Thursday, 6 December 2012

Kopi Luwak Indonesia Mulai Dicontek Negara Lain "Indonesia jual kotoran hewan sebagai kopi termahal, kami juga bisa."

Jose Durand, pengusaha kopi luwak asal Peru.
Pesona kopi luwak, kopi asli Indonesia, mulai menular di dunia. Berbagai negara berlomba meniru petani kopi Indonesia guna membuat kopi termahal di dunia tersebut, salah satunya adalah Peru.

Saat ini, tercatat dua perkebunan kopi di Peru yang meniru teknik langka petani kopi Indonesia yang memanfaatkan pencernaan luwak untuk melepas rasa pahit kopi dari biji kopi.

Jose Jorge Durand salah satunya. Durand mendirikan Chanchamayo Highland Coffee yang memproduksi kopi, salah satunya kopi luwak. Dibantu oleh 60 luwak yang ia pelihara, Durand menghasilkan sekitar 450 kilogram kopi Luwak.

Durand menjual kopi luwak dengan harga US$79 per kilogram kepada para distributor kopi di Amerika Serikat. Lalu, dijual kembali oleh para distributor dengan harga mencapai US$594 per kilogram.

Padahal harga secangkir kopi luwak berkisar US$20-65 per cangkir. Dalam laman Amazon.com, kopi luwak dijual dengan harga US$39-2.552 per kilogram.

Selain Durand, perusahaan Peru lainnya yang memproduksi kopi luwak adalah The Cecovasa Collective. Perusahaan ini lebih dulu mengekspor kopi luwak selama empat tahun. Manajer Pemasaraan Cecovasa Collective, Miguel Paz, mengatakan pertama kali mengenal kopi luwak saat konferensi kopi di Jenewa 2008.

Sepulang dari Jenewa, Miguel langsung mengusulkan kepada manajemen untuk mulai memproduksi kopi termahal di dunia ini. Idenya disetujui dan saat ini perusahaannya mengekspor 100 kilogram kopi luwak setiap tahunnya ke Jepang dan Inggris.

Menurut Miguel, ekspor tersebut masih dalam jumlah yang kecil, namun menawarkan keuntungan yang besar. Setiap satu kilogram kopi luwak dibanderol dengan harga US$79. Sebagai gambaran, harga kopi arabika asal Indonesia rata-rata dijual dengan harga US$5-8 per kilogram.

"Saya selalu membuat lelucon, orang Indonesia bisa menjual kotoran hewan sebagai kopi termahal di dunia. Dan, hei, kami juga bisa melakukannya," katanya.

Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) menilai mulai maraknya pembuatan kopi luwak di luar negeri, khususnya petani kopi Peru, bukanlah sebuah ancaman. Pangsa pasar kopi luwak Indonesia dengan Peru berbeda, Indonesia banyak mengekspor kopi luwak ke Korea Selatan, Malaysia, Jepang, Taiwan dan China.

"Kopi luwak Indonesia belum masuk ke Amerika Serikat, maka kami tidak bersaing dengan Peru," kata Ketua Kompartemen Renlitbang, Produksi dan Mutu AEKI, Benny Harmanto saat dihubungi VIVAnews.

Ia menjelaskan produksi kopi luwak Indonesia masih kecil dan hanya orang-orang berduit yang dapat menikmati kopi termahal di dunia ini. Mahalnya harga kopi asli Indonesia ini menggoda petani kopi di luar negeri berlomba-lomba membuat kopi luwak.

"Produksi kopi luwak terbatas sehingga konsumen tidak bisa beli banyak dan menyebabkan harga kopi luwak ini mahal. Makanya orang-orang di luar negeri berlomba-lomba untuk membuat kopi luwak," katanya.

Hanya Mitos?

Berbagai sejarah tentang kopi luwak bermunculan dengan berbagai versi di berbagai negara asia seperti Vietnam, Thailand dan Philipina. Namun, kopi luwak indentik dengan Indonesia.
Salah satu cerita yang berkembang adalah sewaktu zaman penjajahan kolonial Belanda, petani kopi Indonesia dilarang untuk memetik kopi dari kebun kopi dan hanya diperkenankan membuat kopi yang telah jatuh atau dimakan oleh hewan seperti luwak.

Luwak waktu itu dikenal sebagai salah satu hama perkebunan yang mengganggu produksi kopi. Petani kopi dan pribumi waktu itu membersihkan biji kopi yang telah dimakan oleh luwak kemudian dipanggang untuk diminum sendiri.

Aroma kopi luwak yang kuat menyebar diantara penduduk dan membuat bangsa Belanda tertarik. Secara cepat, kopi luwak segera menjadi salah satu minuman favorit waktu itu. Pada saat itu, harga secangkir kopi luwak sudah mahal karena kelangkaan menemukan biji kopi yang telah dimakan oleh luwak.

Alasan kopi ini mahal dan istimewa, karena proses menjadi kopinya yang unik. Kopi luwak adalah biji kopi yang ditemukan pada kotoran luwak (Paradoxurus hermaphroditus), sejenis hewan tupai yang banyak hidup di pinggir hutan dekat perkebunan kopi.

Secara alamiah, luwak mempunyai insting memilih biji kopi yang benar-benar masak dan patut dimakan. Di dalam pencernaan luwak, biji kopi mengalami reaksi kimiawi dengan enzim pencernaan luwak. Proses inilah yang memberikan rasa berbeda pada kopi luwak. dari kotoran luwak tersebutlah biji kopi yang utuh yang akan diproses menjadi kopi luwak.

Kepopuleran kopi luwak ternyata tidak sejalan dengan berbagai pandangan pakar kopi dunia. Para pakar kopi menilai kopi luwak hanya menjual mitos dan tidak berbanding lurus dengan rasa dan kualitas kopi itu sendiri.

Rocky Rodhes, pakar kopi Amerika ini menjelaskan kualitas kopi luwak tidak superior. Menggunakan skala penilaian SCAA, kopi luwak berada di posisi terendah. "Pengolahan di dalam perut luwak mengurangi keasaman dan rasa kopi itu sendiri," katanya.

Pakar kopi asal Peru, K.C. O'Keefe menjelaskan hingga saat ini tidak pernah sekalipun kopi yang berasal dari kotoran hewan, termasuk kopi luwak, mendapatkan penghargaan atau memenangkan kompetisi rasa kopi. Dia menilai, mahalnya kopi luwak disebabkan marketing global para produsen kopi yang ingin meraup keuntungan besar.

"Hanya karena para orang kaya mau membayar lebih untuk sebuah lelucon setelah makan malam dengan membeli kopi luwak, tidak secara otomatis membuat kopi luwak ini menjadi kopi spesial," katanya.

Kritikus kopi asal Amerika Serikat, George Howell, juga menilai kopi luwak hanya menjual mitos yang membuat harganya begitu mahal. "Harga yang lebih tinggi tidak selalu memiliki kualitas yang lebih tinggi," katanya.
Menanggapi hal tersebut, Benny mengatakan masalah kopi adalah masalah selera, tidak semua orang memiliki selera yang sama. Rasa kopi luwak tidak sekuat rasa kopi lainnya. "Rasa kopi luwak itu light, sehingga tidak semua senang karena rasanya seperti minum air putih."

No comments:

Post a Comment