Pemerintah akhirnya mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tembakau, yang sebelumnya dijadwalkan disahkan pada 14 Juli 2012 lalu.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono resmi menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan pada 24 Desember 2012.
Pengesahan ini dilakukan tanpa banyak publikasi, mungkin karena sebelumnya menuai protes. PP tersebut, mulai Selasa 8 Januari 2013 telah dipublikasikan melalui laman setneg.go.id.
Perjalanan PP ini sejak satu tahun lalu tergolong cukup lambat karena banyaknya pro dan kontra di masyarakat. Salah satunya, pengesahan PP itu dinilai akan berimbas pada puluhan juta petani, buruh, dan para pemangku kepentingan di industri hasil tembakau.
Di sisi lain, dengan disahkannya PP Tembakau ini, aturan yang tegas untuk pengendalian rokok sudah mulai diberlakukan.
Berikut aturan yang dimuat dalam PP Tembakau itu, seperti larangan kepada produsen untuk memproduksi rokok putih dalam kemasan dengan jumlah kurang dari 20 batang.
Hal ini dilakukan untuk mempertinggi harga rokok per kemasan. Dengan kondisi ini, diharapkan konsumen akan semakin sulit menjangkau pembelian rokok karena kemasan rokok berisi 12 dan 16 batang yang banyak beredar di pasaran akan dihapus.
Dalam PP ini juga menegaskan bagi produsen rokok untuk menyertakan peringatan kesehatan baik gambar maupun tulisan. Keduanya dicantumkan pada bagian atas kemasan, sisi lebar bagian depan dan belakang, masing-masing seluas 40 persen.
Tulisan diawali kata "Peringatan" menggunakan huruf berwarna putih dengan dasar hitam, harus dicetak dengan jelas dan mencolok, baik sebagian atau seluruhnya. Gambarnya pun harus dicetak warna. Namun, aturan ini tidak berlaku bagi rokok klobot, rokok klembak menyan, dan cerutu kemasan batangan.
Produsen juga wajib mencantumkan pernyataan, "Dilarang menjual atau memberi kepada anak berusia di bawah 18 tahun dan perempuan hamil".
Pada samping sisi lain kemasan produk, harus terdapat pernyataan, "Tidak ada batas aman" dan "Mengandung lebih dari 4000 zat kimia berbahaya serta lebih dari 43 zat penyebab kanker".
Tak hanya itu, produsen dilarang mencantumkan kata “Light”, “Ultra Light”, “Mild”, “Extra Mild”, “Low Tar”, “Slim”, “Special”, “Full Flavour”, “Premium” atau kata lain yang mengindikasikan kualitas, superioritas, rasa aman, dan pencitraan pada produk. Tata cara pembuatan iklan rokok pun diatur dalam PP ini.
Tanggapan Pengusaha
Manager Corporate Communications PT HM Sampoerna Tbk, Maureen Slat berpendapat, secara konsisten perseroan mendukung regulasi tembakau yang berimbang dan efektif, di mana mencakup larangan penjualan kepada anak-anak guna menanggapi keprihatinan dan kekhawatiran masyarakat tentang merokok.
Sekaligus, tambah dia, juga mempertimbangkan stabilitas dan kelangsungan industri tembakau yang merupakan tumpuan bagi jutaan orang yang bergantung pada sektor ini sebagai mata pencaharian mereka.
"Kami mendukung dan sangat setuju dengan adanya larangan penjualan kepada anak (di bawah 18 tahun) dalam peraturan tersebut. Namun, saat ini kami sedang dalam proses mempelajari ketentuan-ketentuan dalam PP tersebut. Untuk itu, kami belum dapat memberikan komentar lebih lanjut," ujarnya kepada VIVAnews di Jakarta, Rabu 9 Januari 2013.
Sofjan Wanandi, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia sependapat. Menurutnya, sebagai pengusaha tentunya mendukung peraturan yang ditetapkan pemerintah. Namun, diharapkan peraturan itu tidak memunculkan kerugian setelah ditetapkan di lapangan.
"Kita sih oke-oke saja dengan aturan itu, terutama yang menyangkut larangan penjualan rokok terhadap anak-anak. Tapi di lain pihak, juga mesti dipertimbangkan juga pendapatan para produsennya, jangan hanya menarik pajaknya saja," kata dia kepada VIVAnews di tempat terpisah.
Sofjan mengaku bahwa dirinya belum mengetahui lebih dalam mengenai aturan yang ditetapkan dalam PP Tembakau tersebut. Namun, ia berharap agar peraturan itu tidak merugikan salah satu pihak dari ketiga pihak yang dituju yaitu produsen, konsumen, dan pemerintah. "Ya, jangan sampai juga merugikan pengusaha yang memiliki ribuan karyawan," tegasnya.
Belum Terlambat Sosialisasi
Sementara itu, Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi, mengatakan bahwa dalam waktu dekat pemerintah segera mensosialisasikan PP Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Menurutnya, langkah sosialisasi ini belum terlambat.
"PP baru turun minggu yang lalu. Sekarang kami sedang menyusun rencana sosialisasi secara luas dan sistematis dengan melibatkan semua stakeholders," kata dia melalui pesan singkat kepada VIVAnews, Rabu.
Ia pun membantah tudingan beberapa kalangan yang menyebutkan pemerintah secara sengaja menutupi pengesahan PP ini. Mengingat banyak pro dan kontra dalam perjalanan RPP Tembakau hingga disahkan menjadi PP selama satu tahun belakangan ini. "Sama sekali tidak. Memang, PP baru jadi dan rencana sosialisasi baru disusun minggu depan," tegasnya.
Seperti diketahui sebelumnya, sejumlah aksi unjuk rasa menolak pengesahan RPP Tembakau mewarnai perjalanan peraturan ini hingga akhirnya disahkan menjadi PP.
Koalisi Nasional Penyelamat Kretek (KNPK) menilai, RPP Tembakau sebagai peraturan pelaksanaan UU 36/2009 tentang kesehatan, sangat jauh dari rasa keadilan dan dapat merugikan kehidupan kaum tani dan kelas buruh. Lengkapnya, buka tautan di sini.
Petani tembakau yang menolak RPP tersebut melakukan aksi di beberapa kantor pemerintahan di Jakarta, di antaranya di Kementerian Kesehatan, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), dan Tugu Monumen Nasional.
No comments:
Post a Comment