Sebagian besar aliran kebatinan berpegang teguh pada kitab-kitab yang dianggap suci dan disucikan, yaitu kitab Darmo Gandul, Gatoloco, dan Hidayat Jati. Bila dikaji secara mendalam, kitab Darmo Gandul dan Gatoloco isinya bukan semata-mata sinkritisme, mencari kesamaan dan persamaan di antara ajaran agama-agama, seperti Hindu, Budha, dan Islam, melainkan membuat penafsiran dan penakwilan ajaran agama Islam. Dalam buku Darmo Gandul, misalnya, terdapat kesan bahwa zikir cara Budha itu lebih daripada zikir cara Islam. Dan, berikut sedikit uraian tentang buku Darmo Gandul, pada sebuah pangkur yang isinya menghina Islam. Di antara isinya adalah sebagai berikut :
1. Orang yang beragama Islam itu jahat. Buktinya, diperlakukan dengan baik-baik malah membalas dengan kejahatan.
2. Orang Islam mementingkan formalitas belaka, salat dengan gerakan-gerakan tertentu, azan dengan suara keras, doa dengan mengangkatkedua tangan (menadahkan kedua tangan) seperti orang edan (gila), berteriak-teriak lima kali dalam sehari semalam.
3. Orang Islam mengharamkan makanan-makanan yang lezat, seperti sate babi, opor monyet, gorengan cacing, kare anjing, sup tikus, bistik kodok, gulai ular, dendeng luwak, dan lain-lain. Orang Islam yang mengharamkan makanan yang lezat itu adalah keblinger.
4. Yang penting dalam Islam itu adalah syahadat, bukan shalat (sembahyang).
5. Syahadat orang Islam adalah syahadat syaringat (syariat), atau hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan, hubungan seksual itu sangat penting bagi umat Islam.
6. Permulaan surat Al-Baqarah, "Alif laam miim, dzalikal kitabu laa raiba fiihi hudal lilmuttaqin." Menurut versi Darmo Gandul artinya, ;Dzalikal ( ….disensor dan tidak dpt ditulis disini karena sangat jorok) Kitaabu laa (………….) Raiba fiihi hudan :(ditafsirkan wanita telanjang bulat )Lil muttaqin (………..)
7. Penulis Darmo Gandul kemudian menyebutkan yang dalam bahasa Indonesianya adalah, "Itu adalah bahasa Arab yang sampai ke tangan kita (Jawa), aku tafsirkan menurut interpretasi Jawa, agar artinya dapat dipahami. Artinya, bahwa bahasa Arab tersebut di pulau Jawa saya ceritakan dengan mata kebatinan sehingga seperti yang tersebut di atas."
8. Berdasarkan keterangan di atas, nampak jelas bahwa tujuan utama buku Darmo Gandul ditulis bukanlah untuk sinkritisme, melainkan untuk menghina, mencela, merendahkan, dan merongrong ajaran Islam.
9. Adapun kitab suci aliran kebatinan yang lain adalah Gatoloco. Gatoloco sendiri adalah nama kemaluan laki-laki. Di antara isi kitab tersebut telah disebutkan oleh Prof. DR. Rasyidi dalam bahasa Indonesia, yang salinannya di tulis dalam bukunya yang berjudul Islam dan Kebatinan antara lain sebagai berikut.
10. Semua barang halal asalkan diperoleh dengan cara baik, seperti babi, anjing, kucing, luwak, tikus, ular, kodok, bekicot, (keong racun), semuanya halal asal diperoleh dari cara baik, seperti membeli, diberi, atau menangkap sendiri, dan bahkan lebih halal daripada kambing, sapi, kerbau, dan yang lainnya yang diperoleh lewat mencuri.
11. Pedoman hidupku adalah bahrul qalbi, yaitu lautan hatiku untuk minum madat. Rasulullah itu bukanlah orang yang ada di Arab sana, dia sudah mati, lebih-lebih Saudi Arabia sangatlah jauh, maka orang kita menyembah Rasulullah di Arab itu tidak ada gunanya, dan aku menyembah Rasul yang ada dalam dadaku.
12. Aku ini Tuhan berada di sentrum wujud. Rasulullah adalah hatiku, agamaku adalah agama rasa.
13. Pedoman hidupku adalah bahrul qalbi yaitu lautan hatiku yang luas lagi dalam.
14. Aku selalu sembahyang, tidak pernah putus-putus, sembahyangku adalah nafsuku ini, nafsu yang dari ubun-ubun adalah sembahyangku terhadap tuhan. Nafsu yang dari mulut adalah sembahyangku untuk Muhammad saw.
