Di tengah ketidakpastian perekonomian global, Indonesia tetap menunjukkan pesonanya sebagai tempat berinvestasi. Survei terbaru Coller Capital, perusahaan sekuritas internasional, menyatakan para investor asing melihat bursa Indonesia dan Vietnam sebagai tempat investasi yang menawarkan keuntungan berlipat.
Temuan Coller seperti dikutip Reuters, Selasa 11 Desember 2012, menunjukan seperlima investor menyukai perekonomian Asia seperti Indonesia dan Vietnam dibandingkan perekonomian yang telah maju seperti China dan India.
Peralihan portofolio dari Amerika Serikat ke Asia ini bukan tanpa alasan. Survei Coller menunjukkan investor ekuitas Amerika Utara, Eropa dan Asia Pasifik khawatir dengan masa depan investasi di negeri paman Sam ini.
Kekhawatiran ini, dipicu aksi penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) di bursa saham Amerika Serikat memiliki kinerja buruk dan kemungkinan besar hal ini akan terjadi dalam waktu yang lama.
Selain itu, harga saham di Amerika Serikat telah tinggi. Sedangkan di satu sisi, perusahaan ekuitas menjanjikan pengembalian yang tinggi dari dana pensiun ataupun asuransi yang dihimpun dari masyarakat.
Hal ini membuat perusahaan ekuitas melirik pasar Asia, terutama Indonesia dan Vietnam, yang merupakan dua pasar yang berkembang, dan lebih dilirik dibandingkan China. Sebab, berinvestasi di China mengandung risiko politik dan ketidakjelasan regulasi.
Coller mencontohkan, bagaimana perusahaan ekuitas internasional, CVC Capital Partners berhasil melipatgandakan aset dari saham PT Matahari Departemen Store.
Temuan Coller seperti dikutip Reuters, Selasa 11 Desember 2012, menunjukan seperlima investor menyukai perekonomian Asia seperti Indonesia dan Vietnam dibandingkan perekonomian yang telah maju seperti China dan India.
Peralihan portofolio dari Amerika Serikat ke Asia ini bukan tanpa alasan. Survei Coller menunjukkan investor ekuitas Amerika Utara, Eropa dan Asia Pasifik khawatir dengan masa depan investasi di negeri paman Sam ini.
Kekhawatiran ini, dipicu aksi penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) di bursa saham Amerika Serikat memiliki kinerja buruk dan kemungkinan besar hal ini akan terjadi dalam waktu yang lama.
Selain itu, harga saham di Amerika Serikat telah tinggi. Sedangkan di satu sisi, perusahaan ekuitas menjanjikan pengembalian yang tinggi dari dana pensiun ataupun asuransi yang dihimpun dari masyarakat.
Hal ini membuat perusahaan ekuitas melirik pasar Asia, terutama Indonesia dan Vietnam, yang merupakan dua pasar yang berkembang, dan lebih dilirik dibandingkan China. Sebab, berinvestasi di China mengandung risiko politik dan ketidakjelasan regulasi.
Coller mencontohkan, bagaimana perusahaan ekuitas internasional, CVC Capital Partners berhasil melipatgandakan aset dari saham PT Matahari Departemen Store.
Saat ini, CVC berencana menjual 80 persen saham Matahari dengan harga minimal US$2 miliar atau sekitar Rp19 triliun (kurs Rp9.500). Padahal, pada Maret 2010 lalu, CVC melalui Meadow Asia, perusahaan patungan CVC dengan Matahari, membeli saham Matahari dengan harga Rp7,2 triliun.
Menanggapi survei tersebut, analis PT Valbury Asia Securities, Robin Setiawan, mengatakan survei tersebut cukup wajar mengingat perekonomian Indonesia yang stabil dan tidak terlalu banyak terpengaruh dengan perekonomian global.
"Pergerakan IHSG juga stabil, tidak terpengaruh ekonomi global," katanya saat dihubungi VIVAnews.
Pesona bursa saham Indonesia ini, katanya, disebabkan berbagai indikator seperti inflasi yang rendah, suku bunga yang stabil dan pembenahan infrastruktur yang terus berjalan. Gabungan berbagai indikator yang stabil inilah kunci investor asing untuk masuk investasi di Indonesia, baik secara riil ataupun portofolio.
Ia menjelaskan pada 2013 para investor asing akan melirik sektor infrastruktur dan pertambangan, mengingat pemerintah sedang menggalakkan pembenahan infrastruktur serta membaiknya harga batu bara dunia.
"Saya melihat pada 2013 investor asing akan masuk dalam infrastruktur pertambangan seperti pelabuhan," katanya.
Terbaik ketiga
Seiring beberapa indikator positif tersebut, kinerja Bursa Efek Indonesia (BEI) juga terus menanjak. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang 2011 masuk dalam indeks saham berkinerja terbaik ketiga di dunia dengan pertumbuhan 2,84 persen, hanya kalah dari bursa Amerika Serikat dan Filipina.
Nilai kapitalisasi pasar saham di Bursa Efek Indonesia sepanjang 2011 naik 8,54 persen atau sebesar Rp277,38 triliun. Otoritas bursa mencatat nilai transaksi rata-rata harian mengalami kenaikan dari Rp4,8 triliun per hari pada 2010 menjadi Rp4,96 triliun per hari pada akhir 2011.
