Thursday, 22 November 2012

AS Blokir Kecaman PBB atas Serangan Israel, Mengapa?. Dukungan pemerintah AS atas keamanan Israel "sekuat batu".

Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bertemu di Gedung Putih 5 Maret 2012.
Perkembangan yang tidak mengenakkan berlangsung di ruang sidang Dewan Keamanan PBB. Saat serangan udara Israel telah merenggut lebih dari seratus warga sipil Palestina--puluhan di antara mereka adalah anak-anak--dalam menghantam milisi Hamas di Jalur Gaza dalam sepekan terakhir, PBB belum juga bersikap atas konflik brutal itu.

Rupanya Amerika Serikat yang menggagalkan upaya Dewan Keamanan PBB untuk mengeluarkan kecaman atas konflik di Gaza. Dalam sidang Dewan Keamanan PBB di New York pada Selasa malam waktu setempat, AS tidak menyetujui sikap bersama yang harus dinyatakan secara mufakat. Sebagai salah satu anggota tetap, AS bisa menggunakan hak veto bila Dewan Keamanan PBB ingin menggelar pemungutan suara untuk menggolkan resolusi baru, seperti yang diusulkan delegasi Rusia.

Ada alasan khusus mengapa AS, sebagai sekutu dekat Israel, tidak mau serta-merta ikut dengan sesama anggota Dewan Keamanan PBB dalam mengecam konflik di Gaza. Bagi Washington, sidang PBB itu masih belum menyentuh akar masalah konflik, yaitu belum ada desakan untuk segera menghentikan serangan rudal sporadis oleh Hamas.

Klaim ini sesuai dengan alasan Israel saat kembali memborbardir Gaza sejak 14 November 2012. Mereka menilai operasi militer bernama Pillar of Defense itu diperlukan untuk menjawab ancaman roket-roket Hamas. Menurut klaim Israel, setidaknya sudah lima warga Israel yang tewas, termasuk seorang tentara, akibat tembakan roket Hamas ke wilayah mereka.

Itulah yang turut menjadi dasar pertimbangan AS mengapa mereka memblokir rancangan sikap Dewan Keamanan PBB. "Jelasnya, kami akan menilai langkah apapun dari Dewan Keamanan berdasarkan apakah diplomasi yang sedang berlangsung dalam meredakan kekerasan dan bisa menjamin bahwa serangan roket ke kota-kota Israel akan berakhir," kata Erin Pelton, juru bicara kantor perwakilan tetap AS untuk PBB, seperti dikutip kantor berita Reuters.

Menurut dia, selama masih belum ada seruan untuk mengakhiri serangan roket dari Gaza ke Israel sesegera mungkin dan berlaku permanen, pernyataan PBB itu masih dianggap gagal untuk berperan secara konstruktif. "Dengan demikian kami tidak sepakat atas pernyataan itu," kata Pelton.

Pernyataan Pelton tersebut mengulangi seruan Presiden Barack Obama saat melawat ke Thailand awal pekan ini. Dia mengaku sudah menghubungi Presiden Mesir, Mohamed Morsi, dan Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan dari Turki, yang berupaya menjadi mediator dalam mengakhiri serangan Israel di Gaza.

Kepada dua pemimpin itu, Obama secara eksplisit berpihak kepada Israel dalam konflik ini. "Pesan saya kepada mereka semua adalah bahwa Israel punya hak untuk berharap agar tidak ada rudal yang ditembakkan ke wilayahnya," kata Obama dalam jumpa pers di Bangkok pada 18 November 2012.

Obama sebenarnya juga keberatan bila Israel harus mengerahkan pasukan darat untuk menggempur Gaza. Namun, bagi dia, harus ada jaminan bahwa tidak ada lagi tembakan roket dari Gaza ke Israel.

"Bila itu bisa dicapai, tanpa harus melibatkan aktivitas militer di Gaza, maka sikap itu yang dipilih. Ini tidak saja demi rakyat di Gaza, namun juga bagi warga Israel, karena bila tentara Israel di Gaza, maka akan berisiko bertambahnya korban jiwa dan luka-luka," lanjut Obama, seperti yang dikutip Voice of America.

Obama pun mengutus Menteri Luar Negeri Hillary Clinton untuk ke Timur Tengah untuk menemui Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di Yerusalem dan Presiden Mahmoud Abbas di Ramallah serta Presiden Mesir. Setelah bertemu dengan Netanyahu di Yerusalem, Clinton menyatakan bahwa "sangat penting untuk meredam situasi."

Sambil mengupayakan berakhirnya serangan di Gaza, dia juga menegaskan bahwa dukungan pemerintah AS atas keamanan Israel "sekuat batu." "Serangan roket dari organisasi-organisasi teroris di Gaza atas kota-kota Israel harus diakhiri," kata Clinton.

