Thursday, 29 November 2012

Narapidana Kendalikan Narkoba Dari Lapas, Kok Bisa? Tujuh napi narkoba kendalikan peredaran narkoba dari penjara

BNN tangkap 7 narapidana yang mengendalikan peredaran narkoba
Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerjasama dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengungkap peredaran narkoba di dalam Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

Sebanyak 7 narapidana narkoba yang selama ini mengendalikan peredaran narkoba dari dalam lapas, berhasil diamankan, Selasa 27 November 2012.

"Ini kerja sama yang baik. Setelah MoU antara BNN dan Kemenkum HAM, berulang kali kami berhasil mengungkap peredaran narkoba di lapas dan rutan," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat BNN Komisaris Besar Polisi Sumirat Dwiyanto, Rabu 28 November 2012.

Tujuh narapidana yang diamankan itu, lima di antaranya merupakan terpidana mati.

Kelimanya yakni, Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa, Obina Nwajagu, Humphrey Ejike alias Doktor alias Koko, Hillary K Chimize dan Yadi Mulyadi.

Sylvester Obiekwe Nwaolise dan Obina Nwajagu sudah mendekam 10 tahun di penjara. Adapun Yadi Mulyadi merupakan narapidana kasus pembunuhan berencana. Ketiganya dicokok di Lapas Batu Nusakambangan atas sangkaan pengendalian narkotika dari dalam penjara.

Hillary K. Chimize yang semula divonis mati, tapi dibatalkan dan diganti dengan hukuman menjadi 12 tahun penjara setelah Peninjauan Kembali perkaranya diterima Mahkamah Agung (MA). Seharusnya Hillary menghirup udara bebas dua tahun lagi, karena sudah mendekam di bui 10 tahun lebih. Hillary ditangkap petugas di LP Pasir Putih Nusakambangan.

Kemudian terpidana mati Humprey Ejike alias Doktor alias Koko diamankan di lapas yang sama dengan Hillary. Aksi Humprey berhasil dibongkar setelah seorang wanita berinisial YPD dibekuk di sebuah restoran di Depok, 13 September 2012. Petugas menemukan 42 kapsul berisi sabu dengan berat total 536,8 gram.
YPD mengaku barang tersebut didapatnya dari seorang WN Kenya berinisial BKM, yang berhasil meloloskan shabu dari Kenya ke Indonesia dengan cara menelannya ke dalam perut pada 11 September 2012.

Dua orang lainnya bukan terpidana mati. Mereka adalah Rudi Cahyono alias Sinyo dan Hadi Sunarto alias Yoyok.

Rudi divonis bersalah dalam kasus clandestine lab atau laboratorium yang memproduksi sabu di sebuah rumah yang berada di Taman Harapan Baru, Bekasi. Dia dituduh mengendalikan peredaran sabu yang masuk dari Jayapura, Papua.

Adapun Yoyok adalah narapidana yang tidak pernah jera atas berbagai sangkaan kasus narkotika. Kasus pertama membuat dirinya dihukum 20 tahun penjara pada Februari 2011 silam. Dan sekarang, pria kurus yang juga disebut sebagai "Jenderal Besar" ini ditangkap BNN karena kasus pengendalian sabu antar lapas.

Setelah diamankan, ketujuh napi itu langsung dibawa ke kantor BNN, Jakarta. Tiba sekitar pukul 02.00 WIB Rabu 28 November 2012, para napi tidak langsung diperiksa.

Para narapidana itu diberi kesempatan istirahat setelah menempuh perjalanan sekitar lebih dari delapan jam dari Nusakambangan menuju Jakarta. Mereka akan diperiksa Kamis 29 November.

Kepala Lapas Batu Nusakambangan, Hermawan Yunianto mengatakan, para terpidana ini sudah lama diawasi oleh BNN dan pihak lapas. Meski begitu, saat mengamankan tidak terjadi perlawanan dari para narapidana.

"Para narapidana ini tidak tahu akan diamankan BNN. Waktu pengamanan pun berjalan tertib, tidak ada perlawanan. Mereka kita panggil satu persatu, lalu kita pertemukan dengan BNN. Sudah dikondisikan, karena ini silent operation," ujar Hermawan kepada VIVAnews.

Tak hanya tujuh terpidana itu. BNN dibantu Polresta Medan juga berhasil mengungkap pengendalian narkoba yang dijalankan Samuel Mamadu, dari dalam lapas Tanjung Gusta, Medan. Warga negara Nigeria itu dibui karena terlibat jaringan narkoba internasional dan pencucian uang.

