Saturday, 26 January 2013

"Rekayasa Langit" untuk Redam Banjir Jakarta. Banjir terus menghantui Jakarta. Saatnya awan direkayasa

Banjir masih menghantui warga Jakarta
Banjir terus menghantui warga Jakarta. Hujan lebat diprediksi kembali mengguyur Ibu Kota pada 27 Januari 2013. Padahal, banjir yang terjadi sejak Kamis pekan lalu masih menggenangi sejumlah wilayah Jakarta.

"Kami sudah membahas mengenai kondisi ini. Ada potensi kenaikan curah hujan pada akhir pekan ini," kata Kepala Sub-bidang Cuaca Ekstrem BMKG, Kukuh Rubidianto, Kamis 24 Januari 2013.

Selain curah hujan, kekhawatiran juga disebabkan naiknya ketinggian air laut di pantai utara Jakarta. Kondisi itu dipengaruhi oleh posisi bulan pada bumi. Saat ini, air laut di utara Jakarta sudah naik dengan ketinggiannya sekitar 1 meter.

"Air pasangnya sudah terjadi pada 23 Januari kemarin, diprediksi akan terjadi hingga 27 Januari," kata Kukuh. Meluapnya air laut ini dipastikan menghambat pembuangan air hujan.

Kukuh mengimbau warga yang tinggal di pesisir pantai harus meningkatkan kewaspadaan. "Tingkatkan kewaspadaan, pesisir pantai akan tergenang. Secara umum hujan ringan dan sedang dan cenderung meningkat pada malam dan dini hari," katanya lagi.

Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, melakukan persiapan untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk. Dia mengaku sudah berkoordinasi dengan Kementrian Pekerjaan Umum untuk menyikapi prediksi banjir besar pada 27 Januari itu. "Persiapan-persiapan dari skenario terburuk, harus diantisipasi," kata Jokowi.

Dia mengimbau masyarakat untuk lebih waspada dan berhati-hati menghadapi semua kemungkinan terburuk dari banjir tersebut. "Tetapi semoga tidak terjadi. Kami sudah rapat dengan PU, yang berkaitan dengan air kan Kementrian PU," ujar Jokowi.

Seberapa besar

Meski diprediksi akan turun hujan lebat, Kukuh memprediksi tidak akan terjadi banjir besar seperti pada Kamis pekan lalu. Sebab, hujan yang diperkirakan turun dengan lebat pada tanggal tersebut diprediksi tidak merata.

Wilayah yang diperkirakan mengalami hujan lebat antara lain kawasan Depok dan wilayah utara Jakarta. "Sementara, daerah lain di Jabodetabek diprediksi akan turun hujan ringan hingga sedang pada tanggal tersebut," kata Kukuh.

Selain itu, dia menambahkan, hujan pada 27 Januari itu juga belum tentu menyebabkan banjir parah seperti sebelumnya. "Sebenarnya kami tidak prediksi banjir. Namun, untuk daerah yang sudah jadi langganan banjir tetap harus waspada, apalagi di wilayah utara Jakarta ada rob (pasang laut)," kata dia.

"Apakah akan menyebabkan banjir besar seperti Kamis yang lalu, mungkin tidak sampai separah itu, kecuali ada tanggul jebol."

Sementara itu, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan kecil kemungkinan Jakarta banjir besar pada 27 Januari mendatang. Menurut dia, pada 27 Januari mendatang memang akan ada air laut pasang mulai pukul 05.00 WIB dan mencapai puncak pukul 08.00-10.00 WIB. "Setinggi 1 meter dari normalnya," kata dia.

Tapi, tambah dia, ketinggian itu bukan pasang maksimum. Pasang maksimum justru terjadi pada 24-25 Januari yang lalu dengan ketinggian 1,1 meter. "Pada 26-28 Januari berkisar 1 meter," jelas pria yang juga merupakan profesor di bidang hidrologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) ini.

Selain itu, siklon tropis tidak ada di selatan Indonesia. "Indeks cold surge (seruak dingin) di Hongkong juga tidak terdeteksi. Jika ada, maka akan ada perambatan cold surge ke daerah selatan ekuator yang terjadi setelah 4-6 hari. Kemudian Pulau Jawa akan mengalami curah hujan yang besar," jelas Sutopo.

Demikian pula indeks Madden Julian Oscillation (MJO) yang negatif. Sutopo menjelaskan, MJO adalah sebuah osilasi yang berperiode 40-50 hari, yang dalam beberapa kasus bisa melebar menjadi 30-60 hari. "Gugus awan konveksi diproduksi di atas Samudera Hindia (sebelah barat Indonesia) kemudian bergerak ke arah timur di sepanjang ekuator untuk menempuh satu siklus putar dengan periode 40-50 hari."

Dengan 3 faktor iklim tersebut, Sutopo menilai, kecil peluangnya curah hujan ektrem terjadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya seperti halnya curah hujan tahun 2007 yang menyebabkan banjir besar di Jakarta.

Rekayasa Langit

Meski demikian, pemerintah tetap melakukan antisipasi terhadap kemungkinan banjir seperti yang diprediksi itu. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan sejumlah lembaga terkait akan menerapkan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau "rekayasa langit" untuk mengurangi tingginya curah hujan yang diprediksi bakal terjadi di Jakarta. 

Rekayasa cuaca yang mulai dilakukan pada Sabtu hingga kondisi cuaca di langit Ibu Kota cerah. Tujuannya, untuk mengurangi risiko banjir di Ibu Kota. "Kami akan mengkondisikan awan yang akan masuk maupun yang berada di wilayah Jakarta," kata Kepala Bidang Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pembuatan Hujan BPPT, Tri Handoko Seto, kepadaVIVAnews.

Menurut dia, awan yang akan masuk ke wilayah Ibu Kota akan dipercepat menjadi hujan. Awan dari luar yang menuju Jakarta akan ditaburi bahan semai (zat yang bisa mengubah awan menjadi hujan). "Kami taburi bahan semai dari pesawat Herciles TNI, sehingga awan itu cepat menjadi hujan dan tidak terjadi di wilayah Jabodetabek," kata dia. Selain itu, metode ini juga bisa menggunakan Ground Base Generator (GBG).

Sementara, awan yang tumbuh di atas wilayah Jakarta juga akan direkayasa. Awan di atas Ibu Kota akan dibuat supaya tidak menjadi hujan. "Kita taburi partikel halus yang bisa membuat awan berpendar dibawa angin menjauh dari atas Jakarta," kata dia.

Tri Handoko mengatakan, metode-metode itu telah diuji coba di sejumlah negara dan berhasil. Sementara, di Indonesia, rekayasa serupa pernah dilakukan di Palembang, Sumatera Selatan, pada saat pagelaran SEA Games. "Pengalaman di Jakabaring, karena cakupannya kecil, bisa mengurangi curah hujan sekitar 80%. Tetapi untuk Jakarta yang lebih luas, target kami hanya 30%, syukur kalau lebih," katanya.

No comments:

Post a Comment