Dia mengatakan gencatan senjata akan sangat mungkin tercipta dalam beberapa hari jika Hamas berhenti menyerang Israel. Clinton menjamin, jika Hamas menghentikan serangan, maka Israel akan menurunkan senjatanya.

"Dalam beberapa hari ke depan, Amerika Serikat akan bekerja dengan mitra kami di Israel dan seluruh kawasan demi terciptanya keamanan bagi rakyat Israel, meningkatkan kondisi bagi rakyat Gaza dan menuju perdamaian berkesinambungan bagi seluruh masyarakat di kawasan," kata Clinton di Yerusalem.

"Sangat penting untuk menurunkan eskalasi ketegangan di Gaza. Serangan roket dari organisasi teroris di dalam Gaza terhadap kota-kota Israel harus dihentikan," lanjut Clinton lagi.

Acuhkan Hamas
Upaya damai AS dan diplomasi ulang-alik Clinton ini lagi-lagi tidak melibatkan Hamas, sebagai pihak yang berkuasa di Gaza. Selama ini baik Israel dan AS menganggap Hamas sebagai organisasi teroris. Itulah sebabnya, AS hanya melibatkan pemerintah Palestina di Tepi Barat, yang dikuasai kelompok Fatah, Mesir, dan Israel setiap kali terjadi konflik di Timur Tengah.

Padahal, kelompok Hamas memerintah Jalur Gaza sejak menang Pemilu pada 2006. Perundingan dengan AS dan Israel tidak secara langsung melibatkan Hamas, melainkan melalui perantaraan pihak ketiga, baik itu dengan Fatah maupun pemerintah Mesir.

Sementara itu, Netanyahu menawarkan para pemimpin Hamas di Gaza antara damai atau "pedang", yang berarti berperang. Ini disampaikan Netanyahu di tengah upaya diplomatik untuk menghentikan kekerasan di Gaza. Selain rutin menggempur Gaza dengan jet-jet tempurnya, Israel pun menyiapkan pasukan darat untuk sewaktu-waktu menyerbu, seperti pada invasi selama tiga pekan dari akhir Desember 2008 hingga awal Januari 2009.

"Tangan kami terbentang untuk perdamaian bagi tetangga yang ingin berdamai dengan kami," kata Netanyahu Selasa malam waktu setempat, dilansir al-Arabiya.
Awalnya, Hamas mengatakan gencatan senjata akan diumumkan Selasa malam, namun gagal karena Israel belum menanggapi proposal yang diajukan.
"Di tangan kami yang lain, memegang dengan kuat pedang Daud untuk melawan mereka yang ingin menyingkirkan kami dari negara ini," tegas Netanyahu lagi.

Serangan terus dilakukan oleh kedua kubu yang bertikai. Laporan terakhir 130 orang tewas akibat dihantam roket Israel di Gaza. Netanyahu mengatakan, serangan mereka melalui darat dan udara telah banyak menghancurkan gudang senjata Hamas di Gaza.

"Kami telah menghancurkan ribuan roket dan rudal yang mengancam warga Israel, termasuk roket jarak jauh mereka. Kami akan terus menyerang Hamas, Islamic Jihad dan kelompok teror lainnya," kata Netanyahu. 

Sementara itu, muncul laporan bahwa sudah ada upaya mewujudkan gencatan senjata antara Israel dan Hamas untuk mengakhiri konflik di Gaza. Hamas tidak akan lagi menembakkan roket ke Israel sekaligus menjamin bahwa kelompok-kelompok militan lain di Gaza akan berhenti menyerang.

Namun, Hamas menuntut dicabutnya blokade Israel atas Gaza secara total, yang diterapkan dalam enam tahun terakhir. Tuntutan ini telah diserukan pemimpin Hamas, Khaled Meshaal, seperti dikutip stasiun berita al Jazeera.

"Kami tidak menentang adanya peredaan ketegangan, namun kami ingin tuntutan kami diwujudkan, yaitu diakhirinya penindasan, agresi, dan blokade," kata Meshaal.
Menurut dia, Hamas akan menolak apapun prasyarat dari Israel bagi gencatan senjata, karena "mereka memulai agresi," kata Meshaal.

Mereka juga minta Israel jangan lagi menembaki warga-warga Palestina di dekat perbatasan. Seorang pejabat Hamas, Ezzat al-Rishq, seperti dikutip Reuters mengatakan bahwa masih ada pengganjal bagi tercapainya penghentian konflik, yaitu penentuan masa gencatan senjata antar kedua pihak.

Israel telah melancarkan lebih dari 1.500 kali serangan ke Gaza. Menurut petugas medis di Gaza, sedikitnya 139 warga Palestina - sebagian besar warga sipil, termasuk 34 anak-anak - tewas. Sebaliknya, Israel mengklaim bahwa Hamas dan sempalannya sudah menembakkan hampir 1.400 roket ke wilayah mereka, menewaskan empat warga sipil dan seorang tentara.

No comments:

Post a Comment