Semuanya bahagia, tapi ada yang aneh pada malam
14 Juli 2012 itu. Malam itu usai Isya, Fany Octora sudah tampil cantik. Baju
pengantin, kebaya warna putih sepanjang mata kaki dipadu jarit batik warna cokelat membalut
tubuhnya. Rambutnya ditutup kerudung putih. Ia tersenyum gembira.
Dari pagi, ia sudah melakukan perawatan khusus
di salon dan tidak lupa mempercantik diri dengan makeup di sebuah bridal
terkemuka di Garut, Jawa Barat. Malam itu memang menjadi malam istimewa bagi
Fany. Gadis yang saat itu belum genap berumur 18 tahun itu akan dinikahi Bupati
Garut, Aceng HM Fikri.Sang bupati pun tidak kalah bungah. Mengenakan baju koko
biru dipadu celana hitam dan tidak ketinggalan peci di kepalanya, senyum terus
mengembang dari bibir Aceng.
Tepat pukul 19.30 WIB, akad nikah yang digelar
di rumah pribadi Aceng di wilayah Copong, dimulai. Ketua Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Limbangan, K.H. Abdurrozaq, S.Ag. yang menikahkan kedua
mempelai secara siri atau secara agama tanpa catatan resmi negara. K.H. Sa’idin
Gufron dan A. Jahidin menjadi saksi nikah siri itu.
Keluarga Fany mulai dari ayahnya, Saefuddin,
ibunya, kakaknya, Ari Saputra, juga keluarga bupati Aceng, baik ayahnya, Kholil
Munawar menyaksikan pernikahan yang digelar sederhana itu. Semua gembira.Hanya,
sedikit janggal tersisa. Pihak keluarga bupati melarang acara bahagia itu
didokumentasikan sembarang orang. Alasannya, demi keamanan dan privasi jabatan
bupati. Dokumentasi hanya boleh lewat BlackBerry Aceng dan Fany.
Hari Minggu, pascapernikahan, Aceng dan Fany menghabiskan waktu berdua di rumah. Acara diisi
dengan menonton televisi, makan bersama, dan bercengkerama. Di tengah-tengah
pembicaraan, sang bupati juga berjanji akan menyekolahkan Fany ke Akademi Kebidanan
seperti yang diidam-idamkan sang istri. Selain itu ia juga menyatakan akan
berangkat umrah bersama.
Namun entah kenapa keesokan harinya, Aceng membatalkan
rencana umrah untuk Fany. Ia memilih berangkat tanpa istri sirinya. “Alasannya visa
saya tidak bisa diselesaikan,” jelas Fany.Yang lebih membuat Fany kaget,
esoknya lagi janji-janji sang bupati menguap begitu saja. Selasa 17 Juli
2012, lewat pesat singkat, Aceng menjatuhkan talak pada Fany. Saat itu
Aceng sedang berada di Jakarta, sementara Fany tinggal di rumah seorang diri. “Beliau
bilang ke saya, ‘sudah tidak punya rasa, dan tidak bisa melanjutkan hubungan
ini. Makanya saya talak kamu’” Itulah isi SMS perceraian yang diingat Fany.
Bagai disambar petir di siang hari, Fany
langsung limbung. Ia panik, sedih, dan kecewa, sang suami menceraikan sesingkat itu. Ia berupaya
mencari jawaban atas talak itu. Namun pertanyaan itu tidak kunjung dibalas. Sang bupati hanya mengirim
pesan singkat, “Tanyain ke Teh Haji saja (adiknya bupati). Teh Haji tahu,”
hanya itu jawaban yang diterima Fany dari sang suami.
Bingung dan merasa tersakiti, Fany akhirnya
menghubungi Heri Ahmad Jawani. Heri adalah Ketua Ponpes Al-Fadlilah II, yang
masih terhitung kerabat Fany. Heri pula yang menyampaikan ke keluarga saat
bupati melayangkan pinangan terhadap Fany sebelumnya. Sialnya, Heri yang
datang bersama Ayi Rohimat (paman Fany), dan Bobby, tidak bisa masuk
rumah. Sebab Fany dikunci di dalam rumah mewah milik bupati. Ketiganya pun
dilarang masuk oleh keluarga besar bupati. Baru tengah malam ketiga kerabat
Fany bisa masuk ke rumah itu dan membawa pulang Fany tepat tengah malam.
