Detasemen Khusus 88 Antiteror membekuk 11 orang terduga teroris di empat provinsi di tanah air dalam waktu yang hampir bersamaan sejak Jumat sampai Sabtu kemaarin. Seluruh terduga teroris itu teridentifikasi dari kelompok baru bernama Harakah Sunni untuk Masyarakat Indonesia (Hasmi).
Berdasarkan penelusuran Mabes Polri, Hasmi merupakan jaringan teroris baru di Indonesia. Kelompok ini belum sempat berkembang. Keberadaannya lebih cepat terendus polisi dan digerebek sejak Jumat, 26 Oktober kemarin.
Jaringan kelompok Hasmi ini pertama kali terditeksi di Perumahan Puri Amarta Residen, Desa Jesinan, Madiun, Jawa Timur. Secara serentak, operasi penangkapan kelompok yang bernama Hasmi langsung dilakukan di seluruh Indonesia.
Menurut pengamat terorisme, Al Chaidar, Hasmi adalah bagian dari jaringan lama yang sudah ada sebelumnya. Kelompok ini punya hubungan kuat dengan "Laskar Hisbah" organisasi Islam radikal lokal di Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Laskar Hisbah memiliki cita-cita untuk membentuk negara hukum atau nomokrasi yang antidemokrasi. Seperti kelompok radikal lain, agenda mereka adalah antimaksiat dan antiAhmadiyah. Mereka juga sigap menghadapi dugaan adanya Kristenisasi. Agenda ini juga akan dijalankan kelompok Hasmi.
Melihat dari perkembangan kelompok dan melihat ideologi ketokohan dan historis yang ada, kuat dugaan Hasmi punya hubungan dekat dengan Laskar Hisbah. Tapi kelompok ini tidak ada kaitannya dengan kelompok radikal di Poso dan dengan kelompok Mujahidin Indonesia.
Laskar Hisbah adalah semacam brigade polisi syariah. Secara organisasi tugasnya menegakkan hukum bagi mereka yang melanggar. Tentu orang-orang yang bersekutu dengan dunia barat dan tidak ikut menjaga syariat Islam. Cara menghukumnya ekstra yudisial.
Menurut polisi, dari seluruh terduga teroris yang ditangkap, satu orang yang bernama Abu Hanifah. Pimpinan kelompok Hasmi. Tapi menurut Al Chaidar, Abu Hanifah adalah pimpinan Laskar Hisbah yang bekerja bersama Badri Hartono alias Toni, yang diketahui adalah anak buah dari Bagus Budi Pranoto alias Urwah yang merupakan pengikut Noordin Mohammad Top.
Tapi terlepas dari itu, seluruh tersangka diperkirakan memiliki hubungan dengan Sigit Qurdowi, pimpinan sekaligus pelatih bom Cirebon. Sigit juga terlibat bom di gereja dan Polsek Pasar Kliwon pada 2010 silam. Ia ditangkap bersama pengawalnya, Hendro Yunianto. Keduanya ditembak mati dalam baku tembak dengan anggota Densus 88 di Sukoharjo, Sabtu, 14 Mei 2011.
"Mungkin ada masalah dengan nama lama. Jadi 11 orang yang ditangkap ini diperkirakan punya hubungan dengan Sigit Qurdowi dan Hendro Yunianto," katanya kepada VIVAnews, Minggu, 28 Oktober 2012.
Menurut Al Chaidar, hingga hari ini belum ada kelompok baru radikal yang benar-benar berdiri sendiri dan baru terbentuk. Seluruh terduga teroris yang ditangkap polisi masih punya hubungan yang kuat dengan jaringan yang lama.
Tapi yang perlu dicermati saat ini adalah munculnya wilayah-wilayah baru penyebaran kegiatan kelompok terorisme. Kota Madiun buktinya, wilayah ini benar-benar wilayah baru yang belum pernah masuk dalam wilayah pergerakan jaringan radikal.
"Sebelumnya hanya ada di Wonosari, Purworejo, Purwodadi, Banyuwangi dan Solo sebagai pusatnya," katanya.
Namun, muculnya kelompok Hasmi di wilayah baru yang masuk dalam jaringan teroris, tidak bisa dijadikan tolok ukur polisi untuk menentukan adanya kelompok baru. Masih dibutuhkan penelusuran yang lebih mendalam.
Kelompok Hasmi dipastikan polisi, akan mengincar Konsulat Jenderal Amerika Serikat di daerah Surabaya, Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Plaza 89 di depan Kedutaan Besar Australia di mana ada Kantor Freeport dan Mako Brimob di Jalan Srondol, Jawa Tengah.
