Mantan Menteri Kesehatan, Ahmad Sujudi menyatakan tidak menyangka sama sekali bahwa keberpihakannya pada Kawasan Timur Indonesia (KTI) terutama dalam penanggulangan wabah dan penyakit menular melalui peningkatan kualitas kesehatan di 32 rumah sakit berbuntut musibah bagi dirinya.
Hal ini terungkap dalam pledoi pribadinya berjudul "Diadili Karena Keberpihakan kepada Kawasan Indonesia Timur (KIT)" yang dibacakan di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (20/4). Di depan majelis hakim yang diketuai Jupriadi, Sujudi merasa proyek ABT KTI Depkes telah selesai sebagaimana mestinya.
Menkes era Presiden Megawati Soekarnoputri ini membeberkan bila penetapan tersangka lantaran dirinya diancam oleh mantan anak buahnya sendiri. Dia menuturkan, saat diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Goenawan Pranoto dan Rinaldi, jajaran bawahannya seperti Sri Astuti Suparmanto, Achmad Hardiman, Ida Ayu Shinta Dewi mendatangi rumahnya untuk menyodorkan konsep surat yang harus ditandatanganinya. Mereka mengatakan bahwa hanya dengan adanya pernyataan dari Sujudi tersebut maka mereka dapat lolos dari lubang jarum dijerat sebagai tersangka. Secara tersirat mereka juga menyatakan bahwa apabila dia tidak mau menandatangani surat tersebut maka mereka mengancam akan memberikan kesaksian yang memberatkan Sujudi.Todongan dari mantan stafnya tersebut merupakan suatu pukulan hebat yang sangat menekannya.
Sujudi mengaku merasa terpukul karena sikap dari staf-staf kepercayaannya yang melemparkan seluruh kesalahan dan tanggung jawab itu kepadanya. Ditambah lagi, kata dia, tekanan psikologis yang dilakukan KPK yang terus memaksanya untuk mengakui uang Rp 700 juta yang diberikan rekanan Depkes Gunawan Pranoto dan Rinaldi Yusuf.
“Dalam kondisi depresi dan tidak mampu berpikir secara wajar dan logis, saya terpaksa membuat suatu pengakuan yang tidak benar. Saya dipaksa membuat pengakuan sesuai keinginan penyidik KPK,” ucapnya, dalam surat pledoi yang diterima para wartawan.
Bahkan, Sujudi mengaku terpaksa menggadaikan rumah pribadinya untuk mengganti uang kerugian negara yang diminta KPK senilai Rp 700 juta. Padahal, dia merasa sama sekali tidak pernah mencicipi atau memperkaya diri seperti yang dituduhkan jaksa penuntut umum KPK terkait kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di Departemen Kesehatan pada 2003.
“Yang membuat saya dan keluarga sedih dan terpukul adalah saat KPK menetapkan saya menjadi tersangka kasus ini. Namun yang lebih mengherankan dan menyakitkan lagi adalah berbagai keterangan mantan staf-staf saya di Depkes yang dulu sangat dipercayai dalam membantu tugas-tugas pemerintahan di bidang kesehatan, malah berbalik menyudutkan saya,” katanya.
Sujudi juga mempertanyakan sebagai Menkes mengapa dia dipersalahkan karena memberikan persetujuan prinsip metode penunjukkan langsung (PLl). Sedangkan usulan metode PL yang datang dan berasal dari hasil telaah Dirjen Yan Medik dan staf-stafnya yang notabene adalah orang yang sangat menguasai hal teknis dan adminsitrasi berkenaan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Depkes maupun menguasai Keppres 18/2000 dan telah biasa melaksanakan pekerjaan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Depkes. Dia juga perlu menjelaskan surat Menkes RI 1450/Menkes/8/2003 yang dijadikan dasar penuntut umum untuk menjerat dirinya dalam kasus ini bukanlah surat keputusan ataupun surat perintah penunjukan langsung bagi rekanan Kimia Farma, PT RNI dan PT Indofarma bagi pelaksana ABT Depkes 2003.
“Tidak ada satupun kalimat perintah di dalamnya. Malah isinya lebih bersifat informatif yang merupakan balasan atas surat Dirjen Yan Medik. Mengapa saya dipersalahkan jika staf saya ternyata melakukan penafsiran yang salah atas substansi surat saya,” katanya.
Mengenai pengadaan proyek, sambung dia, proyek tersebut diklaimnya seluruh peralatan telah terpasang dengan baik dan digunakan pihak rumah sakit sesuai dengan peruntukkannya dan telah memberikan banyak manfaat untuk penanggulangan wabah pemberantasan penyakit menular dan menolong upaya persalinan ibu hamil.
"Dan saya bukanlah pejabat yang mempunyai inisiatif pertama dalam mengajukan maupun menjalankan proses ABT Depkes 2003," kata dia.
Menurut dia, justru inisiatif awal bermula dari kepentingan program Kementrian Pemberdayaan dan Percepatan KTI untuk melakukan peningkatan kualitas kesehatan di wilayah KTI khususnya untuk Rumah Sakit Umum Daerah di sana.
Dia pun menyayangkan, penuntut umum tidak menghadirkan anggota Komisi IV dan VII DPR serta Menteri Negara Pemberdayaan dan Percepatan KTI dalam persidangan. Padahal, jika mereka dihadirkan, Sujudi yakin kebenaran materiil akan terungkap berkenaan dengan dukungan politik dan anggaran serta desakan agar proyek tersebut harus dilaksanakan khususnya dengan situasi kesehatan masyarakat di wilayah KTI yang sangat memprihatinkan
No comments:
Post a Comment