Duduk diam di kafe yang sunyi, seorang pemuda China yang menggunakan jaket olahraga putih dan celana jeans tampak serius di depan layar. Siapa sangka, ia tengah menyiapkan revolusi.
Mahasiswa ilmu komputer di Korea Selatan, berusia 22 tahun yang tidak disebutkan namanya itu merupakan salah satu anggota kelompok anonim di internet yang berambisi menciptakan protes damai menentang Partai Komunis China. Mereka menginginkan demokrasi di China, salah satunya berupa kebebasan akses internet.
Kelompok tersebut sempat ditakuti pemerintah China semenjak meluncurkan kampanye besar-besaran mendukung reformasi. Pihak berwenang khawatir protes akan meluas dan menggulingkan pemerintahan, sama seperti fenomena yang terjadi di Timur Tengah dan Afrika Utara.
Grup itu merupakan suatu jaringan dari 20 orang berpendidikan, 8 di antaranya penduduk China dan 12 lainnya berada di beberapa negara lain. Mereka mengklaim diri berada di bawah naungan nama ‘Pemrakarsa dan Penyelenggara Revolusi Melati China’ (The Initiators and Organisers of the Chinese Jasmine Revolution).
Berdasarkan wawancara ke beberapa pihak, mereka memiliki benang merah yang sama. Kebencian terhadap pemerintahan otokratik dan ketidakadilan pejabat China di berbagai bidang. Pemberontakan Tunisia dan Mesir menjadi penyulut kemarahan itu.
“Orang yang lahir di akhir 80-an dan 90-an pada dasarnya memutuskan bahwa dalam satu generasi dengan satu partai yang memerintah, tidak akan merasakan kehidupan yang sepantasnya,” ujar siswa yang bernama samaran ‘Forest Intelligence’ saat interview dengan Associated Press di kafe di distrik Samcheong-dong, Seoul, Korea Selatan.
Meksipun tidak berada langsung di China, ia menegaskan revolusi tidak akan terhambat. Kelompok tersebut, setiap minggu, mengajak para demonstran di puluhan kota untuk berunjuk rasa.
Meskipun belum muncul dalam jumlah yang mencengangkan, pemerintah China tampaknya mulai waspada. Ini terlihat dari banyaknya polisi yang turun ke jalan, pemantauan internet dengan sangat ketat dan penangkapan lebih dari 200 orang.
Artis dan kritikus pemerintah Al Weiwei misalnya, baru-baru ini ditangkap pemerintah. Meskipun, kelompok media online tersebut menegaskan tidak ada satupun anggota mereka yang ditahan karena terlibat protes. Para anggota kelompok itu memang memilih untuk anonim karena khawatir keluarga mereka menjadi sasaran pemerintah.
Meski terdengar mulia, tujuan tersebut terbentur banyak masalah. Misalnya, banyaknya anggota mereka yang berada di luar China membuat gerakan revolusi itu tampak terbatas. Meski didukung oleh pihak asing yang antipemerintah China, mereka terbentur informasi dalam negeri yang nyata.
“Kami mengakui, revolusi dimulai murni karena kegagalan urusan domestik, bukan karena kekuatan luar negeri,” kata pria berinisial ‘Hua Ge’ lulusan Columbia University yang saat ini tinggal di New York.
Ajakan online pertama untuk masyarakat China adalah ‘Revolusi Melati’ yang disebarkan via Twittter pada 17 Februari 2011. Gerakan ini sempat disebarluaskan oleh situs berita Boxun.com di China pada 19 Februari, meskipun pemberitaan itu tidak mencantumkan nama siapapun.
Hua Ge menyebutkan pula bahwa dirinya dan seorang pria yang menolak untuk diidentifikasi, menciptakan Molihuaxingdong.blogspot.com. Situs itu diperuntukkan bagi ‘Jasmine Movement’.
Selain blog, mereka juga memunculkan halaman Facebook, Twitter dan kelompok Google bagi semua provinsi China. Meskipun banyak situs yang diblokir pemerintah, namun media yang mereka ciptakan tergolong efektif karena banyak penduduk yang tahu trik ‘menipu’ pemerintah.
“Masyarakat perlu menciptakan perubahan dalam pola pikir mereka. Mereka tidak benar-benar tahu apa sebenarnya hak mereka dan masa depan politik seperti apa yang bisa mereka pilih.”
Kini, kelompok Google tersebut sudah memiliki 1.200 anggota online, meskipun banyak di antara mereka yang belum memberikan komitmen yang jelas. Sebuah survei online yang disebarkan Februari menerima 300 tanggapan, kebanyakan dari masyarakat China. Kelompok tersebut juga menerima 50 sampai 100 pesan elektronik setiap hari.
Di luar China, anggota mereka berasal dari Amerika Serikat, Francis, Australia, Kanada, Korea Selatan, Jepang dan masih banyak lagi. “Kami membuat sejarah baru dari revolusi dengan cara yang unik. Kami menggunakan suara tawa, nyanyian dan seruan. Kami tidak mendukung bunyi senapan, meriam dan pesawat tempur,” papar Hua Ge lagi.
No comments:
Post a Comment