15. Ada nafas yang keluar dari hidung itu adalah tali kehidupanku, oleh karena itu nafasku berbunyi Allah-Allah.
16. Qiblatku adalah diriku sendiri yang dinamakan Baitullah. Arti lafad "baitun" adalah baito (perahu, kapal) yang berarti baitullah adalah perahu buatan Allah. Sedang ka'bah hanyalah buatan nabi Ibrahim. Maka lebih bagus kapal buatan Allah daripada kapal buatan nabi Ibrahim, oleh karena itu, berkiblat dengan hati lebih baik daripada berkiblat kepada Ka’bah yang hanya buatan Nabi Ibrahim.
17. Sebelum dunia ini ada, sebelum ada binatang dan matahari, yang ada hanyalah nur Muhammad, yaitu yang berada di bintang johar yang menjadi pusar (pusat) atau wudel (bhs Jawa) Nabi Muhammad .
18. Lanang (laki-laki) artinya adalah kemaluan laki-laki.
19. Wadon (perempuan) artinya adalah kemaluan perempuan.
20. Dua kalimah syahadat artinya adalah laki-laki dan perempuan yang sedang berhubungan badan Allah artinya adalah olo (jelek) yang berarti kedua kemaluan laki-laki dan perempuan itu buruk dan jelek rupa dan bentuknya.
21. Dua kalimah syahadat menurut kebatinan artinya aku menyaksikan bahwa hidupku dan cahaya Tuhan serta rasa Nabi Muhammad adalah karena persetubu han bapak dan ibu, karena itu saya juga ingin melakukan persetubuhan itu.
22. Mekah (Makkah) artinya adalah bersetubuh, yaitu (………………)
Itu di antara sebagian isi dari buku Gatoloco yang merupakan buku dan kitab suci aliran kebatinan. Buku itu jelas-jelas menghina ajaran Islam.Na'udzubillahi min dzalik
Sama dengan Darmogandul dan Gatoloco dalam Menolak Syari’at Islam
Generasi awal penolak syari’at Islam di Jawa telah dipelopori oleh Darmogandul dan Gatoloco.
Gatoloco menolak syari’at dengan qiyas/ analog yang dibuat-buat sebagai berikut:
“Santri berkata: Engkau makan babi. Asal doyan saja engkau makan, (engkau) tidak takut durhaka."
“Santri berkata: Engkau makan babi. Asal doyan saja engkau makan, (engkau) tidak takut durhaka."
Gatoloco berkata: "Itu betul, memang seperti yang engkau katakan, walaupun daging anjing, ketika dibawa kepadaku, aku selidiki. Itu daging anjing baik. Bukan anjing curian."
Anjing itu kupelihara dari semenjak kecil. Siapa yang dapat mengadukan aku? Daging anjing lebih halal dari daging kambing kecil. Walaupun daging kambing kalau kambing curian, adalah lebih haram. Walaupun daging anjing, babi atau rusa kalau dibeli adalah lebih suci dan lebih halal.
Itulah penolakan syari’ah dengan qiyas/ analogi yang sekenanya, yang bisa bermakna mengandung tuduhan. Untuk menolak hukum haramnya babi, lalu dibikin analog: Babi dan anjing yang dibeli lebih halal dan lebih suci dibanding kambing hasil mencuri.
Ungkapan Gatoloco yang menolak syari’at Islam berupa haramnya babi itu bukan sekadar menolak, tetapi disertai tuduhan, seakan hukum Islam atau orang Islam itu menghalalkan mencuri kambing. Sindiran seperti itu sebenarnya baru kena, apabila ditujukan kepada orang yang mengaku tokoh Islam namun mencuri kambing seperti Imam bahkan pendiri LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) yakni Nur Hasan Ubaidah. Karena dia memang pernah mencuri kambing ketika di Makkah hingga diuber polisi, dan kambingnya disembunyikan di kolong tempat tidur. Tetapi zaman Gatoloco tentunya belum ada aliran Nur Hasan Ubaidah itu. Jadi Gatoloco itu (sebagaimana ditiru oleh penolak syari’ah Islam belakangan) telah melakukan dua hal:
1. Menolak syari’at Islam
2. Menuduh umat Islam sekenanya.
2. Menuduh umat Islam sekenanya.
Penolakan syari’at Islam disertai tuduhan ada yang lebih drastis lagi, yaitu yang dilakukan oleh Darmogandul. Mari kita simak kecaman dan tuduhan Darmogandul terhadap Umat Islam berikut ini:
“Semua makanan dicela, umpamanya: masakan cacing, dendeng kucing, pindang kera, opor monyet, masakan ular sawah, sate rase (seperti luwak), masakan anak anjing, panggang babi atau babi rusa, kodok dan tikus goreng."
