Tuesday, 28 June 2011

WAWANCARA DENGAN GATOT ABDULLAH MANSYUR : DI ARAB SAUDI RAJA TIDAK BOLEH IKUT CAMPUR DALAM HUKUM PANCUNG, KARENA (KATANYA) SUDAH DITETAPKAN DALAM AL-QURAN


Pemerintah mengaku kecewa atas pemancungan Ruyati Sabtu, 18 Juni 2011, yang dilakukan tanpa sepengetahuan perwakilan Indonesia di Arab Saudi. Kasus ini terus bergulir, berujung dengan pemanggilan Duta Besar Arab Saudi yang meminta maaf dan mengaku lalai.

Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Gatot Abdullah Mansyur, mengaku stafnya di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Riyadh maupun Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah telah maksimal dalam melindungi warga negara Indonesia. Namun, luasnya wilayah dan kurangnya sumber daya manusia (SDM) dikatakan kerap membuat mereka kewalahan.

Gatot juga mengatakan bahwa sistem hukum syariah Arab Saudi tidak memungkinkan campur tangan kekuasaan dalam memberikan pengampunan terhadap Ruyati. Semua keputusan diberikan kepada keluarga korban sebagai pihak penderita.

Sebenarnya seperti apa perlindungan yang diberikan oleh KBRI dan KJRI untuk para TKI bermasalah? Dan bagaimana sistem pengadilan yang dianut oleh pemerintah Arab Saudi? Kepada VIVAnews, Kamis, 23 Juni 2011, Gatot memberikan penjelasan mengenai hal ini. Berikut petikan wawancaranya:

Bagaimana prosedur resmi perlindungan hukum yang dilakukan oleh KBRI di Arab Saudi?Jika ada TKI yang dianiaya, biasanya kita dapat laporan dari TKI. Mereka ada yang menelepon langsung, kabur ke kita, atau melalui satgas-satgas (satuan tugas) yang kita tempatkan di tiap kota. Kita punya satgas di 30 kota di seluruh Arab Saudi. Mereka adalah para TKI senior yang kami sewa.

Mereka memiliki SK (surat keputusan) dari saya yang disampaikan ke polisi di kota-kota tersebut. SK ini memberikan mereka akses ke kepolisian dan berbagai instansi lainnya. Mereka inilah penolong pertama TKI, kalau kesehatan istilahnya P3K. Kalau satu kasus beres oleh mereka ya sudah. Tapi kalau harus ditindaklanjuti, maka mereka menelepon kita dan hari itu juga kita datang ke tempat itu.

Apakah satgas ini ahli hukum?Bukan, mereka ini juga TKI biasa, mereka relawan. Prosesnya seperti ini, kalau TKI disiksa, TKI ini lapor ke polisi atau ke satgas. Oleh satgas disatroni dan dibawa ke polisi, dari sana kita ambil alih. Jadi itu merupakan penyelamatan pertama sebelum kami datang. Satgas biasanya diletakkan di daerah, kalau dekat KJRI, kita yang langsung menangani.

Supaya diingat, KJRI dan KBRI itu wilayah konsulatnya sangat luas. Bayangkan, dua kantor perwakilan bertugas di daratan Saudi Arabia yang luasnya lebih luas dari Indonesia. Wilayah Jeddah itu terbentang dari perbatasan Sabuk (perbatasan dengan Irak) sampai ke perbatasan Yaman, sekitar 2400 KM, seperti dari Merak sampai NTT, KJRI kita ada di tengah-tengah.

Maka dari itu kita bentuk satgas, karena kita tidak mungkin ada di tiap tempat, terutama dengan SDM kita yang sedikit. Di dua perwakilan, home staff kita hanya 46, 23 di Jeddah, 23 di Riyadh. Local staff di Riyadh ada 49, di Jeddah ada 66, jadi semuanya 161 orang. Nah, dari 161 itu harus mengurus warga Indonesia yang satu juta di Arab Saudi, jadi satu orang mengurus 7000 orang, ini fakta.

Setelah ada laporan, apa yang KBRI lakukan?
Setelah itu kita yang urus. Pertama kita coba selesaikan secara kekeluargaan. Kita panggil majikannya, ceritakan apa yang terjadi. Misalnya TKI ingin pulang, kita katakan demikian. Tapi kalau masalahnya serius, seperti tindak kriminal, kita langsung laporkan ini sampai ke pengadilan.

Setelah di pengadilan, fungsi perwakilan Indonesia adalah sebagai pendamping, penerjemah dan pembela. kita menyediakan pengacara, orang Arab yang kita bayar. Kita juga punya in house lawyer dan ngantornya di KBRI, dia menjadi pengawas kepengacaraan terhadap TKI. Tugasnya memberikan konsultasi hukum, dan memberitahu mana-mana yang harus diperhatikan.

