Habis jatuh tertimpa tangga. Demikian peribahasa yang pas untuk menggambarkan kondisi partai politik Islam dalam Pemilu 2009 ini. Dalam hajatan demokrasi lima tahunan ini, parpol Islam nyaris tak memiliki gigi. Dalam pemilu legislatif, mayoritas partai Islam anjlok. Setidaknya hanya PKS yang stabil dengan meraih 7,88% suara. Selebihnya turun, yaitu PAN 6,01%, PPP 5,32%, dan PKB 5,34%.
Paskaputusan MA, komposisi perolehan suara partai Islam dikonversikan dengan kursi DPR juga turun drastis. Suara partai Islam kian rendah dibanding sebelum turunnya putusan MA. PKS berkurang tujuh dari sebelumnya 57 kursi. PAN menjadi 28 dari sebelumnya 43 kursi, dan PPP menjadi 21 dari sebelumnya 37 kursi. Hanya PKB yang tidak mengalami penurunan dari imbas putusan MA, justru PKB mengalami kenaikan kursi dari 26 kursi menjadi 29 kursi.
Situasi ini jelas menjadikan posisi tawar partai Islam semakin rendah dalam setting agenda untuk kepentingan konstituen. Agenda yang mereka sebut dengan agenda keumatan sepertinya akan semakin sulit terealisasi dengan komposisi jumlah anggota parlemen yang kian tidak signifikan. Praktis, kekuatan partai Islam semakin tergerus oleh kekuatan partai nasionalis.
Kondisi ini jelas membuat kekhawatiran partai politik Islam. Di samping akan berimplikasi tidak kecil dalam konstelasi politik nasional, putusan MA tak ubahnya lonceng kematian partai Islam dalam Pemilu 2014. Hal ini pun sepertinya diasadari oleh aktivis partai Islam.
Menurut Ketua DPP PKS Ahmad Mabruri, pihaknya berharap keputusan MA berlaku pada 2014, bukan pada Pemilu 2009 ini. “Kita telah konsultasikan dengan pakar-pakar hukum kita, ternyata aturan MA ini tidak berlaku surut. Untuk itu putusan MA bisa dilakukan tidak pada Pemilu 2009,” ujar Ketua PKS Ahmad Mabruri, di Jakarta, Senin (27/7).
Selain karena tidak berlaku surut, Mabruri menyebutkan pelaksanaan putusan MA akan berdampak langsung kepada partai politik yang dipangkas kursinya. “Kalau putusan itu dijalankan sekarang, maka dikhawatirkan mengganggu politik nasional. Terutama bagi parpol yang mengalami pemangkasan kursi signifikan akan menimbulkan gejolak internal,” akunya.
Lebih dari persoalan internal partai politik, bagi peneliti senior Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanudin Muhtadi, putusan MA akan semakin membuat rendah posisi tawar partai Islam, baik dalam koalisi di eksekutif maupun koalisi di parlemen. “Partai Islam semakin terdegradasi,” cetusnya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Senin (27/7).
Ia pun memprediksikan, untuk jangka pendek, putusan MA akan berpengaruh dalam pembagain kursi kabinet SBY-Boediono. Apalagi dalam Pilperes 2009 lalu, tak satupun pasangan capres-cawapres mereprsentasikan kekuatan partai Islam.
Putusan MA seperti memberi sinyal lonceng kematian partai politik Islam di Indonesia. Karena, paska putusan MA suara partai Islam jelas terpangkas signifikan. Implikasinya pun tidak kecil. Agenda keumatan yang selama ini menjadi jualan partai Islam terancam sulit diseksekusi dengan kekuatan partai Islam yang semakin tak signifikan.
Jika tak memperluas dukungan ke kalangan kelompok nasionalis, mimpi bagi partai Islam dalam mengusung agenda keumatan pasti sirna. Burhan menyarankan, kondisi saat ini harus direspons secara sigap oleh aktivis partai Islam maupun tokoh Islam, terkait masa depan partai politik Islam.
Burhan menyebutkan sedikitnya terdapat empat agenda mendesak yang harus dilakukan oleh partai Islam. “Reorientasi partai Islam, reposisi partai Islam, regenerasi kemepimpinan, dan rekonsolidasi kekuatan Islam,” ujarnya.
Ia memprediksikan, pada akhirnya partai Islam akan melakukan gabung secara ilmiah ataupun melalui electoral engineering. Di atas semua itu, putusan MA yang bernuansa distrik ini tak ubahnya menjadi lampu kuning bagi partai tengah ke bawah untuk melakukan iniovasi politik terkait masa depan partai. Jika tak direspons serius, partai politik menengah yang didominasi partai Islam tinggal menunggu waktunya untuk tutup buku
No comments:
Post a Comment