"Makanan lintah yang belum dimasak, makanan usus anjing kebiri, kare kucing besar, bestik gembluk (babi hutan) semua itu dikatakan haram. Lebih-lebih jika mereka melihat anjing, mereka pura-pura dirinya terlalu bersih."
"Saya mengira, hal yang menyebabkan santri sangat benci kepada anjing, tidak sudi memegang badannya atau makan dagingnya, adalah karena ia suka bersetubuh dengan anjing di waktu malam. Baginya ini adalah halal walaupun dengan tidak pakai nikah. Inilah sebabnya mereka tak mau makan dagingnya.”
Ungkapan Darmogandul yang menuduh umat Islam sampai sedrastis itu, sebenarnya intinya sama juga.
1. Menolak syari’at Islam.
2. Menuduh secara semaunya terhadap umat Islam ataupun syari’atnya
Jadi sebenarnya polanya sama, antara penolak syari’at model lama dan model baru. Intinya ya dua perkara itu. Hanya saja kalau penolak syari’at Islam model baru, pakai putar-putar sana sini, lalu tuduhannya pun dicanggih-canggihkan. Diberondongkanlah ungkapan-ungkapan negatif terhadap umat Islam, bahkan syari’at Islam. Maka diluncurkanlah kepada umat Islam, kata-kata: inferiority complex, fikihisme, legalisme, pikiran apologetis sampai pada ungkapan fikih telah kehilangan relevansinya.
Sebenarnya Darmogandul dan Gatoloco pun telah mencari-cari perkataan yang secanggih-canggihnya untuk menuduh Umat Islam dan Syari’at Islam. Jadi ungkapan Inferiority complex yang dilontarkan orang sekarang, itu sebenarnya nilainya ya sama saja dengan ungkapan dendeng kucing, pindang kera, opor monyet yang dilontarkan orang masa lalu yaitu Darmogandul dan Gatoloco.
Masih ada satu ciri yang sama, yaitu mengembalikan istilah kepada pemaknaan secara bahasa, tetapi semaunya dan tidak sesuai dengan Islam.
Darmogandul mengatakan:
” … bangsa Islam, jika diperlakukan dengan baik, mereka membalas jahat. Ini adalah sesuai dengan zikir mereka. Mereka menyebut nama Allah, memang Ala (jahat) hati orang Islam. Mereka halus dalam lahirnya saja, dalam hakekatnya mereka itu merasa pahit dan masin."
” … bangsa Islam, jika diperlakukan dengan baik, mereka membalas jahat. Ini adalah sesuai dengan zikir mereka. Mereka menyebut nama Allah, memang Ala (jahat) hati orang Islam. Mereka halus dalam lahirnya saja, dalam hakekatnya mereka itu merasa pahit dan masin."
"Adapun orang yang menyebut nama Muhammad, Rasulullah, nabi terakhir, ia sesungguhnya melakukan zikir salah. Muhammad artinya Makam atau kubur, Ra su lu lah, artinya rasa yang salah. Oleh karena itu ia itu orang gila, pagi sore berteriak-teriak, dada ditekan dengan tangannya, berbisik-bisik, kepala ditaruh di tanah berkali-kali.”
"Di situ lafal “Allah” oleh Darmogandul diartikan Ala yaitu jahat. Lalu lafal “Muhammad” diartikan “makam” atau kuburan. Dan lafal “Rasulullah” diartikan “rasa yang salah”.
Lalu Darmogandul menuduh orang Islam sebagai orang gila, waktu pagi dan sore mereka adzan maka dibilang berteriak-teriak; sedang ketika Muslimin menjalankan shalat maka dia anggap bersedekap itu menekan dada, membaca bacaan shalat itu dia anggap bisik-nisik, sedang sujud dia anggap kepala ditaruh di tanah berkali-kali.
Demikianlah ungkapan Darmogandul. Sebenarnya banyak kata-kata dari ayat Al-Qur’an ataupun istilah Islam yang oleh Darmogandul diartikan dengan arti-arti jorok sekitar hubungan badan lelaki perempuan. Tetapi tidak usah kami kutip di sini.
Berikut ini model yang sama dari ungkapan Gatoloco:
“Baitullah, baitu artinya baito (perahu), jadi perahu buatan Allah, dalam perahu ada samodranya. Adapun Baitullah yang ada di Mekkah telah dibikin oleh Nabi Ibrahim."
“Baitullah, baitu artinya baito (perahu), jadi perahu buatan Allah, dalam perahu ada samodranya. Adapun Baitullah yang ada di Mekkah telah dibikin oleh Nabi Ibrahim."
