Wednesday, 31 October 2012

KASUS IKLAN ‘TKI ON SALE’, INI JANJI PEMERINTAH MALAYSIA


Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, kaget bukan kepalang. Saat ia dan rekannya sedang melintas di kawasan Chow Kit, Kuala Lumpur, Malaysia, pekan lalu, ada selebaran promosi yang membuat darahnya mendidih.

"Indonesian maids now on Sale. Fast and Easy application. Now your housework and cooking come easy. You can rest and relax. Deposit only RM 3,500 price RM 7,500 nett,” demikian tertulis dalam selebaran promosi itu – yang belakangan diketahui ternyata juga dimuat iklannya di media lokal Malaysia. Iklan itulah yang diprotes sejumlah kalangan di Jakarta, dari aktivis kemanusiaan hingga anggota DPR, Senin 29 Oktober 2012.
Adalah Anis, yang tersulut emosi, yang memotret selebaran promosi yang menawarkan jasa Pembantu Rumah Tangga (PRT) asal Indonesia dengan potongan harga 40 persen itu. Ia juga menghubungi nomor yang tertera pada selebaran. Pihak pengiklan – yang tak mengenal Anis – pun memberikan banyak informasi seputar promo super mereka.

Amarah Anis pun meledak. Ia mengabarkan hal ini ke berbagai pihak terkait di Indonesia, termasuk media massa. “Ini mengerikan sekali. Ini warga negara kita loh yang dijual seperti barang. Ini sungguh merendahkan martabat. Ini sama dengan perdagangan manusia,” kata Anis kepada VIVAnews, Senin 29 Oktober 2012.

Anis pun mendesak pemerintah Indonesia bertindak tegas menanggapi iklan ‘TKI On Sale’ itu dan melayangkan protes resmi ke pemerintah Malaysia. Namun Anis yang menghubungi Kedutaan Besar Republik Indonesia di Malaysia segera kecewa melihat respons KBRI yang menurutnya lambat.

KBRI ternyata sudah mengetahui iklan ‘TKI On Sale’ itu sejak seminggu sebelumnya. “Saya terkejut, kok senang sekali ada iklan seperti itu. Padahal itu tidak semestinya. Inilah kelemahan perwakilan Indonesia di Malaysia,” kata Anis yang lantas menuding pihak KBRI di Malaysia sangat tidak peka terhadap persoalan tersebut. (Baca: KBRI Sudah Tahu Iklan TKI On Sale)
Migrant Care pun berkonsolidasi dengan organisasi pemerhati TKI. Mereka berencana menggelar aksi protes dalam waktu dekat. “Kami akan lakukan aksi penolakan iklan perdagangan manusia. TKI harus diselamatkan. TKI tidak untuk dijual,” ujar Anis. (Baca: Kronologi Iklan "TKI On Sale)

Perbudakan Modern

Pemerintah belum lagi bersikap, politisi DPR sudah mendahuluinya. Mereka ramai-ramai mengecam promosi PRT Indonesia di Malaysia itu. Anggota Komisi IX Bidang Tenaga Kerja DPR dari Fraksi Golkar, Poempida Hidayatulloh, menyatakan iklan ‘TKI On Sale’ sungguh melecehkan Tenaga Kerja Indonesia Penata Laksana Rumah Tangga (TKI PLRT) di negeri jiran.

“Ini sudah mengarah kepada perbudakan modern dan berlawanan dengan penegakan hak asasi manusia. Ini tidak bisa diterima,” kata lulusan ITB dan University of Bristol, Inggris, itu. Poempida pun berniat menulis surat protes ke Kedutaan Besar Malaysia di Indonesia dan KBRI di Malaysia.

Kolega Poempida di Komisi IX DPR, Rieke Diah Pitaloka, bahkan sudah melontarkan protes resmi ke pemerintah Malaysia. “Saya mengirimkan nota keberatan karena pemerintah Indonesia tidak melakukan langkah konkrit melalui jalur diplomasi politik. Padahal dalam hal ini mengecam saja tidak cukup,” ujar bakal calon gubernur Jawa Barat dari PDIP itu.

“Ini bukan hanya masalah legal atau tidak, tapi sudah masuk soal harga diri bangsa, di mana mereka seenaknya menyatakan bangsa Indonesia memiliki rakyat yang bisa diperbudak,” kata Rieke. Menurutnya, pelecehan HAM yang termuat dalam iklan itu layak dibawa ke tingkat internasional.

Sementara itu, Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Firmanzah, menyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengetahui adanya polemik ‘TKI On Sale’ itu. Saat ini Presiden disebut sedang menindaklanjuti hal itu dengan berbagai pihak terkait.

Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Jumhur Hidayat, ikut mengecam ‘TKI On Sale.’ Terlebih Indonesia secara teknis masih memberlakukan kebijakan penghentian sementara (moratorium) pengiriman TKI Penata Laksana Rumah Tangga ke Malaysia.

Jumhur pun mengusulkan pengiriman TKI PLRT dihentikan selamanya apabila pemerintah Malaysia tidak mengambil tindakan tegas terhadap agensi pemasang iklan tersebut. “Tidak mustahil pelaksanaan moratorium akan ditingkatkan menjadi kebijakan penghentian TKI PLRT secara permanen ke Malaysia,” kata dia.

Klarifikasi Malaysia

Duta Besar Malaysia untuk Indonesia, Datuk Syed Munshe Afdzaruddin Syed Hassan, menegaskan iklan ‘TKI On Sale’ di negaranya disebar tanpa sepengetahuan pemerintah. Promosi pembantu rumah tangga asal Indonesia itu pun tidak mengantongi izin dari pemerintah Malaysia. (Baca: Itu Hanya Iklan Liar)

“Itu iklan liar. Tidak sepatutnya ada. Maka kami akan ambil tindakan sewajarnya,” kata Munshe usai bertemu Gubernur DKI Joko Widodo di Jakarta, Senin 29 Oktober 2012. Munshe menjelaskan, pemerintah Malaysia telah menghubungi polisi setempat terkait iklan itu.

Pemerintah Malaysia berkomitmen untuk mencari pembuat dan penyebar iklan yang melecehkan TKI Indonesia itu. Dengan demikian, Munshe berharap insiden ini tidak mengganggu hubungan antara Indonesia dan Malaysia.

Menteri Luar Negeri Malaysia, Anifah Anam, melalui keterangan pers yang disiarkan Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta, juga mengecam iklan yang memperdagangkan PRT asal Indonesia itu di negerinya.
“Malaysia mengecam tindakan tidak bertanggung jawab tersebut, yang seolah-olah menggambarkan pembantu rumah tangga Indonesia boleh dijual beli seperti barang dagangan,” kata Anifah.

Ia mengatakan, agen pembuat iklan tersebut jelas bertindak tidak sesuai perjanjian antara Malaysia dan Indonesia mengenai Pengambilan dan Penempatan Pembantu Rumah Tangga Indonesia ke Malaysia tahun 2006 yang ditandatangani di Bandung pada 30 Mei 2011.

“Dasar Kerajaan Malaysia mengenai pengambilan pembantu rumah Indonesia adalah berlandaskan pada Protokol 2011,” ujar Anifah. Malaysia dan Indonesia juga telah mewujudkan Joint Task Force (JTF) untuk membicarakan persoalan yang berhubungan dengan pengambilan dan penempatan PRT asal Indonesia.

Untuk itu Anifah mengusulkan agar iklan kontroversial tersebut dibahas bersama antara pejabat Indonesia dan Malaysia di bawah mekanisme JTF itu.

No comments:

Post a Comment