Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia resmi mengeluarkan sikapnya atas polemik penerapan upah minimum provinsi yang dianggap terlalu tinggi di berbagai daerah, khususnya di Jakarta, Kamis 29 November 2012.
Ketua Kadin, Suryo Bambang Sulistyo, menilai saat ini persoalan perburuhan dan upah minimum sudah keluar dari jalur utama permasalahan, yaitu melawan daya saing dari barang-barang impor yang terus masuk ke Indonesia.
Kadin juga mengajak pemerintah untuk mengutamakan kepentingan nasional yang lebih besar seperti yang acap kali disinggung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yaitu pembangunan dengan pro-job, pro-growth, dan pro-poor.
"Karena itu kami meminta buruh menghormati negara dan tidak melakukan kekerasan dan penyanderaan yang bisa menurunkan nama Indonesia di mata internasional," katanya dalam jumpa pers yang diadakan di Jakarta, Kamis 29 November 2012.
Selain buruh, Kadin juga meminta pemerintah mengambil keputusan dengan melihat kondisi nasional dan tidak memutuskan tanpa ada persetujuan dari semua pihak. "Selain pemerintah, kami juga mengimbau para pengusaha sedapat mungkin tidak melakukan PHK massal terhadap karyawannya," katanya, menjelaskan.
Meski demikian, atas dasar pertemuan dengan berbagai asosiasi, Kadin mengungkapkan kekecewaan terhadap kenaikan UMP menjadi Rp2,2 juta yang dilakukan tanpa melalui mekanisme semestinya.
Untuk menanggung UMP sebesar itu, kata Suryo, hanya sedikit perusahaan yang mampu. Perusahaan dengan sistem padat karya dan UKM hampir pasti tidak mampu memenuhi upah ini, karena jika tetap memaksa akan merugi.
Para pengusaha telah menyepakati empat opsi yang akan diambil. Pertama, perusahaan yang tidak mampu akan mengajukan permintaan penangguhan kenaikan upah minimum.
Kedua, mengadukan persoalan upah minimum ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara atas kebijakan yang dibentuk Joko Widodo, Gubernur Provinsi DKI Jakarta. Untuk opsi yang ini, menurut Suryo, sudah hampir pasti diambil oleh beberapa asosiasi pengusaha.
Ketiga, mengurangi biaya produksi dengan cara memberhentikan pegawai atau PHK. Keempat, menghentikan produksi, merelokasi atau menutup perusahaan. "Namun opsi terakhir adalah pilihan yang paling berat jika nanti tidak ada titik temu," katanya.
Selain buruh, Kadin juga meminta pemerintah mengambil keputusan dengan melihat kondisi nasional dan tidak memutuskan tanpa ada persetujuan dari semua pihak. "Selain pemerintah, kami juga mengimbau para pengusaha sedapat mungkin tidak melakukan PHK massal terhadap karyawannya," katanya, menjelaskan.
Meski demikian, atas dasar pertemuan dengan berbagai asosiasi, Kadin mengungkapkan kekecewaan terhadap kenaikan UMP menjadi Rp2,2 juta yang dilakukan tanpa melalui mekanisme semestinya.
Untuk menanggung UMP sebesar itu, kata Suryo, hanya sedikit perusahaan yang mampu. Perusahaan dengan sistem padat karya dan UKM hampir pasti tidak mampu memenuhi upah ini, karena jika tetap memaksa akan merugi.
Para pengusaha telah menyepakati empat opsi yang akan diambil. Pertama, perusahaan yang tidak mampu akan mengajukan permintaan penangguhan kenaikan upah minimum.
Kedua, mengadukan persoalan upah minimum ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara atas kebijakan yang dibentuk Joko Widodo, Gubernur Provinsi DKI Jakarta. Untuk opsi yang ini, menurut Suryo, sudah hampir pasti diambil oleh beberapa asosiasi pengusaha.
Ketiga, mengurangi biaya produksi dengan cara memberhentikan pegawai atau PHK. Keempat, menghentikan produksi, merelokasi atau menutup perusahaan. "Namun opsi terakhir adalah pilihan yang paling berat jika nanti tidak ada titik temu," katanya.
No comments:
Post a Comment