"Pikirlah, baik mana kiblat bikinan manusia atau kiblat bikinan Tuhan, yakni badanku ini. Kiblatmu di Mekkah hanya buatan Nabi.”
Gatoloco mengartikan lafal “Baitullah” (Ka’bah) dengan “baito” yaitu perahu. Tetapi susunan pemaknaan itu tidak kosnisten, sehingga Gatoloco beralih kilah, tidak jadi pakai penerjemahan lewat bahasa, tetapi pilih pakai klaim, bahwa kiblat di Makkah itu bikinan manusia, Nabi Ibrahim. Sedang kiblat Gatoloco adalah badannya yang dibikin oleh Tuhan. Lantas Gatoloco dalam menolak Syari’at Islam menyuruh orang Islam berpikir, lebih baik yang mana: kiblat bikinan manusia ataukah yang bikinan Tuhan.
Maksud Gatoloco, mengartikan Baitullah dengan Ka’bah di Makkah itu salah. Yang benar, Baitullah itu adalah baito Allah, (perahu bikinan Allah) yaitu badan manusia. Sehingga orang yang berkiblat ke Ka’bah di Makkah itu disalahkan oleh Gatoloco dengan cara mengalihkan arti secara bahasa. Dan penyalahan arti itu kemudian diplesetkan ke arah yang sangat jorok-jorok, tentang hubungan badan lelaki-perempuan, tapi tidak usah saya kutip di sini.
Darmogandul dan Gatoloco itu menempuh jalan: Mengembalikan istilah kepada bahasa, kemudian bahasa itu diberi makna semaunya, lalu dari makna bikinannya itu dijadikan hujjah/ argument untuk menolak syari’at Islam.
Coba kita bandingkan dengan yang ditempuh oleh Nurcholish Madjid: Islam dikembalikan kepada al-Din, kemudian dia beri makna semau dia yaitu hanyalah agama (tidak punya urusan dengan kehidupan dunia, bernegara), lalu dari pemaknaan yang semaunya itu untuk menolak diterapkannya syari’at Islam dalam kehidupan.
Sama bukan?
Kalau dicari bedanya, maka Darmogandul dan Gatoloco menolak syari’at Islam itu untuk mempertahankan Kebatinannya, sedang Nurcholish Madjid menolak syari’at Islam itu untuk mempertahankan dan memasarkan Islam Liberal dan faham Pluralismenya. Dan perbedaan lainnya, Darmogandul dan Gatoloco adalah orang bukan Islam, sedang Nurcholish Madjid adalah orang Islam yang belajar Islam di antaranya di perguruan tinggi Amerika, Chicago, kemudian mengajar pula di perguruan tinggi Islam negeri di Indonesia. Hanya saja cara-cara menolak Syari’at Islam adalah sama, hanya beda ungkapan-ungkapannya, tapi caranya sama.
Meskipun akar masalahnya sudah bisa dilacak, namun masih ada hal-hal yang perlu ditanggapi sebagaimana berikut ini.
Kutipan:
“…sudah jelas, bahwa fikih itu, meskipun telah ditangani oleh kaum reformis, sudah kehilangan relevansinya dengan pola kehidupan zaman sekarang. Sedangkan perubahan secara total, agar sesuai dengan pola kehidupan modern, memerlukan pengetahuan yang menyeluruh tentang kehidupan modern dalam segala aspeknya, sehingga tidak hanya menjadi kompetensi dan kepentingan umat Islam saja, melainkan juga orang-orang lain. Maka, hasilnya pun tidak perlu hanya merupakan hukum Islam, melainkan hukum yang meliputi semua orang, untuk mengatur kehidupan bersama.” (Artikel Nurcholish Madjid).
“…sudah jelas, bahwa fikih itu, meskipun telah ditangani oleh kaum reformis, sudah kehilangan relevansinya dengan pola kehidupan zaman sekarang. Sedangkan perubahan secara total, agar sesuai dengan pola kehidupan modern, memerlukan pengetahuan yang menyeluruh tentang kehidupan modern dalam segala aspeknya, sehingga tidak hanya menjadi kompetensi dan kepentingan umat Islam saja, melainkan juga orang-orang lain. Maka, hasilnya pun tidak perlu hanya merupakan hukum Islam, melainkan hukum yang meliputi semua orang, untuk mengatur kehidupan bersama.” (Artikel Nurcholish Madjid).
