Wednesday, 31 October 2012

MEREKA "JOKOWI-JOKOWI" LAIN


 BUPATI BANYUMAS MARDJOKO : AMBISI INVESTASI BUPATI NGAPAK
Ada yang cukup dikenang oleh Bupati Banyumas Mardjoko ketika baru dua bulan menjabat,  pada 2008 silam. Puluhan wartawan berdemo di depan kantornya. Mereka menentang kebijakan bahwa hanya bupati yang boleh berbicara ke media. Terutama soal pengelolaan keuangan daerah, dan pembinaan pegawai.
Meski didesak wartawan, Mardjoko tak berubah. Dia malah mencopot kepala humas. Alasannya, sang jubir itu tak bisa menyampaikan kebijakan itu ke wartawan. “Saya bukan menghalang-halangi wartawan mendapat informasi,” kata Mardjoko kepada VIVAnews.
Soal surat itu, Dewan Pers memang sempat turun tangan. Namun, Marjoko tak gentar. Dia merasa kebijakan itu benar. “Saya juga dapat surat dari Dewan Pers,” ujarnya. Tapi Mardjoko menjelaskan alasannya kepada Dewan Pers, dan menurutnya Dewan Pers menerima. “Sampai sekarang tidak apa-apa,” kata Bupati yang diusung Partai Kebangkitan Bangsa, dan menang satu putaran di pemilu Banyumas.
Sebagai pejabat baru, Mardjoko ingin informasi ke masyarakat jelas. Tak ada bias. “Jadi nanti apa yang disampaikan ke publik harus dikomunikasikan dengan pimpinan,” ujar dia.
Rombak alun-alunAda hal kontroversial lain saat awal dia menjabat. Belum genap tiga bulan berkuasa, Mardjoko berniat membongkar alun-alun di Kota Purwokerto, ibukota Banyumas. Alun-alun itu dipisahkan dua jalan. Saat itu kondisinya kumuh. Banyak pedagang kaki lima, sampai menjorok ke tengah alun-alun.
Sekitar Juli 2008, para pedagang kaki lima itu dipindah ke Jalan Rajasemangsang, sekitar 30 meter dari alun-alun. Mardjoko mendatangkan buldoser. Jalanan yang memisahkan alun-alun dibongkar. Begitu juga pohon beringin yang tumbuh di tengahnya.
Sontak, rencana itu dikecam puluhan seniman Banyumas. Mereka berdemo. Perombakan alun-alun dinilai melanggar hukum. Mardjoko dituding merusak benda cagar budaya. Dia juga dilaporkan ke polisi.
Mardjoko tak mundur. Dia ngotot membedah alun-alun kumuh itu. Alasannya, ingin mendatangkan investor.  Perombakan pun dilanjutkan. Berbagai sudut dipoles. Rumput berkualitas bagus ditanam di atasnya. Dalam waktu singkat, alun-alun terlihat cantik.
“Saya kampanye membangun Banyuwas dengan investasi. Kalau kumuh mana ada investor mau datang.  Toh saat ini berubah jadi bagus. Banyak investor masuk,” ujar Mardjoko dengan logat ngapak.
Dia terus mendandani Banyumas. Ruang terbuka hijau dalam kota diperluas. Jalan-jalan di Kota Purwokerto dilebarkan. Para pedagang kaki lima yang semula berjubel di alun-alun dibuatkan tempat khusus, Prathista Hasta. Di tempat itu, para pedagang bebas berjualan. Jika di alun-alun hanya dagang dari siang sampai malam, di tempat khusus ini mereka bisa berjualan 24 jam.
Keberanian Marjdoko menata Banyumas berbuah. Sejumlah investor mulai masuk. Di sektor jasa, dua hotel kelas nasional dibangun di Purwokerto. Ratusan restoran dan rumah makan berkembang pesat. Bak jamur di musim hujan.
Investasi juga masuk di sektor industri. Pabrik semen Panasia dibangun di Desa Tipar Kidul, Ajibarang. Nilai investasinya Rp2,9 triliun. Di Gunung Slamet, Baturaden, muncul pembangkit listrik tenaga panas bumi atau geothermal. Nilai investasinya mencapai Rp7,9 triliun.
Tak sendiri
Mardjoko tak bekerja sendiri. Dia mengajak rekannya, para bupati di sekitar Banyumas. Bupati Purbalingga, Banjarnegara, Wonosobo, dan Kebumen, pun digandeng. Mereka diajak merintis operasional lapangan udara Wirasaba milik TNI Angkatan Udara. Lapangan itu disulap menjadi bandara komersial. Proses ini masih berjalan.
Lapangan udara itu memang berada di Kabupaten Purbalingga. Namun, Mardjoko ingin lapangan udara itu berkembang. Prinsipnya, jika lapangan itu berkembang, maka daerah sekitarnya ikut tumbuh. Jika bandara dibuka, ekonomi berputar lebih cepat. Banyumas, kata Mardjoko, pasti ikut menikmati hasilnya.
Hasilnya kini mulai tampak. Pendapatan asli daerah (PAD) Banyumas,  sebelum era Mardjoko, hanya Rp40 miliar per tahun. Setelah gebrakan Mardjoko, PAD Banyumas meroket jadi Rp200 miliar per tahun. Naik lima kali lipat. Selama menjabat, dia juga menyabet 132 penghargaan di berbagai bidang.
Laporan keuangan kabupaten dengan 27 kecamatan ini pun termasuk oke. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan predikat “wajar tanpa pengecualian” untuk Banyumas,  pada laporan 2009, 2010, dan 2011. Sebelumnya, Banyumas dapat stempel disklaimer dari badan pemeriksa itu.

No comments:

Post a Comment