Thursday 1 November 2012

SIAPA SIH, PRABU SILIWANGI ITU?


DINASTI Sang Prabu Siliwangi pada abad ke-15, menjadikan Islam sebagai agamanya secara aman dan damai. Diawali dengan sebab adanya pernikahan kedua Sang Prabu Siliwangi dengan Subang Larang putri Ki Gedeng Tapa, Syah Bandar Cirebon. Subang Larang adalah santri Syekh Kuro atau Syekh Hasanuddin dengan pesantrennya di Karawang. Dinasti Sang Prabu Siliwangi dari pernikahannya dengan Subang Larang, terlahirlah tiga orang putra putri. Pertama, Pangeran Walangsungsang, kedua, Nyai Lara Santang dan ketiga Raja Sangara. Ketiga-tiganya masuk Islam.
Pesantren Syekh Kuro
Syekh Kuro yang dikenal pula dengan nama Syekh Hasanuddin, memegang peranan penting dalam masuknya pengaruh ajaran Islam ke keluarga Sang Prabu Siliwangi. Persahabatan Ki Gedeng Tapa dengan Syekh Kuro, menjadikan putrinya, Subang Larang masantren di Pesantren Syekh Kuro. Adapun kedudukan Ki Gedeng Tapa adalah sebagai Syahbandar di Cirebon. Menggantikan Ki Gedeng Sindangkasih setelah wafat. Ki Gedeng Tapa dikenal pula dengan nama Ki Gedeng Jumajan Jati.
Dalam Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari-CPCN karya Pangeran Arya Cirebon yang ditulis (1720) atas dasar Negarakerta Bumi, menuturkan bahwa Ki Gedeng Sinangkasih memiliki kewenangan yang besar. Tidak hanya sebagai Syahbandar di Cirebon semata. Ternyata juga memiliki kewenangan mengangkat menantunya, Raden Pamanah Rasa sebagai Maharaja Pakwan Pajajaran dengan gelar Sang Prabu Siliwangi.
Adapun istri pertama Sang Prabu Siliwangi adalah Nyi Ambet Kasih putri kandung Ki Gedeng Sindangkasih. Istri kedua, Subang Larang putri Ki Gedeng Tapa. Isteri ketiga, Nyai Aciputih Putri dari Ki Dampu Awang.
Dari peristiwa pergantian kedudukan di atas ini, antara Ki Gedeng Tapa dan Sang Prabu Siliwangi memiliki kesamaan pewarisan. Keduanya memperoleh kekuasaan berasal dari Ki Gedeng Sindangkasih setelah wafat. Hubungan antara keduanya dikuatkan dengan pertalian pernikahan. Sang Prabu Siliwangi mempersunting putri Ki Gedeng Tapa yakni Subang Larang. Dengan demikian Sang Prabu Siliwangi adalah menantu Ki Gedeng Tapa.
Pernikahan di atas ini, mempunyai pengaruh yang besar terhadap kekuasaan politik yang sedang diemban oleh Sang Prabu Siliwangi. Tidaklah mungkin kelancaran kehidupan Kerajaan Hindu Pajajaran, tanpa kerja sama ekonomi dengan Syahbandar Cirebon, Ki Gedeng Tapa. Begitu pula sebaliknya, Ki Gedeng Tapa tidak mungkin aman kekuasaannya sebagai Syahbandar, bila tanpa perlindungan politik dari Sang Prabu Siliwangi. Guna memperkuat power of relation antar keduanya, maka diikat dengan tali pernikahan.
Pengaruh eksternal
Pengaruh islamisasi terhadap Dinasti Sang Prabu Siliwangi tidak dapat dilepaskan hubungan dengan pengaruh Islam di luar negeri. Di Timur Tengah, Fatimiyah (1171) dan Abbasiyah (1258) memang sudah tiada digantikan oleh kekuasaan Mamluk di Mesir dan Mongol di Baghdad. Namun pada kelanjutan Dinasti Khu Bilai Khan, Mongol pun memeluk Islam. Kemudian membangun kekaisaran Mongol Islam di India.
Perkembangan kekuasaan politik Islam di Timur Tengah di bawah Turki semakin berjaya. Konstantinopel dapat dikuasainya (1453). Di Cina Dinasti Ming (1363-1644) memberikan kesempatan orang-orang Islam untuk duduk dalam pemerintahan. Antara lain Laksamana Muslim Cheng Ho ditugaskan oleh Kaisar Yung Lo memimpin misi muhibah ke-36 negara. Antara lain ke Timur Tengah dan Nusantara (1405-1430). Membawa pasukan muslim 27.000 dengan 62 kapal. Demikian penuturan Lee Khoon Choy, dalam Indonesia Between Myth and Reality. Di Cirebon Laksmana Cheng Ho membangun mercusuar. Di Semarang mendirikan Kelenteng Sam Po Kong.