Setelah berada di rumah, Fany terus berupaya
mencari jawaban dari sang suami. Namun semuanya nihil. Belakangan, kepada
keluarga, sang bupati menjelaskan alasannya. Penjelasan itu pun dianggap aneh,
sebab selain tidak masuk akal, keterangannya juga berubah-ubah.
Menurut Ayi Rohimat, paman Fany, bupati
mengatakan, sengaja menceraikan Fany karena ada tanda putih seperti penyakit,
yang tidak bisa dilihat oleh kasatmata dari ujung tengkuk sampai ke daerah
panggul. Alasan kedua, Fany punya penyakit polio, dan yang terakhir,
bupati bilang
Fany tidak perawan. Heri Ahmad
Jawani
Kabar terakhir inilah yang menyakitkan keluarga
Fany. Mereka sangat terpukul dengan alasan sang bupati yang dianggapnya sangat melecehkan.
Fany menegaskan tidak pernah berhubungan dengan lelaki lain sebelum menikah.
Fany akhirnya mengadu ke Pusat Pelayanan
Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPTPPA). Di lembaga itu Fany menceritakan kronologi
perkenalan, pernikahan, hingga diceraikan, kepada Ketua Tim Advokasi PPTPPA,
Bunda Dita. “Kita kasihan dia diceraikan lewat sms dengan
kata-kata yang tidak pantas dikeluarkan oleh pimpinan (bupati),” ujar Rani
Permata, aktivis PPTPPA.
Menurut Rani, yang juga istri mantan Wakil
Bupati Garut, Dicky Chandra, saat datang ke PPTPPA, pada awal November 2012,
Fany sempat pingsan, dan tertekan. Fany memang benar-benar tertekan karena setelah
perceraian itu, Aceng mengirimkan SMS yang sangat kejam. “Hai perempuan jahat, aq minta sgla pemberian
aq dikembalikan.” Demikian antara lain bunyi SMS itu. Tidak sampai di situ, SMS
juga disertai kata-kata kasar yang menyebut Fany dengan binatang.
Aceng tidak membantah mengirim SMS kasar itu.
Ia emosi setelah foto-foto pernikahan mereka tersebar di media sosial. Aceng
menduga pihak Fany yang menyebarkan foto itu karena dokumentasi cuma disimpan di
BlackBerry mereka berdua.
Ia menyatakan memang sudah memberikan sejumlah
uang kepada Fany, namun ia membantah memintanya kembali. “Saya sudah keluar
uang hampir habis Rp 250 juta, hanya nidurin satu malam. Nidurin artis saja
tidak harga segitu,“ kata Aceng kepada majalah detik.
Aceng sangat marah foto-foto itu bisa beredar.
Apalagi Fany sudah menandatangani surat pernyataan yang isinya tidak akan
mengganggu dirinya lagi dengan imbalan uang. Surat itu ditandatangani Fany pada
16 Agustus 2012.
Aceng juga membantah tudingan menceraikan Fany hanya
via SMS. Menurutnya, talak yang disampaikan ke Fany adalah secara lisan. Adapun
talak yang dilayangkan via SMS hanya untuk penekanan saja.“Saya mengirim SMS
talak saat sedang umrah di Arab Saudi. Sebelum berangkat saya sudah
menyampaikannya (talak) secara langsung ke dia (Fany),” ujarnya.
Aceng bilang, selama menikah hanya menggauli sang
istri sirinya sekali saja. Ia mati rasa setelah curiga Fany sudah tidak perawan
lagi. Bagi Aceng, perceraiannya merupakan hal yang wajar. Menikah bak perkara
perdata seperti jual beli yang bisa dikembalikan bila barang tidak sesuai
dengan yang dijanjikan. “Pas saya beli ternyata ‘lo, tidak sesuai speknya,’ ya
nggak
apa-apa dikembalikan,” kata Aceng.
Bupati Garut itu menduga kasus pernikahan
kilatnya menjadi ramai sekarang karena ada yang memolitisasi. “Ada yang
bermain, ada yang memanfaatkan masalah ini,” ujarnya.
Fany sekalipun sudah tersakiti dan terzalimi,
tidak menyesal telah menikah dengan sang bupati. Ia hanya melayangkan
permintaan sederhana kepada sang mantan. Ia ingin Aceng mohon maaf kepada
dirinya dan keluarganya
No comments:
Post a Comment