Koordinator Kontras, Haris Azhar, menilai salah satu sebab masih sering terjadinya konflik horizontal adalah akibat lemahnya penegakkan hukum oleh aparat kepolisian. Padahal, ada model dan karateristik konflik yang mirip misalnya penghasutan yang disebabkan oleh masalah ekonomi, dendam lama, atau seputar isu Pemilihan Kepala Daerah.
"Kenapa konflik-konflik itu bisa berulang? Padahal hanya mengulang pola dan model kekerasan yang sering terlihat sama. Ini sebenarnya tidak rumit. Tapi ini memperlihatkan negara tidak perhatian," kata Haris dalam jumpa pers di Kantor Kontras, Jakarta, Senin, 26 November 2012.
Menurutnya, kepolisian dalam perundang-undangan sudah diminta untuk menjaga keamanan dan menegakkan hukum bagi pelaku konflik. Namun, Kontras, kata Haris, belum melihat kepolisian bekerja secara maksimal.
"Kenapa konflik-konflik itu bisa berulang? Padahal hanya mengulang pola dan model kekerasan yang sering terlihat sama. Ini sebenarnya tidak rumit. Tapi ini memperlihatkan negara tidak perhatian," kata Haris dalam jumpa pers di Kantor Kontras, Jakarta, Senin, 26 November 2012.
Menurutnya, kepolisian dalam perundang-undangan sudah diminta untuk menjaga keamanan dan menegakkan hukum bagi pelaku konflik. Namun, Kontras, kata Haris, belum melihat kepolisian bekerja secara maksimal.
Belum lagi, warga kini juga mulai kehilangan kepercayaan pada polisi dan juga tidak puas dengan proses penegakkan hukum yang dilakukan kepolisian.
Padahal, lanjutnya, jika kepolisian bisa menangani secara cepat dan berbuat adil, maka secara otomatis akan memberikan kepuasan pada masyarakat. Sehingga dapat meminimalisir terjadinya konflik.
"Polisi tidak bisa beri kepuasan karena gagal cepat bertindak. Belum lagi cara respon yang seolah mengorbankan satu kelompok, sehingga terlihat tidak adil. Ini kontribusi buruk pada proses hukum yang ditegakkan mereka," ujar Haris.
Di sisi lain, sepanjang 2012 ini, Kontras mencatat setidaknya ada 32 konflik horizontal terjadi di sejumlah wilayah Indonesia. Menurut Papang Hidayat, Kepala Biro Penelitian Kontras, sekurangnya ada 28 korban tewas dan 200 orang luka-luka.
"Dari tahun 2012 ini kita lihat saja data ini. Ada 32 konflik yang menyebabkan 28 nyawa melayang dan ratusan orang luka-luka cukup serius. Ini terjadi karena ada ketidakmampuan negara. Negara kurang sensitif. Konflik di Poso, Ambon, sekarang Kutai Barat. Seolah-olah negara kurang berdaya," ujarnya.
Padahal, lanjutnya, jika kepolisian bisa menangani secara cepat dan berbuat adil, maka secara otomatis akan memberikan kepuasan pada masyarakat. Sehingga dapat meminimalisir terjadinya konflik.
"Polisi tidak bisa beri kepuasan karena gagal cepat bertindak. Belum lagi cara respon yang seolah mengorbankan satu kelompok, sehingga terlihat tidak adil. Ini kontribusi buruk pada proses hukum yang ditegakkan mereka," ujar Haris.
Di sisi lain, sepanjang 2012 ini, Kontras mencatat setidaknya ada 32 konflik horizontal terjadi di sejumlah wilayah Indonesia. Menurut Papang Hidayat, Kepala Biro Penelitian Kontras, sekurangnya ada 28 korban tewas dan 200 orang luka-luka.
"Dari tahun 2012 ini kita lihat saja data ini. Ada 32 konflik yang menyebabkan 28 nyawa melayang dan ratusan orang luka-luka cukup serius. Ini terjadi karena ada ketidakmampuan negara. Negara kurang sensitif. Konflik di Poso, Ambon, sekarang Kutai Barat. Seolah-olah negara kurang berdaya," ujarnya.
No comments:
Post a Comment