Misi muhibah Laksamana Cheng Ho tidak melakukan perampokan atau penjajahan. Bahkan memberikan bantuan membangun sesuatu yang diperlukan oleh wilayah yang didatanginya. Seperti Cirebon dengan mercusuarnya. Oleh karena itu, kedatangan Laksamana Cheng Ho disambut gembira oleh Ki Gedeng Tapa sebagai Syahbandar Cirebon.
Perubahan tatanan dunia politik dan ekonomi yang dipengaruhi oleh Islam seperti di atas, berdampak besar dalam keluarga Sang Prabu Siliwangi. Terutama sekali pengaruhnya terhadap Ki Gedeng Tapa sebagai Syahbandar di Cirebon.
Karena sangat banyak kapal niaga muslim yang berlabuh di pelabuhan Cirebon, kapal niaga dari India Islam, Timur Tengah Islam dan Cina Islam. Pembangunan mercusuar di pelabuhan Cirebon memungkinkan tumbuhnya rasa simpati Ki Gedeng Tapa sebagai Syahbandar Cirebon terhadap Islam. Dapat dilihat dari putrinya Subang Larang, sebelum dinikahkan dengan Sang Prabu Siliwangi, dipesantrenkan terlebih dahulu ke Syekh Kuro. Di bawah kondisi keluarga dan pengaruh eksternal yang demikian ini, putra putri Sang Prabu Siliwangi mencoba lebih mendalami Islam dengan berguru ke Syekh Datuk Kahfi dan Naik Haji.
Gunung dan guru
Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari kelanjutannya menuturkan, setiap dalam upaya pencarian guru pasti tempat tinggalnya ada di Gunung. Tampaknya sudah menjadi rumus, para Guru Besar Agama atau Nabi selalu berada di Gunung. Dapat kita baca Rasulullah saw juga menerima wahyu Al Quran dan diangkat sebagai Rasul di Jabal Nur. Jauh sebelumnya, Nabi Adam as dijumpakan kembali dengan Siti Hawa ra, di Jabal Rahmah.
Tempat pendaratan Kapal Nuh as setelah banjir mereda di Jabal Hud. Pengangkatan Musa as sebagai Nabi di Jabal Tursina. Demikian pula Wali Sanga selalu terkait aktivitas dakwah atau ma kamnya dengan gunung. Tidak berbeda dengan kisah islamisasi putra putri Prabu Siliwangi erat hubungannya dengan guru-guru yang berada di gunung.
Subang Larang tidak mungkin mengajari Islam putra putrinya sendiri di istana Pakuan Pajajaran. Diizinkan putra pertamanya Pangeran Walangsungsang untuk berguru ke Syekh Datuk Kahfi di Gunung Amparan Jati. Di sini Pangeran Walangsungsang diberi nama Samadullah.
Walaupun demikian Pangeran Walangsungsang harus pula berguru kedua guru Sanghyang Naga di Gunung Ciangkap dan Nagagini di Gunung Cangak. Di sini Pangeran Walangsungsang diberikan gelar Kamadullah. Di Gunung Cangak ini pula berhasil mengalahkan Raja Bango. Pangeran Walangsungsang diberi gelar baru lagi Raden Kuncung. Dari data yang demikian, penambahan atau pergantian nama memiliki pengertian sebagai ijazah lulus dan wisuda dari studi di suatu perguruan.
Dengan cara yang sama Lara Santang harus pula mengaji ke Syekh Datuk Kahfi Cirebon. Dalam Naskah Babad Cirebon dikisahkan Lara Santang sebelum sampai ke Cirebon, berguru terlebih dahulu ke Nyai Ajar Sekati di Gunung Tangkuban Perahu. Kemudian menyusul berguru ke Ajar Cilawung di Gunung Cilawung. Di sini setelah lulus diberi nama Nyai Eling.
Naik haji
Atas anjuran Syekh Datuk Kahfi agar Pangeran Walangsungsang dan Lara Santang Naik Haji. Ternyata dalam masa Ibadah Haji di Makkah, Lara Santang dipersunting oleh Maolana Sultan Mahmud disebut pula Syarif Abdullah dari Mesir. Lara Santang setelah haji dikenal dengan nama Syarif Mudaim. Dari pernikahannya dengan Syarif Abdullah, lahir putranya, Syarif Hidayatullah pada 12 Mualid 1448 dikenal pula setelah wafat dengan nama Sunan Gunung Jati. Dan putra kedua adalah Syarif Nurullah.
