Ada yang tidak biasa di Gedung Putih saat Barack Obama mengumumkan kebijakan terbaru. Presiden AS itu kali ini mengundang anak-anak ke kantornya untuk menjadi saksi.
Sambil "diawasi" para bocah cilik itu di belakangnya, Obama menandatangani instruksi presiden (executive order) kepada jajaran keamanan untuk lebih mengawasi peredaran senjata api di tengah-tengah masyarakat, sekaligus mencegah terulangnya lagi kasus warga sipil menjadi pembantai bersenjata api.
Sambil "diawasi" para bocah cilik itu di belakangnya, Obama menandatangani instruksi presiden (executive order) kepada jajaran keamanan untuk lebih mengawasi peredaran senjata api di tengah-tengah masyarakat, sekaligus mencegah terulangnya lagi kasus warga sipil menjadi pembantai bersenjata api.
Dia juga meminta parlemen (Kongres) untuk memberlakukan lagi larangan penjualan senapan serbu standar militer di tengah masyarakat dan pengawasan yang lebih intensif atas peredaran senjata api untuk mendukung instruksi presiden.
Anak-anak itu, bersama para orangtua mereka, diundang setelah menulis surat khusus kepada Presiden Obama. Dua puluh bocah seusia mereka menjadi korban kebiadaban seorang pemuda frustrasi pada 14 Desember 2012. Pemuda itu datang ke gedung SD Sandy Hook di Kota Newtown, negara bagian Connecticut, dan langsung memuntahkan rentetan peluru dari senapan serbu standar militer AR-15 ke para korban.
Selain 20 anak-anak, yang masih berusia 6 dan 7 tahun, sebanyak enam orang dewasa juga tewas. Pemuda itu tak lama kemudian bunuh diri setelah membantai mereka. Kasus-kasus sebelumnya pun mirip dengan di Newtown.
Pembunuh biasanya langsung begitu saja muncul di tempat umum lalu menembaki banyak orang secara serampangan. Pelaku lalu bunuh diri atau kalau pun berhasil ditangkap hidup-hidup dinyatakan kurang waras sehingga lama untuk diadili. (Baca profil mereka di "Para Penembak Sinting Amerika")
Ini menjadi kisah yang mengerikan bagi anak-anak yang mengirim surat kepada Presiden Obama. Isi surat mereka: jangan biarkan kebiadaban itu terulang kembali. Obama pun menanggapinya dengan serius dengan mengesahkan Instruksi Presiden pada Rabu siang waktu setempat (tengah malam WIB).
"Kita harus belajar dari apa yang terjadi di SD Sandy Hook. Saya merasa sungguh sedih," tulis seorang bocah 8 tahun bernama Grant Fritz yang dibacakan oleh Obama di podium, seperti dikutip kantor berita Reuters.
Setelah menandatangani Inpres, Obama satu per satu memeluk dan menyalami keempat anak yang dia undang itu. Obama pun sebelumnya mengaku, pembantaian di SD Newtown merupakan peristiwa terburuk selama kepresidenannya.
Dia pun mengingatkan bahwa sejak tragedi di Newtown itu, kasus penembakan brutal warga sipil terus saja berlangsung. "Lebih dari 900 warga Amerika dilaporkan tewas akibat tembakan senjata...sudah sembilan ratus dalam sebulan. Setiap hari kita menunggu bahwa jumlah itu terus bertambah," kata Obama.
"Kita tidak bisa membiarkan masalah ini berlarut-larut," kata Obama. Sambil diapit para bocah itu, Obama juga bertekad agar pengawasan peredaran senjata api yang lebih efektif bisa segera diterapkan. Ini juga tergantung kepada keputusan Kongres.
Melalui "Perintah Eksekutif" - yaitu instruksi presiden yang tidak perlu mendapat persetujuan parlemen (Kongres) - Obama mengumumkan 23 langkah pengendalian senjata api. Beberapa langkah yaitu memperbaiki sistem pemeriksaan latar belakang bagi pembeli senjata api dan mencabut larangan atas penelitian mengenai kekerasan bersenjata.