Tanggapan:
Kalau Gatoloco menolak syari’at dengan cara mengkambing hitamkan kambing curian, maka sekarang generasi Islam Liberal menolak syari’ah dengan meganggap fiqh sudah kehilangan relevansinya. Sebenarnya, sekali lagi, sama saja dengan Gatoloco dan Darmogandul itu tadi.
Kalau Gatoloco menolak syari’at dengan cara mengkambing hitamkan kambing curian, maka sekarang generasi Islam Liberal menolak syari’ah dengan meganggap fiqh sudah kehilangan relevansinya. Sebenarnya, sekali lagi, sama saja dengan Gatoloco dan Darmogandul itu tadi.
Tuduhan bahwa fiqh telah kehilangan relevansinya, itu adalah satu pengingkaran yang sejati.
Dalam kenyataan hidup ini, di masyarakat Islam, baik pemerintahnya memakai hukum Islam (sebut saja hukum fiqh, karena memang hukum praktek dalam Islam itu tercakup dalam fiqh) maupun tidak, hukum fiqh tetap berlaku dan relevan. Bagaimana umat Islam bisa berwudhu, sholat, zakat, puasa, nikah, mendapat bagian waris, mengetahui yang halal dan yang haram; kalau dia anggap bahwa fiqh sudah kehilangan relevansinya? Hatta di zaman modern sekarang ini pun, manusia yang mengaku dirinya Muslim wajib menjaga dirinya dari hal-hal yang haram. Untuk itu dia wajib mengetahui mana saja yang haram. Dan itu perinciannya ada di dalam ilmu fiqh.
Seorang ahli tafsir, Muhammad Ali As-Shobuni yang jelas-jelas menulis kitab Tafsir Ayat-ayat Hukum, Rowaai’ul Bayan, yang dia itu membahas hukum langsung dari Al-Qur’an saja masih menyarankan agar para pembaca merujuk kepada kitab-kitab fiqh untuk mendapatkan pengetahuan lebih luas lagi. Tidak cukup hanya dari tafsir ayat ahkam itu.
Kalau mau mengingkari Islam yang jangkauannya mengurusi dunia termasuk negara, mestinya cukup merujuk kepada Barat sekuler yang terkena kedhaliman pihak gereja. Tidak usah merujuk kepada kondisi Islam yang akibatnya hanya akan menuduh umat Islam, fiqh Islam, syari’at Islam dan bahkan Islam itu sendiri. Hingga terseretlah oleh hawa nafsu tanpa dilandasi paradigma ilmu: Islam disempitkan jadi al-din yang dia maknakan sebagai agama belaka alias ritual/ ubudiah belaka. Ini namanya menabrak-nabrak, hanya untuk menguat-nguatkan pendapatnya. Akibatnya justru menuduh sana-sini (unsur-unsur dalam Islam) tanpa dalil yang pasti.
Dalam hal ini, Nurcholish Madjid di samping pemikirannya sederhana, masih pula mengingkari realitas dan sejarah. Hingga Nurcholish menganggap,“sudah jelas, bahwa fikih itu, meskipun telah ditangani oleh kaum reformis, sudah kehilangan relevansinya dengan pola kehidupan zaman sekarang.”
Sangat disayangkan, realitas yang belum hilang sama sekali dalam kenyataan, telah diingkari oleh Nurcholish Madjid. Teman sejawat Nurcholish Madjid dalam hal keliberalan, atau istilahnya waktu itu “Islam kontekstual”, yaitu Pak Munawir Sjadzali –yang pernah dijuluki sebagai trio pembaruan (Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid, dan Munawir Sjadzali) di tahun 1985-1990-an–, Pak Munawir telah berpayah-payah membuat kompilasi hukum Islam dari kitab-kitab fiqh Islam sekitar (26 kitab) dengan mengumpulkan para rektor, dosen, dan para ulama se-Indonesia untuk membuat kompilasi hukum Islam selama 2 tahun-an, dengan mengadakan studi banding ke berbagai tempat. Ternyata kini upaya Menteri Agama Munawir Sjadzali MA itu diingkari mentah-mentah oleh Nurcholish Madjid. Memang kompilasi hukum Islam itu hanya mengenai hukum keluarga (ahwalus syahsyiyah) yaitu hukum waris, hibah, sedekah, nikah , talak, dan rujuk. Namun pelaksanaan dalam pengadilan agama yang telah disahkan lewat undang-undang peradilan agama, tetap merujuk kepada hukum fiqh Islam.
Kenyataan yang masih ada di depan mata pun diingkari oleh Nurcholish Madjid. Dan setelah mengadakan pengingkaran, lalu dia nyatakan:
Kutipan:
“Maka, hasilnya pun tidak perlu hanya merupakan hukum Islam, melainkan hukum yang meliputi semua orang, untuk mengatur kehidupan bersama.”
