KSSK), Boediono, Miranda, Muliaman Hadad, Siti Fadjrijah,
Fuad Rahmany, Noor Rachmat, Poltak L Tobing (LPS), Firdaus Djaelani
(Kepala Eksekutif LPS) dan Suharno Eliandy (LPS).
Dalam rapat
tersebut, Firdaus Djaelani mengatakan bahwa biaya menutup Bank Century
lebih rendah dibandingkan harus menyelamatkannya. Namun, Boediono
mengatakan perhitungan Firdaus hanya berdasarkan sisi mikronya saja.
Sehingga, data tersebut diindahkan. Sebaliknya, DG Bi memerintahkan DPNP
untuk menyiapkan konsep Analisis Dampak Sistemik (ADS) Bank Century
untuk dipresentasikan dalam rapat KSSK tanggal 19 November 2008.
Tetapi,
pada saat rapat dengan KSSK yang dipaparkan hanya gambaran umum kinerja
perbankan di Indonesia. Sehingga, KSSK belum memutuskan bank Century
berdampak sistemik sebagaimana diinginkan oleh BI. Bahkan, nampaknya BI
memang memaksakan agar Bank Century ditetapkan sebagai bank gagal
berdampak sistemik. Terbukti, dari RDG tanggal 20 Nopember 2008, DG BI
mengarahkan DPNP mempersiapkam kajian untuk mendukung alasan penetapan
sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Untuk mewujudkan keinginan
DG BI tersebut ditempuh berbagai macam cara. Termasuk, menggunakan
pendekatan psikologi pasar atau masyarakat dalam analisa dalam sistemik
Bank Century. Dengan tujuan, agar secara kuantitatif tidak terukur
Pakar
Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fikar Hajar ketika dihubungi
VIVAnews, mengatakan apa yang disampaikan Sri Mulyani di persidangan
sangat sedikit sekali kaitannya dengan perkara yang menjerat Budi Mulya.
Menurutnya dakwaan jaksa mengenai penerimaan uang oleh Budi Mulya yang
berasal dari pemilik Bank Century Robert Tantular sebesar Rp 1miliar
sama sekali tidak mengemuka di persidangan.
"Yang disampaikan oleh Sri Mulyani kurang mendetail dan hanya memberikan penjelasan secara global," katanya.
Namun
menurut Abdul, kesaksian Sri harus ditindaklanjuti oleh JPU KPK.
Kesaksian mengenai dampak sistemik, psikologi pasar termasuk latar
belakang pengambilan keputusan Bank Century sebagai bank gagal harus
dikembangkan oleh jaksa dalam persidangan selanjutnya. Abdul mengatakan
pernyataan Sri yang merasa tertipu oleh BI juga harus ditanyakan oleh
jaksa kepada mantan Gubernur BI Boediono.
"Pada persidangan
selanjutnya dimana Pak Boediono dijadwalkan memberikan kesaksian,
pernyataan Sri Mulyani harus diklarifikasi agar publik memperoleh
kejelasan," ujarnya.
Menurut Abdul jika Boediono berbelit-belit
dalam menyampaikan keterangan di persidangan dan apa yang disampaikannya
berbeda dengan kesaksian Sri pada hari ini maka keduanya harus kembali
dihadirkan di persidangan.
Anggota tim pengawas Century DPR-RI
Hendrawan Supratikno mengatakan kesaksian Sri di pengadilan menunjukkan
konsistensinya. Keterkejutan Sri ketika memberikan kesaksian menurut
politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut menunjukkan
episentrum permasalahan ada di BI. Menurut Hendrawan manajemen
pengawasan yang buruk dan adanya unsur kesengajaan dalam pemberian FPJP
menunjukkan adanya permasalahan di tubuh bank sentral. "Informasi yang
disampaikan oleh BI ke KSSK tidak akurat," ujarnya.
Hendrawan
menambahkan hal tersebut menurutnya tidak perlu terjadi mengingat Bank
Century adalah bank yang berada dalam pengawasan BI. Hendrawan juga
menyetujui apabila kesaksian Sri diklarifikasi kepada Boediono pada
persidangan pekan depan. Menurut Hendrawan, jaksa dan hakim serta
pengacara di persidangan harus kembali mempelajari data-data yang telah
disampaikan oleh Timwas ke KPK.
Menurut Hendrawan, kehadiran
Boediono di persidangan akan menjadikan perkara Bank Century menjadi
terang benderang. Sebagai gubernur bank sentral, Boediono diharapkan
menjelaskan secara detail dan menyeluruh mengenai latar belakang
pengambilan keputusan pemberian FPJP kepda Bank Century.
Pemanggilan Boediono
JPU
KPK telah menjadwalkan pemanggilan atas Wakil Presiden Boediono sebagai
saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Kesaksian mantan
Gubernur Bank Indonesia tersebut diperlukan untuk sidang perkara dugaan
tindak pidana korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP)
dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Namun, Boediono rupanya belum menerima surat resmi dari KPK. Padahal,
sudah beredar kabar Boediono akan dipanggil pada Jumat 9 Mei 2014, pekan
depan.
"Yang saya dengar minggu lalu di persidangan beliau
dijadwalkan 9 Mei, sampai sekarang memang pemanggilan resmi belum kami
terima," kata Juru Bicara Wakil Presiden, Yopie Hidayat, kepada
VIVAnews, Jumat 2 Mei 2014.
Menurut Yopie jika surat resmi itu
sudah diterima, dipastikan Boediono akan hadir dalam persidangan itu.
Nama Boediono sendiri disebut sebanyak 67 kali dalam surat dakwaan Budi
Mulya. Terdakwa Budi Mulya melakukan tindak pidana korupsi terkait
pengucuran Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) untuk Bank Century
bersama-sama dengan Boediono selaku Gubernur BI, Miranda Swaray Gultom
selaku Deputi Gubernur Senior BI, Siti Chalimah Fadjrijah selaku Deputi
VI Gubernur BI, Budi Rochadi selaku Deputi VII Gubernur BI, dan dua
pemilik Bank Century yaitu Robert Tantular dan Harmanus H Muslim.
Di
dalam surat dakwaan, mereka disebut mengubah peraturan Bank Indonesia,
demi mengelontorkan dana FPJP kepada Bank Century. Peraturan nomor
10/26/PBI/2008 tertanggal 30 Oktober 2008 mensyaratkan bahwa sebuah bank
harus memiliki rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR)
minimal 8 persen. Sementara, CAR Bank Century per 30 September 2008
hanya punya 2,35 persen. Artinya bank ini seharusnya ditutup dan tidak
diselamatkan.
No comments:
Post a Comment