Samuel pun akan diboyong ke Jakarta untuk pengembangan lebih lanjut. Untuk diketahui, Samuel mendekam di Lapas Tanjung Gusta karena terbukti menjadi otak dari penyelundupan 2.993 gram heroin dan 497 gram sabu yang terjadi di Pelabuhan Teluk Nibung, Tanjung Balai pada Jumat 29 April 2011.
Pria berbadan besar itu ditangkap petugas Dir Reserse Narkoba Poldasu di tempat persembunyiannya di Komplek Karawaci, Tanggerang pada 4 Mei 2011 lalu.

Sumirat Dwiyanto menuturkan, BNN tidak akan berhenti mengungkap kasus narkoba yang melibatkan para terpidana tersebut. Dia menduga, masih ada bandar besar yang mengendalikan para terpidana itu.

"Ini yang kita lagi pelajari. Dugaan kami, di atas-atas mereka masih ada," kata dia. Oleh karena itu, para pelaku itu akan dimintai keterangannya untuk mengungkap jaringan yang lebih besar lagi.


Motif para napi
Apa yang menjadi motif para terpidana mengendalikan narkoba dari dalam lapas? Kepala Bagian Humas BNN, Kombes Pol Sumirat Dwiyanto, mengungkapkan motifnya.

"Yang pasti, dengan vonis mati itu mereka nothing to lose. Nyawa cuma satu, ya sudah mau melakukan apa lagi," katanya.

Selain itu, faktor ekonomi juga menjadi alasan para terpidana. Keluarga yang berada di luar lapas butuh biaya. Sehingga mereka tergiur melakukan aksi kejahatan dari dalam lapas. Dengan pola pikir itulah, para terpidana nekat mengendalikan narkoba.

Sumirat memberi contoh kasus terpidana Hadi Sunarto alias Yoyok. Pria kurus yang dijuluki 'Jenderal Besar' itu sudah berulang kali terlibat kasus narkotika. Sehingga akumulasi hukuman penjara yang harus dia jalani selama 35 tahun. Dengan umur yang sudah tidak muda lagi, kata Sumirat, kemungkinan besar Yoyok akan menghabiskan seluruh hidupnya di dalam penjara sampai ajal tiba.

"Akhirnya, Yoyok berpikir mau apa lagi di sisa hidupnya dalam penjara. Makanya, dia lagi-lagi kena kasus narkotika. Belum hukumannya pada kasus yang sekarang, bisa lebih dari 35 tahun," kata dia.

Kepala Lapas Batu Nusakambangan, Hermawan Yunianto menyatakan, pihaknya siap membantu BNN dalam mengungkap jaringan narkoba yang berada di dalam lapas.

Menyoal dugaan orang dalam terlibat, Hermawan menyerahkan sepenuhnya kepada BNN. "Kami menunggu BNN. Nanti kan akan dibongkar oleh BNN. Kalau pihak kami ada yang tersangkut, kami serahkan sepenuhnya. Untuk apa dilindungi, zaman sekarang kebatilan tidak perlu dilindungi," tuturnya.

Dia pun mengaku kesulitan memantau para terpidana mati yang berada di lapasnya. Menurut Hermawan, tidak mudah mengawasi terpidana yang tinggal menunggu ajal eksekusi mati ini. Mereka tidak akan kembali ke masyarakat lagi. Sehingga, dengan hidup yang hanya menunggu waktu, para narapidana mati bisa saja berbuat kejahatan di dalam lapas.
"Kami tidak punya tanggung jawab fisik, karena mereka kan titipan kejaksaan agung, tinggal menunggu eksekusi. Jujur kami akui, keberadaan terpidana mati ini sangat menyulitkan dalam pembinaan napi. Jadi mereka harus ditempatkan di tempat khusus." tuturnya.
Atas kejadian ini, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin memastikan pihaknya akan mengintensifkan evaluasi. Terutama evaluasi terhadap Lapas Nusakambangan. Akan ada sanksi bagi petugas yang melanggar.

"Akan ada penilaian yang akan kami lakukan, kalau pun kami ganti kepala lapasnya, tidak akan kami gembar-gemborkan. Sistem sudah berjalan," ungkapnya.

Berdasarkan data, terdapat 379 napi yang menempati Lapas Batu. Terdiri dari 27 napi vonis mati (9 WN Asing dan 18 WN Indonesia). Vonis seumur hidup 43 napi (2 WN Asing dan 41 WN Indonesia). Serta napi B1 atau hukuman di atas setahun WN Asing 11 orang dan WN Indonesia 298 orang.

No comments:

Post a Comment