Saturday, 1 December 2012

Palestina, Setelah Pengakuan PBB Itu. Sejarah baru bagi perjuangan Palestina. Mengapa kontra produktif?

Seorang pria mengibarkan bendera Palestina
Tepuk tangan meriah dan sorak-sorai langsung terdengar di ruang sidang begitu papan elektronik menunjukkan hasil pemungutan suara dari para delegasi negara anggota Majelis Umum PBB. Papan skor menunjukkan 138 "mendukung," 9 "menolak," dan 41 "abstain", atau tidak memberi dukungan, atau penolakan. Tiga negara lain tidak ikut pemungutan suara. 

Hasil itu sudah cukup menggambarkan dukungan mayoritas anggota Majelis Umum PBB soal status Palestina di forum dunia itu, dalam sidang di New York pada Kamis sore waktu setempat (Jumat pagi WIB). Berkat sidang itu, Palestina naik derajat, dari sekadar "entitas pengamat" menjadi "negara pengamat non anggota." 

Bagi delegasi Palestina, hasil itu adalah kemenangan bangsa, dan sejarah baru perjuangan mereka. Hasil sidang Majelis Umum itu menyiratkan PBB --yang beranggotakan 193 negara --akhirnya mengakui Palestina sebagai negara berdaulat di tengah perjuangan mereka melawan tekanan Israel, yang telah berlangsung puluhan tahun.  

Persoalan apakah mereka akan menjadi anggota PBB adalah urusan belakangan, yang penting mayoritas negara di dunia sudah mengakui eksistensi Palestina sebagai negara sah. 

Tak heran bila Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas, ikut bertepuk tangan dan merangkul para anggota delegasinya di ruang sidang Markas Besar PBB. Pejabat lain mengibarkan bendera Palestina sambil disambut tepuk tangan delegasi negara-negara lain. Keriuhan itu bagaikan menang dari suatu pertandingan. 

Suasana sebaliknya melanda meja delegasi Israel, AS, dan negara-negara lain yang tidak mendukung naiknya status Palestina di PBB. Duta Besar Israel, Ron Prosor, dan para stafnya terlihat murung di tengah tepuk tangan para koleganya kepada delegasi Palestina sebelum dia bersalaman dengan Duta Besar AS, Susan Rice.   

Bagi Presiden Abbas, hasil dari sidang Majelis Umum ini merupakan "akta lahir" bagi Negara Palestina. Apalagi akta lahir itu dikeluarkan pada momen cukup istimewa.  

"Hari ini, tepat pada 65 tahun lalu, Sidang Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi 181, yang membelah tanah bersejarah Palestina menjadi dua negara, dan menjadi akta lahir bagi Israel," kata Abbas kepada para hadirin, yang menyambutnya bertepuk tangan sambil berdiri (standing ovation) usai pemungutan suara, yang turut dipantau oleh media massa mancanegara.  

Artinya, pada 29 November 1947, sidang PBB mendukung berdirinya negara zionis Israel. Kini, 65 tahun kemudian pada tanggal sama, Majelis Umum PBB mengakui negara Palestina, walau masih belum berstatus anggota. 

Suasana lebih meriah berlangsung di Palestina. Ribuan bendera nasional berkibar. Para warga bersukaria di wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza. Mereka menyalakan kembang api, dan menari di jalanan setelah mendengar hasil sidang di New York, AS.  
      
"Saya tidak bisa menggambarkan perasaan saya saat ini. Mirip bertemu ujung dari suatu terowongan gelap. Dengan diakuinya negara Palestina, kami bersatu sebagai rakyat dan pemimpin," kata seorang warga bernama Laila Jaman di Kota Ramallah, Kamis waktu setempat seperti dilansir CNN.

Di Hebron, Nablus dan Jenin, rakyat Palestina memadati jalan-jalan utama. Banyak juga yang menaiki atap-atap rumah dan balkon mereka, bernyanyi dan berteriak melalui pengeras suara. Mengibarkan bendera Palestina.

Nasser Abdel Hadi, pemilik sebuah restoran terkenal di Ramallah memasak pizza berwarna merah, putih, hijau, dan hitam, warna-warna bendera Palestina. "Apa yang dilakukan Israel dalam 69 tahun terakhir adalah kriminal. Mereka mengambil tanah kami, anak-anak kami dan masa depan kami. Pertarungannya sekarang ada di PBB," kata Hadi seperti dikutip kantor berita Reuters.

Perayaan di Palestina ini diikuti rakyat dari agama apapun, baik Islam maupun Kristen. "Allahu Akbar!" seru para warga di Tepi Barat. "Untuk kali pertama, ada negara yang disebut Palestina, dan telah diakui oleh seluruh dunia," kata Amir Hamdan seperti dikutip laman stasiun berita BBC. "Hari ini, dunia mendengar suara kami," dia menambahkan.   

Di Kota Bethlehem, Gereja Kelahiran (Church of Nativity) membunyikan lonceng memperingati peristiwa kemenangan itu. Ribuan orang di kota ini menyaksikan langsung pidato Abbas di PBB melalui proyektor yang diarahkan ke dinding pembatas dengan Israel.

Di Gaza, gegap gempita yang sama juga terlihat. Untuk menunjukkan dukungan atas upaya Abbas, kelompok Hamas memperbolehkan para pendukung Fatah untuk menggelar perayaan di jalan. Pemimpin Hamas juga secara terbuka mendukung upaya Abbas, yang berasal dari kelompok Fatah.

"Kami mendukung setiap pencapaian politik bagi kepentingan rakyat, demi terbentuknya negara," kata Perdana Menteri Ismail Haniyeh. 
  