Obama juga menginstruksikan penambahan petugas konseling dan tenaga yang diperlukan di sekolah-sekolah dan memperbaiki akses ke layanan kesehatan jiwa. Semuanya ini untuk mencegah terulangnya aksi penembak brutal.
Selain mengeluarkan instruksi presiden, Obama juga meminta Kongres menghidupkan kembali larangan penjualan senapa serbu standar militer di toko-toko. Larangan ini pernah berlaku selama beberapa tahun sebelum akhirnya berakhir pada 2004.
Kongres juga diminta membuat aturan yang mewajibkan pemeriksaan latar belakang kriminal bagi semua pembeli senjata api dan memperketat distribusi senjata api secara komersil. Obama pun berharap Kongres membuat aturan yang melarang beredarnya senjata api di suatu kota yang dibeli atau diperoleh di wilayah lain.
Ditentang
Kendati didukung banyak warga, upaya Obama untuk melobi Kongres dalam memperketat peredaran senjata api ke dalam suatu peraturan yang lebih kuat bukan hal yang mudah. Sebagai kubu oposisi di DPR, para politisi Partai Republik tidak akan menuruti begitu saja permintaan Obama.
Bagi Ketua Komite Nasional Partai Republik, Reince Priebus, Obama berisiko melanggar undang-undang dasar (Konstitusi) bila memaksa Kongres mengeluarkan aturan baru secara menyeluruh mengenai pembatasan peredaran senjata. Ini karena kepemilikan senjata api di kalangan warga sipil dijamin oleh Amandemen Kedua Konstitusi AS. (baca selengkapnya di "Letusan dari Amandemen Kedua")
"Dia selama ini basa-basi mengenai perlunya hak-hak konstitusi secara mendasar," kata Priebus seperti dikutip stasiun berita BBC. "Namun dia mengambil langkah yang mengabaikan Amandemen Kedua (Konstitusi) dan proses legislatif," lanjut Priebus.
Kebijakan baru pemerintah ini juga ditentang keras oleh para pendukung peredaran senjata api di tengah masyarakat sipil Amerika. Melalui kelompok lobi yang berpengaruh, National Rifle Association (NRA), mereka menganggap langkah Obama ini bukanlah solusi mengatasi krisis yang dihadapi Amerika.
"Hanya para pemilik senjata yang jujur dan taat hukum yang akan terkena dampaknya. Namun anak-anak kita akan tetap rentan atas tragedi-tragedi serupa yang tidak terhindarkan," demikian pernyataan kelompok itu yang dikutip stasiun berita BBC.
Bahkan, secara sarkastik, mereka dalam suatu iklan menuduh Obama pemimpin "hipokrit" karena dia sendiri mengizinkan para pengawal (Secret Service) melindungi kedua anaknya dengan senjata api.
"Apakah anak-anak presiden lebih penting daripada anak-anak Anda? Lalu mengapa dia skeptis dalam upaya menempatkan keamanan bersenjata di sekolah-sekolah sedangkan anak-anaknya dilindungi oleh para pengawal bersenjata di sekolah mereka?" begitu rangkaian kaliman iklan tayangan NRA di media-media massa AS yang diluncurkan Senin lalu, seperti yang dikutip Voice of America. Gedung Putih menyebut iklan itu "menjijikkan."
Para pendukung kepemilikan senjata api memiliki pengaruh yang kuat di kalangan elit politik AS. Studi dari lembaga Center for Public Integrity mengungkapkan, sedikitnya ada 145 kelompok yang khusus melobi Kongres untuk tidak sampai melarang kepemilikan senjata api.
