Polisi meringkus komplotan penjualan bayi di Ibu Kota. Sindikat yang tertangkap itu terdiri dari tujuh wanita dengan aneka profesi, dari dukun beranak, mantan bidan, hingga ibu rumah tangga.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Barat, Ajun Komisaris Besar Hengki Haryadi, komplotan itu dipimpin oleh seorang mantan bidan, dan beroperasi sejak 1992.
Menurut Hengki, pelaku bisa menjual tiga hingga empat bayi dengan harga bervariasi. "Bahkan pada tahun 2010 sindikat ini berhasil menjual 12 bayi," kata Hengki, Rabu 6 Februari 2013.
Tujuh tersangka yang ditangkap itu adalah LD alias T (48) ibu rumah tangga, A (52) ibu rumah tangga, HS alias L (62) mantan bidan, R (51) dukun beranak, M (57) perantara, E (40) ibu rumah tangga dan LS (35) ibu rumah tangga. Tujuh pelaku dibekuk di Jakarta Barat pada 9 Januari lalu.
Sindikat terbongkar setelah polisi menangkap LD alias T di kawasan Pesing, Kebon Jeruk. Kepada penyidik, LD mengaku mendapatkan bayi dari A dan perantara M. Kemudian A dan M ditangkap di Kebon Jahe, Cengkareng. Dari situ polisi berhasil menciduk empat pelaku lainnya.
Bayi dijual kepada pembeli pertama dengan harga Rp10-Rp15 juta. Kemudian dijual lagi kepada penjual kedua dengan harga Rp20-Rp25 juta. Lalu bayi dijual lagi kepada pembeli ketiga, dengan kisaran harga Rp40-80 juta. Harga bisa berubah tergantung kondisi bayi, bagus atau tidak. "Bayi lelaki dijual dengan harga paling mahal," ucapnya.
Dia menjelaskan, pada awal Januari 2013 tersangka HS dan LS berencana berangkat ke Singapura bersama sang bayi. Aparat menemukan paspor asli, tapi palsu dari tangan tersangka. Penyidik juga menemukan bukti manifes pesawat yang akan membawa bayi ke Singapura. Pelaku mengaku bahwa calon pembeli dari luar negeri ini pernah datang ke Indonesia dua kali.
Menurut pengakuan LS, dia membuat kartu keluarga palsu dengan menambahkan nama bayi TL sebagai anak kandungnya sehingga memudahkan membuat paspor. HS juga membuat dokumen palsu untuk membuat akte kelahiran dan paspor bayi yang akan diadopsi oleh warga negara Singapura.
Para pelaku memang sengaja mengincar warga kurang mampu yang tidak sanggup membayar biaya persalinan. Tidak menutup kemungkinan ada kerjasama antara para pelaku dan rumah sakit. Orang tua bayi memang tidak mendapatkan keuntungan apapun selain dibayarkan biaya persalinannya. Namun ada juga yang sengaja menjual bayinya kepada pelaku.
Hengki menambahkan, setelah mendapatkan bayi yang diincar, pelaku sepakat membiayai persalinan dengan jaminan sang jabang bayi. Bayi dititipkan di suatu rumah sakit untuk menjalani perawatan dokter. Tapi, setelah ada kesepakatan itu, pelaku malah menghubungi koordinatornya untuk menjual bayi tersebut.
"Bahkan ada yang sudah membayar down payment sebesar SIN$500 untuk biaya rumah sakit selama bayi dirawat. Saat kami melakukan pengembangan, ditemukan ada salah satu bayi yang sudah diambil oleh jaringan ini, dan ditinggalkan oleh salah satu pasien rumah sakit, dan bisa kami amankan di RS rujukan," kata dia.
Modus sindikat
Hengki menjelaskan cara kerja sindikat ini bekerja. Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa pelaku berinisial D menawarkan bayi yang sedang dirawat di salah satu bidang di kawasan Kapuk.
D menawarkan kepada tersangka M. Kemudian M menawarkan lagi ke tersangka A, dan A menghubungi tersangka LD alias T. Dari situ terjadi kesepakatan harga sebesar Rp7,5 juta. "Dari hasil penjualan kepada LD, A memberikan uang kepada ibu bayi Rp1,4 juta dan Rp1,6 juta untuk biaya persalinan. Lalu tersangka M menerima komisi sebesar Rp600 ribu," kata Hengki.
Pada 2 Januari 2012 sekitar pukul 21.00 WIB, bayi itu diantar ke rumah tersangka LD di kawasan Pesing Koneng, Kebon Jeruk. Keesokan harinya, pukul 08.00 WIB, tersangka LD alias T menjual bayi ke tersangka HS di kawasan Sunter, Jakarta Utara.
Di rumah HS, Hengki melanjutkan, bayi itu menginap selama dua hari untuk diperiksa kesehatannya. HS diketahui sebagai mantan bidan. Setelah diperiksa, ternyata bayi yang diinginkan oleh pembeli tidak sesuai, akhirnya bayi tersebut dikembalikan kepada LD, dan selanjutnya dirawat oleh tersangka E.
Penyidik masih mendalami kasus ini termasuk menelusuri kaitan sindikat perdagangan bayi dengan penjualan bayi yang diiklankan di situs jual beli Tokobagus.com. "Kami akan dalami ke sana, kemungkinan itu pasti ada. Yang pasti mereka akan membawa ke luar negeri," ujar dia.
Kepada petugas, tersangka menjelaskan sistem pembelian bayi ini menggunakan uang tunai. Setelah dirasa cocok dengan calon pembeli, pelaku langsung memperlihatkan bayi yang akan dijual, atau melalui foto. Sindikat ini ahli dalam urusan bayi karena diotaki oleh mantan bidan.