Walangsungsang setelah haji, dikenal dengan nama Haji Abdullah Iman. Karena sebagai Kuwu di Pakungwati, dikenal dengan nama Cakrabuana. Prestasi Cakrabuana yang demikian menarik perhatian Sang Prabu Siliwangi, diberi gelar Sri Mangana. Pengakuan Sang Prabu Siliwangi yang demikian ini, menjadikan adik Walangsungsang atau Cakrabuana, yakni Raja Sangara masuk Islam dan naik haji kemudian berubah nama menjadi Haji Mansur.
Untuk lebih lengkapnya kisah islamisasi Dinasti Sang Prabu Siliwangi, dapat dibaca pada Dr. H. Dadan Wildan M.Hum, Sunan Gunung Jati Antara Fiksi dan Fakta.
Silsilah Prabu Siliwangi
Kembali ke masalah pokok artikel saya di atas ini. Suatu artikel yang saya angkat dari karya Dr. H. Dadan Wildan M.Hum. Bagi saya sejarah Prabu Siliwangi merupakan belukar yang sukar saya pahami. Dari karya Dr. H. Dadan Wildan M.Hum ada bagian sangat menarik, Carita Purwaka Caruban Nagari-CPCN karya Pangeran Arya Cerbon 1720. Diangkat dari terjemahannya karya Pangeran Sulendraningrat (1972), dan Drs. Atja (1986).
Prabu Siliwangi seorang raja besar dari Pakuan Pajajaran. Putra dari Prabu Anggalarang dari dinasti Galuh yang berkuasa di Surawisesa atau Kraton Galuh. Pada masa mudanya dikenal dengan nama Raden Pamanah Rasa. Diasuh oleh Ki Gedeng Sindangkasih, seorang juru pelabuhan Muara Jati.
Istri pertama adalah Nyi Ambetkasih, putri dari Ki Gedengkasih. Istri kedua, Nyai Subang Larang putri dari Ki Gedeng Tapa. Ketiga, Aciputih Putri dari Ki Dampu Awang.
Selain itu, CPCN juga menuturkan silsilah Prabu Siliwangi sebagai ke turunan ke-12 dari Maharaja Adimulia. Selanjutnya bila diurut dari bawah ke atas, Prabu Siliwangi (12) adalah putra dari (11) Prabu Anggalarang, (10) Prabu Mundingkati (9) Prabu Banyakwangi (8) Banyaklarang (7) Prabu Susuk tunggal (6) Prabu Wastukencana (5) Prabu Linggawesi (4) Prabu Linggahiyang (3) Sri Ratu Purbasari (2) Prabu Ciungwanara (1) Maharaja Adimulia. Sudah menjadi tradisi penulisan silsilah, hanya menuliskan urutan nama. Tidak dituturkan peristiwa apa yang dihadapi pada zaman pelaku sejarah yang menyangdang nama-nama tersebut. Kadang-kadang juga disebut makamnya di mana.
Pengenalan Islam
Adapun Dinasti Prabu Siliwangi yang masuk Islam adalah dari garis ibu, Subang Larang. Dapat dipastikan dari Subang Larang ajaran Islam mulai dikenal oleh putra-putrinya. Walaupun Subang Larang sebagai putri Ki Gedeng Taparaja Singapora bawahan dari Kerajaan Pajajaran. Namun Subang Larang adalah murid dari Syekh Hasanuddin atau dikenal pula sebagai Syekh Kuro.
Adapun putra pertama adalah Walangsungsang. Kedua, putri Nyai Larang Santang. Ketiga, Raja Sangara. Tidak mungkin Subang Larang dengan bebas membelajarkan ajaran Islam secara terbuka dalam lingkungan istana. Oleh karena itu, Walangsungsang, mempelopori meninggalkan istana dan berguru kepada Syekh Datuk Kahfi di Gunung Amparan Jati di Cirebon. Syekh Datuk Kahfi dikenal pula dengan nama Syekh Nuruljati.
Dalam pengajian dengan Syekh Nurjati, diwisuda dengan ditandai pergantian nama menjadi Ki Somadullah. Kemudian membuka pedukuhan baru, Kebon Pesisir. Kelanjutannya menikah dengan Nyai Kencana Larang putri Ki Gedeng Alang Alang. Dari sini memperoleh gelar baru Ki Wirabumi.
Rakeyan Mundinglaya Rakeyan Mundingwangi Rakeyan Munding Sari / SILIWANGI I SILIWANGI II Mundingkawati / Rd. Samadullah Surawisesa SILIWANGI III Mundinglayadikusumah Sri Paduka Maharaja Prabu Guru Gantangan Sang Sri Sri Paduka Maharaja Prabu Guru Tumenggung Cakrabuana Wangsa Jaya Dewata / Dewata Prana Sang Prabu Guru Ratu Gopa Prana Sang Prabu Walangsungsang Ki Ageng Pamanah Rasa / Dewata / Dalem Martasinga Sunan Pagulingan / Kebo Anabrang ? Syekh Rachmat Syarif Kebo Kenongo / Hidayatullah Sunan Rd. Kumetir / Layang Kumetir Gunung Jati I Ki Ageng Pamanahan / Kebo Mundaran ?

