Thursday 1 November 2012

SEJARAH PASUNDAN MULAI TERKUAK

Jakarta, Kompas,

Prasasti koleksi Museum Adam Malik Jakarta, ikut memperkuat 
dugaan adanya kesinambungan Kerajaan Pasundan dengan Kerajaan Mataram Hindu di Jawa Tengah. Bahkan bila dikaitkan dengan temuan - temuan prasasti di Jawa Barat termasuk temuan tahun 90-an, prasasti ini ikut memberi titik terang sejarah klasik di Tanah Pasundan yang selama ini masih gelap. 

Kepala Bidang Arkeologi Klasik pusat Penelitian Arkeologi 
Nasional (Puslit Arkenas) Dr Endang Sri Hadiati didampingi peneliti 
arkeologi spesialis Sunda, Richadiana Kartakusuma SU, mengemukakan itu saat ditemui Kompas di ruang kerjanya di Jakarta, Senin (20/2). 
Keduanya ditemui dalam kaitan dengan Sejarah Klasik Sunda yang 
selama ini masih gelap, bila dibanding dengan sejarah klasik di Jawa 
Tengah, yang telah mampu memberikan sejarah lebih runtut.
Bila benar dugaan adanya kesinambungan antara Raja Sunda dan 
Jawa Tengah ini, maka ini merupakan asumsi sejarah baru dalam perkembangan sejarah nasional selama ini. Endang Sri Hadiati menyatakan, kesinambungan atau adanya dugaan hubungan antara Kerajaan Pasundan dan kerajaan di Jawa Tengah itu disebut-sebut dalam lontar Carita Parahiyangan yang ditemukan Ciamis, Jawa Barat. Lontar yang ditemukan tahun 1962 ini mengisahkan tentang 
raja-raja Tanah Galuh Jawa Barat. Salah satu lontar dari Carita 
Parahiyangan yang belum diketahui angka tahunnya itu di antaranya menyebut nama Sanjaya sebagai pencetus generasi baru yang dikenal dengan Dewa Raja. 
Apa yang disebut dalam Carita Parahiyangan, menurut Richadiana, 
ada kesamaan makna dengan prasasti yang ditemukan di Gunung Wukir, yang berada di antara daerah Sleman dan Magelang (Jawa Tengah). Prasasti batu abad VII yang kemudian disebut sebagai Prasasti Canggal itu secara jelas menyebut, bahwa di wilayah itu telah berdiri wangsa atau kerajaan baru dengan Sanjaya nama rajanya, atau dikenal kemudian sebagai Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. 
"Saya belum berani memastikan adanya kesinambungan Raja Sunda 
dan Jawa. Yang pasti, Carita Parihiyangan yang berisi tentang cerita 
raja-raja Galuh itu, salah satunya menyebut nama Sanjaya yang 
membuat kerajaan baru, dan itu sama persis yang disebutkan dalam 
prasasti Canggal di Jawa Tengah," tegas Richadiana. 
Menurut Richadiana, dugaan itu diperkuat pula dengan prasasti 
yang dikoleksi oleh Adam Malik (almarhum), yang dikenal dengan 
prasasti Sragen (ditemukan di Sragen Jateng). Richadiana tidak tahu 
persis kapan prasasti itu dikoleksi Adam Malik. Yang pasti, prasasti 
itu isinya juga bisa menjadi fakta adanya dugaan kesinambungan 
antara Kerajaan Pasundan dan Jawa. 

Dua abad hilang 
Endang Sri Hadiati dan Richadiana mengakui, sejarah Pasundan 
memang masih gelap, artinya belum mempunyai alur sejarah yang 
mendekati pasti.
"Tonggak sejarah klasik Jawa Barat hanya pada 6 buah prasasti 
Raja Tarumanegara sekitar abad V. Temuan prasati lain tidak 
mendukung adanya kelanjutan sejarah, karena selisih waktunya 
berabad-abad," tandasnya. 
Namun begitu, jika dicermati dan dikaitkan dengan temuan tahun 
90-an ini, sebenarnya hanya rentang waktu dua abad saja sejarah 
Klasik Sunda yang hilang, bila dihitung sejak Raja Tarumanegara, 
yaitu antara abad ke V - VII. 
Richadiana mengatakan, setelah abad Raja Tarumanegara V sampai 
abad ke VII memang tidak ditemukan prasasti. Namun lontar Carita 
Parahiyangan mengisahkan adanya kehidupan raja-raja di Tanah Galuh pada abad VII, disusul kemudian adanya temuan prasasti abad VIII Juru Pangambat. Prasasti ini ditemukan di seputar prasasti Tarumanegara, yang mengisahkan tentang adanya seorang pejabat tinggi yang bernama Rakai Juru Pangambat. 
Menurut Richadiana, prasasti Huludayueh yang ditemukan di 
Cirebon tahun 1990 mengisahkan bahwa antara abad 10 sampai 12 hidup seorang Raja bernama Pakuan. Sebelum itu ditemukan prasasti di Tasikmalaya yang dikenal dengan prasasti Rumatak. Prasasti berangka tahun 1.030 ini mengisahkan bahwa pada masa itu hidup seorang Raja Jaya Bupati. 
"Sebenarnya kalau kita runut prasasti-prasasti itu sudah 
mengindikasikan adanya urutan sejarah klasik Sunda. Tidak ada 
peminat yang mempelajari sejarah klasik orang Sunda, selain orang 
Sunda sendiri. Itu yang menyebabkan sejarah Sunda seperti merana," tegasnya. (top)

KOMPAS, Selasa, 21-02-1995. Hal. 16 
PUSAT INFORMASI KOMPAS
Palmerah Selatan 26-28
JAKARTA 10270

No comments:

Post a Comment