Itulah hasil jajak pendapat yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) terhadap 223 opinion leader, yang dipublikasikan pada Rabu (28/11). Survei terhadap elite itu menunjukkan lima figur paling berkualitas dalam bursa calon presiden 2014. Mereka ialah Mahfud MD, Jusuf Kalla, Dahlan Iskan, Sri Mulyani, dan Hidayat Nur Wahid.
Hasil survei itu tidak mengagetkan. Publik sudah lama miris dengan perilaku elite partai. Partai tidak memberikan pendidikan politik yang becus. Sebaliknya justru partai mengajarkan keserakahan dan budaya politik uang kepada anggota, kader, dan masyarakat.
Lihat saja dalam setiap pemilihan pimpinan partai politik selalu bertaburan uang. Pada pemilihan umum kepala daerah pun selalu digelontorkan fulus dalam jumlah besar untuk memenangkan kandidat tertentu. Uang disanjung dan menjadi gizi dalam pesta-pesta demokrasi.
Dari sisi ketatanegaraan, hasil survei itu menunjukkan kita harus serius memikirkan adanya calon independen untuk presiden dan wakil presiden. Konstitusi kita, tepatnya pada Pasal 6A ayat (2), memang secara tegas menyebutkan pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum.
Artinya tertutup peluang bagi munculnya calon independen. Karena itu, survei sejenis perlu dilakukan secara periodik untuk mengetahui tren aspirasi masyarakat. Jika hasil survei secara stabil meminggirkan pemimpin partai sebagai calon presiden, amendemen UUD 1945 untuk membuka ruang calon independen perlu dilakukan.
Hasil survei itu juga merontokkan keangkuhan partai politik yang selama ini beranggapan bahwa ketua umum ialah anak emas yang mesti digadang sebagai calon presiden. Partai politik tidak boleh lagi merasa berada di menara gading dan bisa berbuat semaunya. Partai harus membuka diri mencalonkan tokoh-tokoh yang dikehendaki publik.
Elite partai harus semakin menyadari bahwa partai didirikan untuk mengartikulasikan kepentingan publik, bukan kepentingan pengurus, apalagi kepentingan diri sendiri.
Kita tahu partai politik memiliki struktur sampai ke tingkat paling bawah. Namun, ternyata struktur yang luas tidak menciptakan kepemimpinan yang kuat, yang diandalkan untuk memimpin bangsa ini.
Sudah lama partai politik dipersepsikan sebagai salah satu lembaga yang korup karena ulah kader mereka di DPR. Tidak dimungkiri kader partai baik di eksekutif maupun legislatif kini bergantian dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena kasus suap, korupsi, dan pemerasan.
Tentu saja terlampau naif jika kita berharap dari lembaga yang korup akan lahir pemimpin yang bersih. Tidak salah publik menyaring calon presiden di jalur nonpartai karena yakin mereka ialah figur dengan karakter kuat yang terbentuk oleh kemandirian individual. Bukan direkayasa oleh tangan-tangan partai politik yang korup.
heheh.. saiia setuju..
ReplyDeletejustru ada fenomena menarik.. gmn nii dengan bung Roma?!?!