Wednesday, 31 October 2012

INI HASIL AUDIT BPK SOAL INEFISIENSI PLN


Salah satu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan menemukan adanya inefisiensi PT Perusahaan Listrik Negara pada pengoperasian delapan pembangkit pada 2009 dan 2010. Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi energi pun mengundang Menteri Badan Usaha Milik Negara, Dahlan Iskan, untuk memberikan penjelasan.

Dalam "Laporan Hasil Pemeriksaan atas Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu Sektor Hulu Listrik pada PT Perusahaan Listrik Negara, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral" itu, di antaranya mengaudit delapan pembangkit listrik berbasis dual firing dengan total kapasitas terpasang 8.227 megawatt atau 83 persen dari total pembangkit berbahan bakar gas.

Laporan Hasil Pemeriksaan BPK-RI Nomor: 30/Auditama VII/PDTT/09/2011 tertanggal 16 September 2011, di antaranya menemukan kebutuhan gas PLN pada 8 unit pembangkit yang berbasis dual firing tidak terpenuhi. Untuk itu, harus dioperasikan dengan high speed diesel (HSD) atau solar, yang jauh lebih mahal dari gas, sebesar Rp17,9 triliun pada 2009 dan Rp19,6 triliun pada 2010.

Delapan unit pembangkit tersebut hanya mendapatkan pasokan gas sebanyak 785 BBTUD atau 49,03 persen dari total kebutuhan 1.601 BBTUD pada 2009. Pada 2010 pasokan gas menurun menjadi 778 BBTUD atau 48,78 persen dari kebutuhan sebanyak 1.595 BBTUD.

Inefisiensi PLN ini ditambah dengan pemasok yang hanya mampu memenuhi 80,25 persen kewajibannya dari kontrak atau sekitar 630 BBTUD pada 2009 dan 84,58 persen atau 658 BBTUD pada 2010.

Hal ini mengakibatkan pembangkit-pembangkit harus dioperasikan dengan HSD yang harganya lebih mahal dari gas, sehingga PLN kehilangan kesempatan untuk melakukan penghematan biaya bahan bakar sebesar Rp17,9 triliun pada 2009 dan Rp19,6 triliun pada 2010.
Berikut rinciannya:
Tahun 2009
NoNama Pembangkit             
Biaya Aktual Penggunaan BBM
Biaya Estimasi Penggunaan GasNilai Ketidakhematan
1. Tambak Lorok                         Rp3,42 triliunRp711,2 miliarRp2,71 triliun
2.Muara TawarRp763,4 miliarRp250,3 miliarRp513,1 miliar
3.Sumatera UtaraRp6,37 triliunRp1,94 triliunRp4,43 triliun
4.
Muara Karang, Tanjung Priok
Rp6,609 triliunRp1,52 triliunRp5,08 triliun
5.GresikRp3,96 triliunRp1,009 triliunRp2,95 triliun
6.GratiRp1,38 triliunRp89,7 miliarRp1,29 triliun
7.Teluk LembuRp99,27 miliarRp17,89 miliarRp81,38 miliar
8.BaliRp2,95 triliunRp2,12 triliunRp833,1 miliar
TotalRp25,5 triliunRp7,66 triliunRp17,9 triliun
 Tahun 2010
NoNama PembangkitBiaya Aktual Penggunaan BBMBiaya Estimasi Penggunaan GasNilai Ketidakhematan
1.Tambak LorokRp3,28 triliunRp1,1 triliunRp2,16 triliun
2.Muara TawarRp1,86 triliunRp563 miliarRp1,3 triliun
3.Sumatera UtaraRp6,26 triliunRp2,35 triliunRp3,9 triliun
4.Muara Karang, Tanjung PriokRp7,81 triliunRp1,57 triliunRp6,23 triliun
5.GresikRp4,37 triliunRp840,1 miliarRp3,53 triliun
6.GratiRp781,1 miliarRp33,57 miliarRp747,5 miliar
7.Teluk LembuRp162,4 miliarRp33,3 miliarRp129,12 miliar
8.BaliRp3,91 triliunRp2,24 triliunRp1,67 triliun
TotalRp28,47 triliunRp8,77 triliunRp19,69 triliun
Terkait hal itu, Komisi VII DPR membentuk Panitia Kerja Sektor Hulu Listrik untuk membahas pemborosan sekitar Rp37 triliun tersebut. Menurut Ketua Panja, Effendi MS Simbolon, upaya itu demi memperbaiki manajemen PLN.

Panja Listrik tidak hanya akan meminta keterangan dari Dahlan, tapi juga Kementerian ESDM, BP Migas, dan direksi PLN. Apabila Panja menemukan indikasi korupsi di tubuh PLN, Simbolon melanjutkan, mereka akan meneruskannya ke lembaga berwenang untuk diproses secara hukum.

Dahlan yang pada saat itu menjabat sebagai direktur utama PLN mengaku siap bertanggung jawab atas hasil audit tersebut.

“BPK tidak menganggap ini salah PLN. Tapi, kalau dianggap salah, saya akan terima. Misalnya diadukan ke KPK dan saya dianggap salah, lalu harus masuk penjara, saya akan jalani,” kata Dahlan beberapa waktu lalu.

Dahlan juga mengatakan, sesungguhnya inefisiensi PLN sudah terjadi sejak lama, bukan belakangan ini saja. Oleh karena itu, ia menyebut angka pemborosan temuan BPK terlalu kecil. “Seharusnya mungkin sampai Rp100 triliun karena itu sejak zaman Majapahit,” ujar Dahlan. 

No comments:

Post a Comment