16 comments:

  1. Lalu yang namanya Kian Santang? apa tidak terbaca ya oleh saya....

    ReplyDelete
  2. Assalaamu 'Alaikum WRWB. Wuiiiih dulur, sudah 1.000 tahun ora ketemu karo awakmu lan poro sedulurmu. Ora sengojo mlaku-mlaku nang Dunia Maya, lha kok ketemu Nama "AINUT TIJAR". Jangan-jangan WONG SANTREN RENGEL TUBAN JATIM. Cek punya cek ternyata bener kan,"LHA IKI DULURE NAWAWI, MUSTAKIM dan liyo-liyone". Eling aku opo ora, sing penting Aku eling Awakmu, Dulur-Dulurmu, Bapak Ibumu, Paman Bibimu, Hutan Salakmu. Yaa Allooh, terimakasih telah menemukan saudaraku yang telah menghilang 1.000 tahun. Baarokalloohu Lakumaa Abadan 3x.

    ReplyDelete
  3. Banyak orang Islam yang mengatakan Siliwangi sudah masuk Islam.
    Sebetulnya Siliwangi tidak pernah menjadi Islam. . . .itu cuma HOAX, yang dibuat oleh para penyebar agama Islam untuk keperluan penyebaran agama Islam.
    Di jaman sekarangpun orang Islam tertentu masih rajim membuat Hoax, misal : Paus Benedictus masuk Islam, Neil Armstrong masuk Islam, Meteor yang jatuh di Cirebon tertuliskan Allah, Pendeta yang membakar AlQuran mati terbakar, dsb nya.
    Semua itu cuma hoax . . . cerita palsu.