Pengakuan dari PBB ini tidak hanya disambut suka cita oleh rakyat Palestina saja. Warga dunia pun menyambut baik keputusan ini, termasuk Otoritas Gereja Katolik di Vatikan. Ini menandakan bahwa konflik di Timur Tengah itu bukanlah masalah ideologi apalagi agama, melainkan tragedi kemanusiaan yang telah menimbulkan simpati dunia dari latar belakang apapun.

Itulah sebabnya Vatikan menyambut baik pengakuan implisit PBB bagi kedaulatan negara Palestina dengan mengangkat statusnya sebagai "negara pengamat non anggota." "Paus menyambut baik keputusan Majelis Umum, yang secara mayoritas menyetujui resolusi mengangkat status Otoritas Palestina di PBB dari 'entitas' menjadi 'negara non anggota,'" demikian pernyataan Vatikan seperti dikutip kantor berita Reuters. Vatikan juga mencatat dengan demikian status Palestina di PBB sama dengan mereka, yaitu negara pengamat non anggota.  
 
Tekan Israel
Dengan status barunya ini, Palestina punya hak menghadiri sidang-sidang PBB. Bahkan, bila diminta, delegasi Palestina bisa menyampaikan pandangannya atas isu apapun. Untuk menjadi negara non-anggota di Majelis Umum tidak perlu melalui voting di Dewan Keamanan yang sudah pasti akan diveto oleh Amerika Serikat. Hal ini pernah dialami Palestina tahun lalu saat berupaya menjadi negara anggota PBB.

"Palestina mulai saat ini akan dianggap sebagai negara, berdasarkan hukum dan hubungan internasional. Tapi tidak bisa menjadi anggota PBB, karena harus melalui voting di Dewan Keamanan," ujar Iain Scobbie, Profesor di Universitas London fakultas Studi Oriental dan Afrika, seperti dikutip stasiun berita CNN.

Scobbie mengatakan, pengakuan kali ini akan membuat daya tawar Palestina terhadap Israel menjadi lebih tinggi. Palestina bisa menjadi anggota dari badan-badan PBB. Selain itu, yang paling ditakutkan Israel, Palestina bisa mengajukan diri menjadi anggota Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).

Dengan keanggotaan di ICC, Palestina bisa mengajukan gugatan terhadap kejahatan Israel di Gaza dan Tepi Barat. Palestina juga bisa menyeret Israel ke ICC atas kejahatan perang. Sebelumnya pada April lalu, ICC menolak permintaan Palestina untuk menyelidiki Perang Gaza tahun 2008-2009 karena tidak dianggap sebagai negara.

"Jika Palestina sukses bergabung dengan ICC, maka akan jadi masalah besar bagi Israel yang melakukan operasi militer di Tepi Barat dan Gaza. Jika ICC mengeluarkan perintah penangkapan, maka warga Israel yang keluar dari negara itu bisa ditangkap," kata Scobbie.

Bagi seorang politisi Palestina, pengakuan di sidang majelis umum PBB ini menjadi ajang perjuangan baru bagi negaranya. Mereka akan memanfaatkan kekuatan diplomasi di forum-forum PBB untuk menekan Israel agar mendapatkan kembali wilayah-wilayah yang dirampas negara zionis itu setelah Perang Enam Hari pada 1967, termasuk Yerusalem Timur.  

"Ini membuka babak permainan baru. Israel akan berhadapan dengan anggota komunitas internasional, negara yang disebut Palestina beserta hak-haknya," kata seorang pejabat Organisasi Pembebasan Palestina, Hanan Ashrawi, kepada stasiun berita BBC. "Kami akan punya akses ke organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga internasional dan kami akan bertindak dari sana," kata Ashrawi. 

Inilah yang membuat galau Israel dan sekutu terdekatnya, AS. Tidak heran bila pemerintahan Barack Obama mengancam akan memotong dana bantuan bagi badan PBB yang menerima Palestina sebagai anggota, seperti yang dialami lembaga PBB untuk pendidikan dan kebudayaan (UNESCO) tahun lalu. AS sebagai pendonor terbesar Palestina juga akan memotong bantuannya.

Menurut stasiun berita BBC, Duta Besar Israel untuk PBB, Ron Prosor, mengungkapkan alasan mereka tak mendukung upaya Palestina di PBB. "Satu-satunya cara mencapai damai adalah perjanjian kedua belah pihak (Palestina-Israel), bukan di PBB."

"Tak ada satupun keputusan PBB yang bisa memutuskan ikatan 4.000 tahun antara rakyat Israel dengan tanah Israel."

Kubu penentang hasil voting Majelis Umum PBB tersebut berargumen, Palestina seharusnya mengambil langkah negosiasi bilateral untuk menyelesaikan sengketa batas negara dengan Israel, seperti yang ditetapkan dalam Kesepakatan Damai Oslo tahun 1993, dasar berdirinya Otoritas Palestina.

Usia voting, Duta Besar AS untuk PBB Susan Rice mendesak Palestina dan Israel melanjutkan pembicaraan damai, dan jangan mengambil langkah sepihak. Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton menyebut hasil voting ini, "Sangat disayangkan dan kontraproduktif." Menurutnya, hasil ini malah akan menghambat upaya damai kedua negara.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, juga angkat bicara. Melalui akunnya di laman jejaring sosial Twitter, Netanyahu menilai Palestina telah melanggar perjanjian dengan Israel karena mencari dukungan ke PBB. "Kami akan mengambil tindakan yang sesuai."

Apa kata PBB? Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menyerukan kedua negara tetap lebih banyak mengambil langkah dialog damai.

No comments:

Post a Comment