“Maka, hasilnya pun tidak perlu hanya merupakan hukum Islam, melainkan hukum yang meliputi semua orang, untuk mengatur kehidupan bersama.”
Tanggapan:
Ungkapan Nurcholish Madjid itu tidak usah manusia yang menjawab, tetapi kita serahkan kepada Allah SWT yang telah berfirman:
Ungkapan Nurcholish Madjid itu tidak usah manusia yang menjawab, tetapi kita serahkan kepada Allah SWT yang telah berfirman:
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Al-Maaidah: 50).
Agaknya pantas kita mengingat pepatah:
- Anak di pangkuan dilepaskan
- Beruk di hutan disusukan
- Anak di pangkuan dilepaskan
- Beruk di hutan disusukan
Hukum Islam yang jelas dari Allah SWT, mau dia buang, sedang hukum rimba yang belum ketahuan juntrungannya mau diterapkan. Ini secara akal sudah menyalahi akal sehat. Sedang secara keyakinan sudah mengingkari hukum Allah SWT. Sehingga keyakinannya terhadap Islam pun dipertanyakan.
Barang yang masih ada di depan mata pun diingkari. Ayat yang masih tertulis di seluruh dunia pun diingkari. Dua hal ini saja sudah menjadikan lemahnya bobot pemikiran itu. Maka pantas, dulu Pak Rasyidi menyebutnya, pemikirannya itu berbahaya karena sederhana. Satu ungkapan yang perlu diresapi dengan arif.
Itu belum tentang masalah orang Hindu, Budha, Sinto oleh Nurcholish Madjid dimasukkan sebagai Ahli Kitab sebagaimana Yahudi dan Nasrani. Belum lagi tentang musyrikat (wanita musyrik, menyekutukan Tuhan) hanya dia anggap musyrikat Arab saja, bukan yang lainnya. Jadi arahnya ke mana?
bila tidak mengerti, tidak usah menghakimi,
ReplyDeleteAllah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
Deleteفَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى {123} وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan ia tidak akan celaka. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta. (Q.S Thaha: 123, 124).
Dalam menjelaskan kedua ayat ini, Abdullah bin Abbas berkata, “Allah menjamin kepada siapa saja yang membaca Alquran dan mengikuti apa-apa yang ada di dalamnya, bahwa dia tidak akan sesat di dunia dan tidak akan celaka di akhirat.” [Tafsir ath Thabari, 16/225].
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).
qur-an itu buat di kaji (aji)bukan buat di baca.mangkannya baca buku itu di aji jangan di baca yaaa akhirnya komentarnya kayak gitu ????tuh yang terakhir2 banyak ngajakin buat pesugihan .itu yang ga bisa mengaji.cuma bisa baca trus bangga
ReplyDeletekaji pake hati jangan cuma pake akal...itu sih saran saya
dan menurut saya buku itu mencoba menjelaskan hal gaib(hakikat) dengan kacamata sareat
kalo ga sepaham ga usah di perdebatkan.toh ini larinya ke keyakinan diri masing2....amaluna amalukum
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
Deleteفَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى {123} وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan ia tidak akan celaka. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta. (Q.S Thaha: 123, 124).
Dalam menjelaskan kedua ayat ini, Abdullah bin Abbas berkata, “Allah menjamin kepada siapa saja yang membaca Alquran dan mengikuti apa-apa yang ada di dalamnya, bahwa dia tidak akan sesat di dunia dan tidak akan celaka di akhirat.” [Tafsir ath Thabari, 16/225].
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).
he :)
ReplyDeleteItu mengajarkan utk mencari kebenaran di dalam diri bukan di luar....memang kata2x nya terkesan kasar...tp jika direnungkan ya heheheheh pokoknya pake hati dan carilah didalam bukan diluar...krn diluar itu banyak boongnya
ReplyDeleteAllah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
Deleteفَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى {123} وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan ia tidak akan celaka. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta. (Q.S Thaha: 123, 124).
Dalam menjelaskan kedua ayat ini, Abdullah bin Abbas berkata, “Allah menjamin kepada siapa saja yang membaca Alquran dan mengikuti apa-apa yang ada di dalamnya, bahwa dia tidak akan sesat di dunia dan tidak akan celaka di akhirat.” [Tafsir ath Thabari, 16/225].
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).
Menurut saya kata "BENAR"hanya untuk yang mengucapkan pada satu posisi dan orang lain yang di posisi lain itu "SALAH".padahal yang paling salah itu adalah orang yang menyalahkan satu keyakinan seseorang jika dia tidak bisa merasakan dulu pada posisi orang yang disalahkan itu.
