Bahasa etnis minoritas merupakan salah satu bagian penting dari kekayaan alam dan kemajemukan budaya masyarakat Indonesia. Setidaknya ada ratusan bahasa etnik minoritas negara ini yang terancam punah, terutama di kawasan Indonesia Timur.
Upaya untuk menyelamatkan bahasa yang terancam punah tersebut harus dilaksanakan. Hal ini untuk mempertahankan kekayaan budaya bangsa yang berkontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan bidang kebahasaan.
Di Indonesia sendiri, secara umum terbagi ke dalam dua kelompok rumpun bahasa besar. Rumpun bahasa itu adalah Austronesia dan Non-Austronesia. Rumpun bahasa Austronesia adalah kelompok bahasa yang dikenal sebagai rumpun melayu, sementara rumpun bahasa Non Austronesia diidentifikasikan sebagai bagian dari rumpun bahasa Trans New Guinea.
Upaya untuk menyelamatkan bahasa yang terancam punah tersebut harus dilaksanakan. Hal ini untuk mempertahankan kekayaan budaya bangsa yang berkontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan bidang kebahasaan.
Di Indonesia sendiri, secara umum terbagi ke dalam dua kelompok rumpun bahasa besar. Rumpun bahasa itu adalah Austronesia dan Non-Austronesia. Rumpun bahasa Austronesia adalah kelompok bahasa yang dikenal sebagai rumpun melayu, sementara rumpun bahasa Non Austronesia diidentifikasikan sebagai bagian dari rumpun bahasa Trans New Guinea.
Dari kedua rumpun ini bahasa ini, muncul beragam bahasa etnik minoritas di negara ini. Menurut Kepala Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr Endang Turmudi, pada tahun 2012 LIPI telah melaksanakan penelitian kebahasaan dan kebudayaan yang bertema ekologi dan mempertahankan bahasa minoritas yang hampir punah di kawasan Indonesia Timur.
"Hasilnya ada banyak bahasa etnik minoritas yang terancam punah di kawasan tersebut," kata Endang Turmudi, saat ditemui di acara Diseminasi Hasil Penelitian Pengembangan dan Perlindungan Kekayaan Budaya, Kebahasaan dan Kebudayaan Etnik Minoritas, LIPI, Jakarta, 12 Desember 2012.
Ia menambahkan, perlu upaya komprehensif untuk mempertahankan bahasa etnik minoritas yang terancam punah ini. Secara umum, ada sejumlah anjuran untuk ketahanan bahasa yang terancam punah.
Antara lain, setiap orang tua terbiasa menggunakan bahasa daerah di rumahnya dan menghidupkan kembali bahasa daerah dengan menggelar berbagai festival seni di daerah-daerah. "Selain itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus mulai mewajibkan setiap murid menguasai setidaknya satu bahasa daerah," ujarnya.
Upaya-upaya tersebut belum masuk kedalam program tradisi preservasi (perlindungan) yang kuat untuk menyelamatkan bahasa dari kepunahan. Pada dasarnya, perlu peta yang akurat mengenai vitalitas atau gaya hidup bahasa-bahasa di Indonesia yang pada tahap selanjutnya dipergunakan untuk menyusun program preservasi yang tepat sasaran dan terukur dengan skala pementingan.
Penelitian yang dilakukan oleh PMB LIPI ini melihat konsepsi, struktur dan dinamika pemaknaan terhadap berbagai persoalan kehidupan yang fundamental dan komunitas etnik minoritas yang ada di etnik Gamkonora di Halmahera Barat, etnik Kao dan Pagu di Halmahera Utara, etnik Oirata di Pulau Kisar, etnik Kui dan Kafoa (Habollat) di Alor Barat Daya.
"Kami akan berupaya melakukan penelitian bahasa-bahasa yang terancam punah di kawasan Indonesia Timur dengan membuat peta acuan sebagai rekomendasi kepada pemerintah untuk mencari jalan keluar agar bahasa dapat dipertahankan dan didokumentasikan," ujar Endang Turmudi.
"Hasilnya ada banyak bahasa etnik minoritas yang terancam punah di kawasan tersebut," kata Endang Turmudi, saat ditemui di acara Diseminasi Hasil Penelitian Pengembangan dan Perlindungan Kekayaan Budaya, Kebahasaan dan Kebudayaan Etnik Minoritas, LIPI, Jakarta, 12 Desember 2012.
Ia menambahkan, perlu upaya komprehensif untuk mempertahankan bahasa etnik minoritas yang terancam punah ini. Secara umum, ada sejumlah anjuran untuk ketahanan bahasa yang terancam punah.
Antara lain, setiap orang tua terbiasa menggunakan bahasa daerah di rumahnya dan menghidupkan kembali bahasa daerah dengan menggelar berbagai festival seni di daerah-daerah. "Selain itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus mulai mewajibkan setiap murid menguasai setidaknya satu bahasa daerah," ujarnya.
Upaya-upaya tersebut belum masuk kedalam program tradisi preservasi (perlindungan) yang kuat untuk menyelamatkan bahasa dari kepunahan. Pada dasarnya, perlu peta yang akurat mengenai vitalitas atau gaya hidup bahasa-bahasa di Indonesia yang pada tahap selanjutnya dipergunakan untuk menyusun program preservasi yang tepat sasaran dan terukur dengan skala pementingan.
Penelitian yang dilakukan oleh PMB LIPI ini melihat konsepsi, struktur dan dinamika pemaknaan terhadap berbagai persoalan kehidupan yang fundamental dan komunitas etnik minoritas yang ada di etnik Gamkonora di Halmahera Barat, etnik Kao dan Pagu di Halmahera Utara, etnik Oirata di Pulau Kisar, etnik Kui dan Kafoa (Habollat) di Alor Barat Daya.
"Kami akan berupaya melakukan penelitian bahasa-bahasa yang terancam punah di kawasan Indonesia Timur dengan membuat peta acuan sebagai rekomendasi kepada pemerintah untuk mencari jalan keluar agar bahasa dapat dipertahankan dan didokumentasikan," ujar Endang Turmudi.
No comments:
Post a Comment