Untuk kasus Ruyati, sejak pertama siapa yang memberi tahu ke KBRI?Dari kepolisian. Kepolisian melaporkan Ruyati telah ditangkap.

Apakah konsulat jenderal kita selalu mendampingi Ruyati?Kami mendampingi dengan menyewa pengacara dari firma Nasir and Dhani yang merupakan konsultan hukum KBRI di Riyadh. Kenapa kasus Ruyati begitu cepat prosesnya? Karena Ruyati sejak awal, sejak investigasi, sudah mengaku membunuh.

Dalam sistem hukum Arab Saudi, pengakuan itu adalah segala-galanya. Pengakuan itu adalah soko-nya keadilan dalam hukum pidana Arab. Jadi kalau menurut hukum, pengakuan dan bukti-buktinya dirasa cukup, ya sudah, vonis harus cepat diputuskan.

Darimana KBRI tahu Ruyati sudah dipancung? Dari media atau polisi?Dari dua-duanya. Jadi kejadian itu diketahui dari satgas dan dari berita pagi itu di koran. Kami langsung mengutus orang ke kantor polisi untuk mengklarifikasi, dan memang betul Ruyati sudah dipancung dan sudah dimakamkan.

Soal tanggal eksekusi, mengapa kita sampai tidak tahu? Apakah KBRI tidak rutin menjenguk Ruyati?
Kita jenguk. Kita juga tanya ke kantor polisi dan mereka mengatakan Ruyati baik-baik aja. Sejak vonis mati dijatuhkan, kita tahu bagaimana keadaan Ruyati.

Jadi begini prosesnya, kita mendampingi Ruyati secara hukum sampai tahap pertama, Pengadilan Negeri lah kalau di Indonesia. Ketika di pengadilan banding, kita tidak dilibatkan karena hanya memeriksa dokumen-dokumen, berkas-berkas. Kita tidak diberi tahu, tapi diberikan hasilnya.

Padahal sebelumnya kita telah meminta melalui dua nota diplomatik agar setiap persidangan diberitahukan kepada KBRI. Baik itu jadwalnya, cara  pendampingan, kepengacaraan dan keputusan-keputusan yang diambil. Namun, mereka hanya melaporkan keputusan saja. Mereka mengakui telah lalai. Kelalaian ini juga sudah diakui oleh Duta Besar Arab Saudi di sini dan oleh Kementerian Luar Negeri di Jeddah.

Bisa dijelaskan sistem pengadilan syariah di Arab Saudi?Ini yang tidak banyak diketahui oleh orang awam. Begini, setiap orang yang melakukan tindak kriminal di Arab Saudi, dia akan menghadapi dua masalah hukum. Ada masalah hukum khusus dan hukum umum. Jadi dia telah melanggar hak khusus dan hak umum. Hak khusus itu adalah private right, misalnya antara saya dengan anda. Hak umum adalah orang yang mengganggu ketertiban umum.

Pelanggaran hak khusus seperti pembunuhan di rumah, Ruyati membunuh majikannya, maka hukumannya adalah qishash. Hukuman qishash ini bukan hukuman mati saja. Dalam Al-Quran dikatakan kalau matanya dibuat picek yang kanan maka pelaku harus dibuat picekyang kanan juga. Jika hidungnya dipotong, maka pelaku hidungnya dipotong juga. Kalau korbannya mati, ya pelaku dibunuh juga. Tapi hak khusus ini bisa dikonversi dengan denda (diyat) kalau dimaafkan oleh keluarga korban.

Jadi dalam sistem ini hukum pidana bisa berubah jadi hukum perdata?
Iya, akhirnya jadi perdata. Tapi perdata itu kalau suatu saat tidak dipenuhi maka akan jadi pidana lagi.

Kalau pelanggaran hak umum istilah hukumannya adalah ta'zir, yaitu hukuman qishashyang dijatuhkan oleh pemerintah atau langsung oleh Raja. Ini adalah hukuman karena melanggar ketertiban umum, seperti narkotika, makar, terorisme, perampokan, perkosaan, dan lain-lain.

Sedangkan untuk pelanggaran hak khusus, Raja tidak bisa mengintervensi dan tidak bisa memaafkan. Karena yang bisa memaafkan itu hanyalah keluarga. Dalam Alquran disebutkan, apabila orang itu dimaafkan oleh saudaranya maka harus dituruti (Gatot membaca Al Baqarah: 178 dan terjemahannya), jadi tidak bisa asal Raja memaafkan maka semuanya beres.

Raja juga punya keterbatasan, tidak bisa ikut campur dalam hukum Al Quran. Lain dengan di Indonesia, kalau di sini, mau langsung, umum atau khusus, Presiden bisa kasasi kan? Di Arab tidak demikian. Kalau hak khusus hanya dilakukan oleh keluarga, kalau hak umum oleh Raja.