DeleteSeumpamanya ada 2 (dua) orang berhadapan dan di tengah tengah nya di tulis angka 6(enam) tentulah dia merasa benar sendiri apa yang dilihat dan dirasakan di posisi nya yaitu angka 6 sementara di posisi yang lain terlihat angka 9(sembilan) apakah dia bisa menyalahkan.tentulah harus bijaksana jika ingin merasaka keyakinan yag dirasakan orang lain itu benar atau salah kita harus merasakan dulu posisi yang kita anggap salah.
Dan saya ingat dalam satu tulisan
.“Janganlah engkau berikan ilmu ini kepada yang tidak membutuhkan, karena itu adalah perbuatan zhalim. Tetapi jangan engkau tidak berikan ilmu ini kepada yang membutuhkan, karena itu juga perbuatan zhalim”. (Al Hadits) .
Seorang sahabat yang bernama Abu Hurairah juga pernah berkata :
. “Aku hafal dua karung (kitab) hadits dari Rasulullah Saw. Yang satu karung (kitab) sudah aku siarkan kepada kalian semua. Sedang yang satu lagi kalau aku siarkan, niscaya dipotong orang leherku”. ( HR Bukhari).
Jadi inti nya janganlah menyalahkan keyakinan seseorang karena mayoritas
Terlalu banyak orang pinter tapi merasa sok pinter untuk minteri orang lain anggapanya dirinya yang paling benar , jadi ya beginilah negara ini susah maju mentang2 udah punya berderet gelar ga mau mrnerima pendapat orang lain yg ga punya gelar tapi laku batinnya lebih dalam
DeletePenulis ternyata pengetahuan sejarahnya amat minim
ReplyDeleteAllah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
ReplyDeleteفَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى {123} وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan ia tidak akan celaka. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta. (Q.S Thaha: 123, 124).
Dalam menjelaskan kedua ayat ini, Abdullah bin Abbas berkata, “Allah menjamin kepada siapa saja yang membaca Alquran dan mengikuti apa-apa yang ada di dalamnya, bahwa dia tidak akan sesat di dunia dan tidak akan celaka di akhirat.” [Tafsir ath Thabari, 16/225].
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).
DAAK usah sok sakti pakai mata hati segala yang jelas buku itu bukan kitab ..melainkan karangan manusia yang isinya menjelekan islam ....yang merasa ahli kebatinan mengapa buku kayak gitu untuk di amini..... justru kalau merasa batin anda sudah bersih tidak akan menjelekan keyakinan orang lain tidak malah mengamini
ReplyDeleteNdak usah sok sakti ....pakai mata bhatin segala....yang jelas karya sastra rendahan yang jelas 2 menghina islam .....mengapa diamini oleh orang yg katanya ahli kebatinan.....pertanyaanya apa begitu para ahli kebatinan terhadap islam ?
ReplyDeletekenapa ajaran begini laku (darmogandoel dan gatoloco) karena 1 kata " KEBODOHAN "
ReplyDeleteKitab Allah diakui tetapi masih di kafir dan di haramkan umatnya?
ReplyDeletelucu ae,ada2 aja ni
ReplyDeleteHoam. Ngantuk.
ReplyDeleteHoam. Ngantuk.
ReplyDeletewajar, yang ngarang darmo gandul sama gatoloco kan kaki tangan belanda
ReplyDeleteCukup tau azah
ReplyDeleteBelajar sejarah lagi, kedua serat itu ada pada jaman akhir Majapahit tidak ada hubungannya dengan Belanda.
ReplyDeleteBabab Kediri. Dari babad inilah muncul kitab Darmo Gandul dan Suluk Gatholoco. Yang mengarang kitab ini bernama Ngabdullah, orang Pati, yang karena kemiskinan, membuatnya murtad menjadi Nasrani. Ia kemudian berganti nama menjadi Ki Tunggul Wulung dan menetap di Kediri. Pelajari sejarah dengan benar bukan dari cerita orang atau pandangan kita yang sempit. Merdeka....
ReplyDeleteBabab Kediri. Dari babad inilah muncul kitab Darmo Gandul dan Suluk Gatholoco. Yang mengarang kitab ini bernama Ngabdullah, orang Pati, yang karena kemiskinan, membuatnya murtad menjadi Nasrani. Ia kemudian berganti nama menjadi Ki Tunggul Wulung dan menetap di Kediri. Pelajari sejarah dengan benar bukan dari cerita orang atau pandangan kita yang sempit. Merdeka....