Dengan temuan ini, bisa saja aksi radikal akan masuk ke kawasan baru yang bukan daerah konflik horizontal. Seperti Papua, Palangkaraya, Manado dan daerah lain. Karena dari 11 terduga teroris yang ditangkap, bisa dipastikan akan banyak mengincar tempat baru.
Kelompok Hasmi 'layu sebelum berkembang'
Senada dengan pernyataan Al Chaidar, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar, juga melihat ada hubungan yang cukup dekat antara 11 terduga teroris yang diamankan belum lama ini dengan pelaku yang ditangkap sebelumnya.
Namun kelompok Harakah Sunni untuk Masyarakat Indonesia atau Hasmi, sudah layu sebelum berkembang. Seluruh pergerakannya sudah dihentikan secara total oleh polisi.
"Saya bisa pastikan, kelompok Hasmi sudah layu sebelum berkembang. Sudah tentu semua yang mau berkembang harus dilumpuhkan. Khawatir membahayakan masyarakat," katanya.
Kelompok ini sudah mempelajari cara merakit bom dengan daya ledak tinggi. Bom itu mereka masukan ke dalam tabung elpiji dan ditemukan di kawasan Palmerah. Jenisnya sama seperti yang ditemukan di Beji, Depok beberap waktu lalu. Meski bom yang dibuat kelompok Hasmi belum jelas daya ledaknya, tapi bila dibiarkan akan memicu aksi radikalisme.
Boy Rafli Amar juga membenarkan bila kelompok ini mengincar Konsulat Jenderal Amerika Serikat di daerah Surabaya, Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Plaza 89 di depan Kedutaan Besar Australia di mana ada Kantor Freeport dan Mako Brimob di Jalan Srondol, Jawa Tengah.
"Tapi jangan-jangan bomnya malah tidak bisa meledak," katanya.
Setelah penangkapan 11 terduga teroris, hingga kini belum ada orang baru dari kelompok Hasmi yang ditangkap. Wilayah Solo, Jawa Tengah, masih menjadi titik penting pengawasan polisi, meski daerah lain seperti Jakarta, Bogor, Bandung dan Surabaya akan terus dipantau.
"Dari hasil interograsi mereka mengaku dari kelompok Hasmi. Meski tidak banyak kelompok baru, tapi keberadaan mereka masih tetap ada," katanya.
Karena itu, polisi akan terus menditeksi adanya ancaman kamtibmas. Proses secara hukum bagi mereka yang punya niat jahat dan mewujudkan dalam bentuk teror akan terus dilakukan.
Penangkapan terduga teroris di empat provinsi di Indonesia, berawal dari penemuan bom siap ledak, bahan baku bom yang masih dirakit dan buku panduan merakit bom di perumahan Puri Amarta, Mojo Senen, Madiun, Jawa Timur, pada Jumat, 26 Oktober 2012 malam sekitar pukul 20.00 WIB.
Densus kemudian menangkap dua terduga teroris bernama Agus Anto alias Torik, Warso Alias Kurniawan. Dari penangkapan di Madiun, berkembang dengan penangkapan tiga orang di Solo. Salah satunya adalah pimpinan dari Hasmi, Abu Hanifah.
Abu Hanifah ditangkap saat sedang diboncengi motor oleh Budiyanto alias Ali alias Ahmadun, di Jalan Sumpah Pemuda, Wojosongo, Kecamatan Jebres, Solo, Jawa Tengah. Masih di wilayah yang sama, polisi juga menangkap Harun. Sejumlah bahan peledak yang sudah siap dalam proses perakitan diamankan.
Dalam waktu bersamaan, pengerebekan lain dilakukan di Desa Neglasari, Leuwiliang, Bogor, Jawa Barat. Di sana, Densus menangkap tiga orang. Emir atau Emirat dan Zainudin ditangkap setelah pengejaran sekitar setengah jam dari Leuwiliang. Kemudian berkembang dan ditangkaplah Usman. Dari ketiganya, disita bahan perakitan bom, amunisi kaliber dan detonator.
Sementara di Jakarta, penggerebekan dilakukan di Palmerah, Jakarta Barat, juga pada pukul 11.00 WIB. Diamankan David Azhari dan Herman. Kemudian satu orang ditangkap di kawasan Kebon Kacang, Jakarta Pusat, atas nama Narto. Ketiganya masuk dalam jaringan Hasmi.
Salah satu yang ditemukan adalah tabung gas elpiji yang sudah diisi bahan berdaya ledak tinggi dan barang bukti bahan-bahan pembuatan dan perakitan bom.
No comments:
Post a Comment