Mereka pun tidak segan-segan mengerahkan uang yang banyak untuk urusan lobi. "National Rifle Association (NRA) merupakan kelompok terbesar dan memiliki jaringan lobi yang kuat. Setiap tahun kelompok itu menganggarkan US$1,5 juta untuk melobi," demikian kajian dari Center for Public Integrity di laman mereka.
Pada 2007 saja, para pelobi pro senjata api menghabiskan dana sebesar US$1,95 juta. Jumlah itu tidak sebanding dengan dana yang dikeluarkan para pegiat pendukung kontrol senjata api, yang hanya sebesar US$60.800, demikian ungkap kelompok Center for Responsive Politics.
Anak-anak itu, bersama para orangtua mereka, diundang setelah menulis surat khusus kepada Presiden Obama. Dua puluh bocah seusia mereka menjadi korban kebiadaban seorang pemuda frustrasi pada 14 Desember 2012. Pemuda itu datang ke gedung SD Sandy Hook di Kota Newtown, negara bagian Connecticut, dan langsung memuntahkan rentetan peluru dari senapan serbu standar militer AR-15 ke para korban.
Selain 20 anak-anak, yang masih berusia 6 dan 7 tahun, sebanyak enam orang dewasa juga tewas. Pemuda itu tak lama kemudian bunuh diri setelah membantai mereka. Kasus-kasus sebelumnya pun mirip dengan di Newtown.
Pembunuh biasanya langsung begitu saja muncul di tempat umum lalu menembaki banyak orang secara serampangan. Pelaku lalu bunuh diri atau kalau pun berhasil ditangkap hidup-hidup dinyatakan kurang waras sehingga lama untuk diadili. (Baca profil mereka di "Para Penembak Sinting Amerika")
Ini menjadi kisah yang mengerikan bagi anak-anak yang mengirim surat kepada Presiden Obama. Isi surat mereka: jangan biarkan kebiadaban itu terulang kembali. Obama pun menanggapinya dengan serius dengan mengesahkan Instruksi Presiden pada Rabu siang waktu setempat (tengah malam WIB).
"Kita harus belajar dari apa yang terjadi di SD Sandy Hook. Saya merasa sungguh sedih," tulis seorang bocah 8 tahun bernama Grant Fritz yang dibacakan oleh Obama di podium, seperti dikutip kantor berita Reuters.
Setelah menandatangani Inpres, Obama satu per satu memeluk dan menyalami keempat anak yang dia undang itu. Obama pun sebelumnya mengaku, pembantaian di SD Newtown merupakan peristiwa terburuk selama kepresidenannya.
Dia pun mengingatkan bahwa sejak tragedi di Newtown itu, kasus penembakan brutal warga sipil terus saja berlangsung. "Lebih dari 900 warga Amerika dilaporkan tewas akibat tembakan senjata...sudah sembilan ratus dalam sebulan. Setiap hari kita menunggu bahwa jumlah itu terus bertambah," kata Obama.
"Kita tidak bisa membiarkan masalah ini berlarut-larut," kata Obama. Sambil diapit para bocah itu, Obama juga bertekad agar pengawasan peredaran senjata api yang lebih efektif bisa segera diterapkan. Ini juga tergantung kepada keputusan Kongres.
Melalui "Perintah Eksekutif" - yaitu instruksi presiden yang tidak perlu mendapat persetujuan parlemen (Kongres) - Obama mengumumkan 23 langkah pengendalian senjata api. Beberapa langkah yaitu memperbaiki sistem pemeriksaan latar belakang bagi pembeli senjata api dan mencabut larangan atas penelitian mengenai kekerasan bersenjata.
Obama juga menginstruksikan penambahan petugas konseling dan tenaga yang diperlukan di sekolah-sekolah dan memperbaiki akses ke layanan kesehatan jiwa. Semuanya ini untuk mencegah terulangnya aksi penembak brutal.
Selain mengeluarkan instruksi presiden, Obama juga meminta Kongres menghidupkan kembali larangan penjualan senapa serbu standar militer di toko-toko. Larangan ini pernah berlaku selama beberapa tahun sebelum akhirnya berakhir pada 2004.