    1. Penganut Islam di Jawa abad 13 s/d abad 19 tidak menjalankan Islam seperti yang dilakukan muslim saat ini. Mereka sinkretis, bahkan Sunan Kalijaga sendiri pun penganut sinkretis. Jangan harap ki Gendeng Tapa memaksa Siliwangi masuk Islam. Bahwa raja seperti Siliwangi mau menikahi Subang Larang saja sudah berkah maha tinggi buat keluarganya.
    2. Pesantren sebelum abad 20 lebih merupakan perkumpulan pelajaran ilmu gaib, klenik, dengan bungkus agama Islam. Silahkan baca buku Kiai Sadrach.
    3. Berdasarkan cerita orang tua kami, sampai tahun 1960-an masih banyak muslim di pulau Jawa yang makan daging babi hutan dan makan dadih (darah ayam yang diolah seperti tahu).
    4. Sampai tahun 1960-an sangat banyak muslim yang menikah dengan non-muslim tanpa mengharuskan pasangannya masuk Islam.
    5. Sampai tahun 1960-an tidak sedikit muslim yang tidak bersunat, karena menganggap sunat itu hanya budaya.

    Liat juga Cheng Hoo, kalau dia memang Islam, kenapa malah membangun Kelenteng ? bukannya membangun masjid ?
    Jadi jangan melihat muslim abad 13 atau 14 menggunakan kacamata muslim abad 21 seperti sekarang. Keliru besar.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Anda bisa baca gak, dalam artikel diatas tidak disebutkan bahwa prabu siliwangi masuk islam. Satu !
      Kedua, tahun 1960 banyak muslim makan daging babi, bla bla bla "kata bapak saya"
      Naif !

      Delete
    2. Anda bisa baca gak, dalam artikel diatas tidak disebutkan bahwa prabu siliwangi masuk islam. Satu !
      Kedua, tahun 1960 banyak muslim makan daging babi, bla bla bla "kata bapak saya"
      Naif !

      Delete
  4. Siliwangi sejatinya tdk pernah masuk agama islam.karna dia sdh meyakini apa yg dia lakukan waktu itu.kenapa siliwangi dikatakan masuk islam?sebetulnya itu Hanya rekayasa dari para pengarang cerita yg merasa menang dlm sejarah saja.sejarah di buat bagi mereka yg menang.tapi klu kita kalah,sebenar apapun kesaksian kita,maka kita tidak akan dianggap.siliwangi adalah penganut ajaran batin.nilai yg dia miliki lebih tinggi dari ajaran orang2 arab.sebab siliwangi telah mengerti tentang budi dan batin.jadi dia tdk mingkin berpaling hanya karna suatu keyakinan yg tdk bisa di pertanggung jawabkan kebenaranya.tetapi smua yg tertulis diatas hanyalah tafsir belaka.sebab yg tau kebenaran ygvsesungguhnya hanyalah pelaku sejarah itu sendiri(siliwangi)kita hanya mereka2 aja.

    ReplyDelete
  5. Klu menurut sejaarah,siliwangi tdk mau masuk islam dan tdk akan pernah.karna siliwangi sdh mempunyai keyakinan sendiri.yaitu budi pekerti fan kebatinan yg baik.tapi apapun itu smua hanyalah tafsir.sebab suatu sejarah hanya di tentukan oleh pemenang dan bukan pecundang.kita hanya bisa katanya dan mendengarkan cerita.sejatinya yg tau kebenaran yg sesungguhnya hanyalah si oelaku sejarah itu sendiri(siliwangi).dan kita tak akan tau kebenaran yg sesungguhnya.

    ReplyDelete
  6. anda mengkalaim serba hoax,.tolong cantumin sumber dan fakta nya dong? biar ga asal nuduh,.ohya,.saya pernah membaca beberapa berita kalau ada beberapa pendeta yang mati gara-gara mau menguji kebenaran injil yang inti nya dalam suatu ayat di injil itu mengajarkan bahwa iman pengikut kristus itu benar ada nya bila dia itu anti racun atau bisa ular,.tapi kenapa yah,.pak pendeta yg notabene pemimpin agama kristen malah mati terkena bisa ular,.