Kalau hukuman ta'zir, umpamanya orang indonesia teroris, dihukum mati di Arab Saudi. Presiden kita bisa kirim surat kepada Raja Saudi untuk memohon pemaafan.

Gubernur di Arab Saudi membentuk Lajnah Ishlah (Komisi Jasa Baik untuk Perdamaian dan Pemberian Maaf), itu yang kita pergunakan dan terbukti banyak yang berhasil. Dalam kasus Ruyati, keluarga korban tidak memaafkan dan kasus ini tidak bisa dicampuri oleh Raja.

Menurut pengakuan anak Ruyati, ibunya membunuh karena sering dianiaya oleh majikannya. Pembunuhan juga terjadi ketika dia melawan. Apakah ini tidak jadi pertimbangan pada proses pengadilan atas Ruyati?
Itu kan katanya, tapi di fakta persidangan tidak ada. Malah ketika ditanya oleh hakim kepada Ruyati, 'apakah majikan kamu melakukan penganiayaan, menyakiti kamu?' Dia jawab 'tidak'. Ruyati mengaku di pengadilan, alasan pembunuhan itu adalah karena kesal sebab majikannya cerewet. Kedua, Ruyati kesal gajinya 2400 riyal (Rp5,5 juta) selama tiga bulan tidak dibayar, dia juga kesal tidak dipulangkan oleh majikannya. Apabila ada motif yang lain, kita tidak tahu.
Dengan cara apa majikannya dibunuh?
Menurut persidangan dengan golok besar, beberapa kali, dan leher majikannya ditusuk dengan pisau dapur.

Bisa dijelaskan situasi pengadilan di Arab Saudi?Pengadilan di sana tidak transparan. Pengadilan di sana itu kaya begini kalau mengadili (menunjuk ke meja kerja). pengadilannya santai sekali, tidak seperti disini, pakai toga, hakim masuk, yang lain nonton. Di sana tidak ada toga, tidak ada penonton, dan tidak ada ketuk palu.

Pengacaranya duduk disana (tunjuk beberapa meter di sebelah kanan), hakimnya juga bisa sambil minum. Syekh-syekh di Arab itu hakimnya. Ruangannya pengadilannya ya seperti ini (ruangan tempat wawancara dilangsungkan, 4x3 meter dengan hanya beberapa tempat duduk).

Bagaimana dengan kasus Darsem? Ada perkembangan proses penyerahan diyat?Kita bayarnya melalui Lajnah Ishlah. Kita datang kesana, uang itu akan diserahkan ke pengadilan. Sebelum itu, keluarga akan dipanggil untuk diserahkan uangnya oleh pengadilan. Lalu ada sidang lagi.

Apakah Darsem bisa langsung bebas?Kalau sudah dibebaskan oleh keluarga korban, maka Darsem akan tersandung dengan pelanggaran hak umum. Pengadilan akan memutuskan sejauh mana Darsem telah mengganggu hak umum. Bisa saja jadi lima tahun penjara. Pada saat ini barulah kita bisa minta pemaafan kepada Raja.

Tapi ada indikasi dari pengacara yang kami sewa untuk Darsem, dia bisa dibebaskan, Insya Allah. Karena pada dasarnya Darsem membunuh karena membela diri. Dia akan digagahi oleh anak majikannya yang mengalami keterbelakangan mental.

Ada sekitar 26 lagi TKI yang terancam hukuman mati di Arab Saudi. Saat ini perlindungan seperti apa yang diberikan?Tentu saja kita akan mendampingi dalam proses persidangan mereka. Dengan adanya kejadian ini kita akan lebih ketat, yang sudah ketat kita perketat lagi. Kita akan terus mendampingi, memantau dan mengusahakan serta berkoordinasi dengan lembaga pemaafan (Lajnah Ishlah).

Apakah kasus-kasus ini mempengaruhi hubungan antara Indonesia dan Arab Saudi?Tidak. Kita sepakat dan harus sepakat dengan Arab Saudi bahwa hubungan politik, ekonomi, perdagangan dan sosial budaya jangan terganggu. Ini harus diselesaikan secara tersendir

1 comment:

  1. Saya sagat berterima kasi atas
    Bantuan PAK KYAI kemarin
    Saya dikasi nmr 4d & 6d dan saya mendapat kan hasil togel (457 juta)karna bantuanya saya bisah bayar hutan dan buka usaha kecil kecilan,jika anda mau di bantu seperti saya silahkam hbg
    (PAK KYAI MAULAN ) DI NMR
    ( 085-210-001-377 )
    atau Atau klik disini

    ReplyDelete