Kongres juga diminta membuat aturan yang mewajibkan pemeriksaan latar belakang kriminal bagi semua pembeli senjata api dan memperketat distribusi senjata api secara komersil. Obama pun berharap Kongres membuat aturan yang melarang beredarnya senjata api di suatu kota yang dibeli atau diperoleh di wilayah lain.
Ditentang
Kendati didukung banyak warga, upaya Obama untuk melobi Kongres dalam memperketat peredaran senjata api ke dalam suatu peraturan yang lebih kuat bukan hal yang mudah. Sebagai kubu oposisi di DPR, para politisi Partai Republik tidak akan menuruti begitu saja permintaan Obama.
Bagi Ketua Komite Nasional Partai Republik, Reince Priebus, Obama berisiko melanggar undang-undang dasar (Konstitusi) bila memaksa Kongres mengeluarkan aturan baru secara menyeluruh mengenai pembatasan peredaran senjata. Ini karena kepemilikan senjata api di kalangan warga sipil dijamin oleh Amandemen Kedua Konstitusi AS. (baca selengkapnya di "Letusan dari Amandemen Kedua")
"Dia selama ini basa-basi mengenai perlunya hak-hak konstitusi secara mendasar," kata Priebus seperti dikutip stasiun berita BBC. "Namun dia mengambil langkah yang mengabaikan Amandemen Kedua (Konstitusi) dan proses legislatif," lanjut Priebus.
Kebijakan baru pemerintah ini juga ditentang keras oleh para pendukung peredaran senjata api di tengah masyarakat sipil Amerika. Melalui kelompok lobi yang berpengaruh, National Rifle Association (NRA), mereka menganggap langkah Obama ini bukanlah solusi mengatasi krisis yang dihadapi Amerika.
"Hanya para pemilik senjata yang jujur dan taat hukum yang akan terkena dampaknya. Namun anak-anak kita akan tetap rentan atas tragedi-tragedi serupa yang tidak terhindarkan," demikian pernyataan kelompok itu yang dikutip stasiun berita BBC.
Bahkan, secara sarkastik, mereka dalam suatu iklan menuduh Obama pemimpin "hipokrit" karena dia sendiri mengizinkan para pengawal (Secret Service) melindungi kedua anaknya dengan senjata api.
"Apakah anak-anak presiden lebih penting daripada anak-anak Anda? Lalu mengapa dia skeptis dalam upaya menempatkan keamanan bersenjata di sekolah-sekolah sedangkan anak-anaknya dilindungi oleh para pengawal bersenjata di sekolah mereka?" begitu rangkaian kaliman iklan tayangan NRA di media-media massa AS yang diluncurkan Senin lalu, seperti yang dikutip Voice of America. Gedung Putih menyebut iklan itu "menjijikkan."
Para pendukung kepemilikan senjata api memiliki pengaruh yang kuat di kalangan elit politik AS. Studi dari lembaga Center for Public Integrity mengungkapkan, sedikitnya ada 145 kelompok yang khusus melobi Kongres untuk tidak sampai melarang kepemilikan senjata api.
Mereka pun tidak segan-segan mengerahkan uang yang banyak untuk urusan lobi. "National Rifle Association (NRA) merupakan kelompok terbesar dan memiliki jaringan lobi yang kuat. Setiap tahun kelompok itu menganggarkan US$1,5 juta untuk melobi," demikian kajian dari Center for Public Integrity di laman mereka.
Pada 2007 saja, para pelobi pro senjata api menghabiskan dana sebesar US$1,95 juta. Jumlah itu tidak sebanding dengan dana yang dikeluarkan para pegiat pendukung kontrol senjata api, yang hanya sebesar US$60.800, demikian ungkap kelompok Center for Responsive Politics.
No comments:
Post a Comment