ReplyDeleteSaya netral aja ...tpi tpi tahu kmu klo emang orang islam makna islam sesungguhnya..di alquran itu kiasan lho...
ReplyDeleteAllah suka islam karna makna islam itu fitrah/ suci jadi allah suka manusia yg berhati suci..apakah stlah sholat wajahmu bersinar dan dapat petunjuk allah..harusnya iya..!!renungkan???
ReplyDeleteJadi jangan sok sok an bela islam ya..klo belum tau sholat sejati kenal allah oke..?? Salam rahayu
ReplyDeletePerhatikan kata 'bestik gembluk' dalam kitab itu. Bistik adalah masakan Eropa. Artinya kitab ini dibuat di zaman penjajahan bangsa Eropa. Bukan di akhir zaman Majapahit.
ReplyDeleteKitab Gotolocho dan Darmogandul memang hasil karya antek Belanda.
Perhatikan kata 'bestik gembluk' dalam kitab itu. Bistik adalah masakan Eropa. Artinya kitab ini dibuat di zaman penjajahan bangsa Eropa. Bukan di akhir zaman Majapahit.
ReplyDeleteKitab Gotolocho dan Darmogandul memang hasil karya antek Belanda.
serat darmogandul gatholoco itu buatan ngabdullah, yg semedi di lereng kelud dan mrutad menjadi misionaris kristen, kitab sesat itu dikarang jauh dr zaman majapahit dan zaman wali songo yg isinya untuk menjatuhkn islam. simak pengajian Kyai Muwafiq agar faham siapa itu Ngabdullah atau kyai ibrahim tunggul wulung https://www.youtube.com/watch?v=5TQVYlLPxNk
ReplyDeleteastaghfirullah, walopun saya orang jawa tapi stelah tau isi kitab tsb, sangat sangat sesat dan menyesatkan, alhamdulillah atas iman yg msh ada di dada.
ReplyDeleteSesat kalo di telan mentah tapi kalo dipakai tafakur untuk dikaji semoga Allah menurrnkan rahmatnya.aamiin yaa robbal aalamiin
Deletesimpang siur😁😁😁
ReplyDeletetapi asik buat di baca
pemikiran yg tidak umum memang,
seperti pemabuk candu,,,,anti mainstream
Sebuah karya pemikiran hebat asli Jawa! Filsafat heideger, focoult, derrida kalah
ReplyDeleteMenurut saya kata "BENAR"hanya untuk yang mengucapkan pada satu posisi dan orang lain yang di posisi lain itu "SALAH".padahal yang paling salah itu adalah orang yang menyalahkan satu keyakinan seseorang jika dia tidak bisa merasakan dulu pada posisi orang yang disalahkan itu.
ReplyDeleteSeumpamanya ada 2 (dua) orang berhadapan dan di tengah tengah nya di tulis angka 6(enam) tentulah dia merasa benar sendiri apa yang dilihat dan dirasakan di posisi nya yaitu angka 6 sementara di posisi yang lain terlihat angka 9(sembilan) apakah dia bisa menyalahkan.tentulah harus bijaksana jika ingin merasaka keyakinan yag dirasakan orang lain itu benar atau salah kita harus merasakan dulu posisi yang kita anggap salah.
Dan saya ingat dalam satu tulisan
.“Janganlah engkau berikan ilmu ini kepada yang tidak membutuhkan, karena itu adalah perbuatan zhalim. Tetapi jangan engkau tidak berikan ilmu ini kepada yang membutuhkan, karena itu juga perbuatan zhalim”. (Al Hadits) .
Seorang sahabat yang bernama Abu Hurairah juga pernah berkata :
. “Aku hafal dua karung (kitab) hadits dari Rasulullah Saw. Yang satu karung (kitab) sudah aku siarkan kepada kalian semua. Sedang yang satu lagi kalau aku siarkan, niscaya dipotong orang leherku”. ( HR Bukhari).
Jadi inti nya janganlah menyalahkan keyakinan seseorang karena mayoritas
Kalo orang tua sunda jaman dulu ada pepatah..jangan solat di buruan (solat diburu/dikejar waktu) tetapi jalani hidup harus sambil solat (mengisi waktu antara sbuh-dzuhur-ashar-maghrib-isya-subuh)
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteanda gagal menafsirkan lalu mengklaim sesat, asal anda tau masa keemasan Khalifah dibangun tdk hanya mengedepankan agama namun juga budaya/rasa/logika jd satu, hingga muncul org dungu bernafsu duniawi tinggi merasa ahli Surga yg saklek, Khalifah runtuh, merasa bersalah lalu org2 ini mncoba bangun Khilafah dg cara instan
ReplyDelete