Dari tangan pelaku, polisi mengamankan sejumlah barang bukti, yaitu enam ponsel, uang tunai Rp5,4 juta, uang tunai SIN$500, satu lembar kartu hamil atas nama Monalisa, satu lembar kartu periksa atas nama Monalisa, satu lembar partograf persalinan atas nama Monalisa.
Bayi dijual kepada pembeli pertama dengan harga Rp10-Rp15 juta. Kemudian dijual lagi kepada penjual kedua dengan harga Rp20-Rp25 juta. Lalu bayi dijual lagi kepada pembeli ketiga, dengan kisaran harga Rp40-80 juta. Harga bisa berubah tergantung kondisi bayi, bagus atau tidak. "Bayi lelaki dijual dengan harga paling mahal," ucapnya.
Dia menjelaskan, pada awal Januari 2013 tersangka HS dan LS berencana berangkat ke Singapura bersama sang bayi. Aparat menemukan paspor asli, tapi palsu dari tangan tersangka. Penyidik juga menemukan bukti manifes pesawat yang akan membawa bayi ke Singapura. Pelaku mengaku bahwa calon pembeli dari luar negeri ini pernah datang ke Indonesia dua kali.
Menurut pengakuan LS, dia membuat kartu keluarga palsu dengan menambahkan nama bayi TL sebagai anak kandungnya sehingga memudahkan membuat paspor. HS juga membuat dokumen palsu untuk membuat akte kelahiran dan paspor bayi yang akan diadopsi oleh warga negara Singapura.
Para pelaku memang sengaja mengincar warga kurang mampu yang tidak sanggup membayar biaya persalinan. Tidak menutup kemungkinan ada kerjasama antara para pelaku dan rumah sakit. Orang tua bayi memang tidak mendapatkan keuntungan apapun selain dibayarkan biaya persalinannya. Namun ada juga yang sengaja menjual bayinya kepada pelaku.
Hengki menambahkan, setelah mendapatkan bayi yang diincar, pelaku sepakat membiayai persalinan dengan jaminan sang jabang bayi. Bayi dititipkan di suatu rumah sakit untuk menjalani perawatan dokter. Tapi, setelah ada kesepakatan itu, pelaku malah menghubungi koordinatornya untuk menjual bayi tersebut.
"Bahkan ada yang sudah membayar down payment sebesar SIN$500 untuk biaya rumah sakit selama bayi dirawat. Saat kami melakukan pengembangan, ditemukan ada salah satu bayi yang sudah diambil oleh jaringan ini, dan ditinggalkan oleh salah satu pasien rumah sakit, dan bisa kami amankan di RS rujukan," kata dia.
Modus sindikat
Hengki menjelaskan cara kerja sindikat ini bekerja. Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa pelaku berinisial D menawarkan bayi yang sedang dirawat di salah satu bidang di kawasan Kapuk.
D menawarkan kepada tersangka M. Kemudian M menawarkan lagi ke tersangka A, dan A menghubungi tersangka LD alias T. Dari situ terjadi kesepakatan harga sebesar Rp7,5 juta. "Dari hasil penjualan kepada LD, A memberikan uang kepada ibu bayi Rp1,4 juta dan Rp1,6 juta untuk biaya persalinan. Lalu tersangka M menerima komisi sebesar Rp600 ribu," kata Hengki.
Pada 2 Januari 2012 sekitar pukul 21.00 WIB, bayi itu diantar ke rumah tersangka LD di kawasan Pesing Koneng, Kebon Jeruk. Keesokan harinya, pukul 08.00 WIB, tersangka LD alias T menjual bayi ke tersangka HS di kawasan Sunter, Jakarta Utara.
Di rumah HS, Hengki melanjutkan, bayi itu menginap selama dua hari untuk diperiksa kesehatannya. HS diketahui sebagai mantan bidan. Setelah diperiksa, ternyata bayi yang diinginkan oleh pembeli tidak sesuai, akhirnya bayi tersebut dikembalikan kepada LD, dan selanjutnya dirawat oleh tersangka E.
Penyidik masih mendalami kasus ini termasuk menelusuri kaitan sindikat perdagangan bayi dengan penjualan bayi yang diiklankan di situs jual beli Tokobagus.com. "Kami akan dalami ke sana, kemungkinan itu pasti ada. Yang pasti mereka akan membawa ke luar negeri," ujar dia.
Kepada petugas, tersangka menjelaskan sistem pembelian bayi ini menggunakan uang tunai. Setelah dirasa cocok dengan calon pembeli, pelaku langsung memperlihatkan bayi yang akan dijual, atau melalui foto. Sindikat ini ahli dalam urusan bayi karena diotaki oleh mantan bidan.
Dari tangan pelaku, polisi mengamankan sejumlah barang bukti, yaitu enam ponsel, uang tunai Rp5,4 juta, uang tunai SIN$500, satu lembar kartu hamil atas nama Monalisa, satu lembar kartu periksa atas nama Monalisa, satu lembar partograf persalinan atas nama Monalisa.
Kemudian satu lembar akte kelahiran atas nama Teddy Lukas, satu lembar kartu keluarga Lauw Andy, satu buah cap stamp bidan Linda, satu buah paspor RI atas nama Teddy Lukas, dan satu lembar manifest Tiger Airways tujuan Jakarta-Singapore tanggal 9 Januari 2013.
Para pelaku itu dijerat pasal 83 UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan Anak dengan anacaman pidana 15 tahun penjara dan denda Rp60 juta.
No comments:
Post a Comment