Dilihat dari nilai bersih transaksi saham yang dilakukan investor asing, otoritas bursa mencatat para pemodal itu menginvestasikan dananya di pasar modal Tanah Air sebesar Rp23,87 triliun. Pencapaian tersebut lebih tinggi dibandingkan 2010, di mana investor asing menginvestasikan dananya senilai Rp20,98 triliun.
Memasuki kuartal tiga 2012 ini pun Bursa Indonesia terus bersinar. Sempat berada di level terendah 3.984,12 selama Juli 2012, IHSG mampu ditutup pada posisi 4.262,46 di akhir September 2012. Jika dibandingkan pada akhir 2011, IHSG telah mengalami penguatan 11,5 persen atau 440,56 poin.
Jika ditarik ke belakang, IHSG pada 2 Januari 2004 baru berada di 704,5 dan terus meningkat per 3 Januari 2005 menjadi 1.000,88. Pada 2 Januari 2006, IHSG terus merangkak ke level 1.171,71.
Kenaikan IHSG terus terjadi, pada 2 Januari 2007 telah menembus 1.836,52 dan per 2 Januari 2008 ditutup pada level 2.731,51. Sempat melemah di bawah 1.500, pada akhir perdagangan 2009 IHSG bertengger di level 2.534,35.
Semakin cemerlang, penutupan IHSG 2010 berada di atas 3.703,51 dan pada akhirnya menembus level psikologis di atas 4.000 pada 3 Juli 2012 lalu. Pada 11 Desember 2012 IHSG bertengger di 4.317,91.
Menanggapi survei tersebut, analis PT Valbury Asia Securities, Robin Setiawan, mengatakan survei tersebut cukup wajar mengingat perekonomian Indonesia yang stabil dan tidak terlalu banyak terpengaruh dengan perekonomian global.
"Pergerakan IHSG juga stabil, tidak terpengaruh ekonomi global," katanya saat dihubungi VIVAnews.
Pesona bursa saham Indonesia ini, katanya, disebabkan berbagai indikator seperti inflasi yang rendah, suku bunga yang stabil dan pembenahan infrastruktur yang terus berjalan. Gabungan berbagai indikator yang stabil inilah kunci investor asing untuk masuk investasi di Indonesia, baik secara riil ataupun portofolio.
Ia menjelaskan pada 2013 para investor asing akan melirik sektor infrastruktur dan pertambangan, mengingat pemerintah sedang menggalakkan pembenahan infrastruktur serta membaiknya harga batu bara dunia.
"Saya melihat pada 2013 investor asing akan masuk dalam infrastruktur pertambangan seperti pelabuhan," katanya.
Terbaik ketiga
Seiring beberapa indikator positif tersebut, kinerja Bursa Efek Indonesia (BEI) juga terus menanjak. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang 2011 masuk dalam indeks saham berkinerja terbaik ketiga di dunia dengan pertumbuhan 2,84 persen, hanya kalah dari bursa Amerika Serikat dan Filipina.
Nilai kapitalisasi pasar saham di Bursa Efek Indonesia sepanjang 2011 naik 8,54 persen atau sebesar Rp277,38 triliun. Otoritas bursa mencatat nilai transaksi rata-rata harian mengalami kenaikan dari Rp4,8 triliun per hari pada 2010 menjadi Rp4,96 triliun per hari pada akhir 2011.
Dilihat dari nilai bersih transaksi saham yang dilakukan investor asing, otoritas bursa mencatat para pemodal itu menginvestasikan dananya di pasar modal Tanah Air sebesar Rp23,87 triliun. Pencapaian tersebut lebih tinggi dibandingkan 2010, di mana investor asing menginvestasikan dananya senilai Rp20,98 triliun.
Memasuki kuartal tiga 2012 ini pun Bursa Indonesia terus bersinar. Sempat berada di level terendah 3.984,12 selama Juli 2012, IHSG mampu ditutup pada posisi 4.262,46 di akhir September 2012. Jika dibandingkan pada akhir 2011, IHSG telah mengalami penguatan 11,5 persen atau 440,56 poin.
Jika ditarik ke belakang, IHSG pada 2 Januari 2004 baru berada di 704,5 dan terus meningkat per 3 Januari 2005 menjadi 1.000,88. Pada 2 Januari 2006, IHSG terus merangkak ke level 1.171,71.
Kenaikan IHSG terus terjadi, pada 2 Januari 2007 telah menembus 1.836,52 dan per 2 Januari 2008 ditutup pada level 2.731,51. Sempat melemah di bawah 1.500, pada akhir perdagangan 2009 IHSG bertengger di level 2.534,35.
Semakin cemerlang, penutupan IHSG 2010 berada di atas 3.703,51 dan pada akhirnya menembus level psikologis di atas 4.000 pada 3 Juli 2012 lalu. Pada 11 Desember 2012 IHSG bertengger di 4.317,91.
"Saya perkirakan penutupan 2012 IHSG akan berada di kisaran 4.400," katanya.
No comments:
Post a Comment