    ReplyDelete
  7. Saya juga pasti ada kesalahan dalam menilai hal yang sebenarnya akibat panjangnya kurun waktu, semua telah menjadi debu dihamparan bumi, mereka yang pernah ada bisa saja sebagai penyebab adanya kita saat ini, jadi sejarah itu memang benar" ada, persoalan selanjutnya adalah hasil penelitian Ilmiah dan dongeng turun temurun sudah pasti beda, tapi kita patut menghargai mereka karena sedikitnya mereka punya ceritera.

    ReplyDelete
  8. apapun agamanya yg penting baik orangnya...

    ReplyDelete
  9. Memang sejarah ditulis oleh pemenang. Itu adalah sebuah hukum alam

    ReplyDelete
  10. Kian santang adalah lakon cerita (ksatria penakluk dinasti tang). Yang sudah tertulis d'buku2 d'prpustakaan krajaan padjajaran pada waktu itu, lakon ini sering d'tu2rkan ceritanya oleh walangsungsang dan di ubah sedikit untuk kpentingan dakwah islam, dg dmikian org mnggap kian santang adlh org trsbut,. Trllu bnyak prsi untuk kian santang. sama sperti silihwangi, silihwangi adalah lakon cerita dari tokoh sri baduga maharaja.
    Di Jawa Barat, Sri Baduga ini lebih dikenal dengan nama Prabu Siliwangi. Nama Siliwangi sudah tercatat dalam Kropak 630 sebagai lakon pantun. Naskah itu ditulis tahun 1518 ketika Sri Baduga masih hidup. Lakon Prabu Siliwangi dalam berbagai versinya berintikan kisah tokoh ini menjadi raja di Pakuan. Peristiwa itu dari segi sejarah berarti saat Sri Baduga mempunyai kekuasaan yang sama besarnya dengan Wastu Kancana (kakeknya) alias Prabu Wangi (menurut pandangan para pujangga Sunda). Menurut tradisi lama, orang segan atau tidak boleh menyebut gelar raja yang sesungguhnya, maka juru pantun memopulerkan sebutan Siliwangi. Dengan nama itulah ia dikenal dalam literatur Sunda. Wangsakerta pun mengungkapkan bahwa Siliwangi bukan nama pribadi, ia menulis:

    "Kawalya ta wwang Sunda lawan ika wwang Carbon mwang sakweh ira wwang Jawa Kulwan anyebuta Prabhu Siliwangi raja Pajajaran. Dadyeka dudu ngaran swaraga nira".
    Indonesia: Hanya orang Sunda dan orang Cirebon serta semua orang Jawa Barat yang menyebut Prabu Siliwangi raja Pajajaran. Jadi nama itu bukan nama pribadinya.

    ReplyDelete
  11. Buat org yg non muslim jgn bicra HOAX atau tegang dulu dah.. Memang benar apa yg dtuturkan si abah di atas. Trlalu banyak persi/mulut berubah dah arti dan jalurnya, bicara yg gmpang z, allahu akbar allahu akbar adzan ni, adzan z, kalo pake bhsa indnesia allah maha besar2,gnti bhasa sunda allah nu maha ageung, ganti bhs betawi allah yg gede banget2..sgede apa tuh, Tuh jauhkan malah ngeledek ujungny, astagfirullah,sama apa yg ada di dlm injil yg sudah jauh brubah isiny dan artiny.. Bgitu kawand

    ReplyDelete
  12. hargai produk dalam negeri, jgn bangga dengan produk import, krn itu blm tentu cocok atau baik untuk kita

    ReplyDelete
  13. hargai produk dalam negri, jangan bangga dengan produk import, yg belum tentu cocok atau baik bagi bangsa Indonesia

    ReplyDelete
  14. ooiii hargai sesama, berpikirlah secara positif.!
    biarkan yang negatif mengonggong.!

    ReplyDelete