Friday, 23 November 2012

Sampai Kapan Gencatan Senjata Israel-Hamas Bertahan?. Situasi ini belum jamin mereka berdamai secara permanen

Warga Palestina di Jalur Gaza merayakan disepakatinya gencatan senjata dengan Israel
Hampir semua masyarakat di Indonesia masih terlelap pada Kamis dini hari, 22 November 2012, ketika rakyat Palestina di Kota Gaza dan sekitarnya bersukaria sambil mendengungkan takbir. Mereka lega setelah ada kabar tercapainya gencatan senjata antara Hamas dan Israel. Gencatan senjata itu berkat insiatif diplomatik yang digalang Mesir, dengan dukungan negara-negara lain seperti AS, Turki, dan para anggota Liga Arab. 

Seperti pada konflik yang lalu, gencatan senjata ini tidak langsung menjamin terwujudnya perdamaian yang permanen di Timur Tengah. Namun, kesepakatan temporer itu bisa untuk sementara waktu meredakan ketakutan warga Palestina di Gaza atas brutalnya serangan militer Israel, yang telah memakan banyak korban jiwa di kalangan warga sipil.

Di lain pihak, Israel sendiri masih belum sepenuh hati menerima kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas. Mereka khawatir bahwa masa ini dimanfaatkan Hamas dan para simpatisannya untuk "rehat sejenak" sebelum kembali menembakkan roket-roket rakitan ke negara zionis itu, seperti alasan yang dipakai Israel setiap kali menggempur Gaza.

Selama delapan hari baku tembak, sedikitnya 162 warga Palestina di Gaza tewas, termasuk 37 anak-anak. Sementara dari sisi Israel, sebanyak lima orang tewas.

Menurut laporan stasiun berita ABC News, langit Gaza untuk pertama kalinya dalam delapan hari terakhir lengang dan hening dari tembakan roket dan bising pesawat tempur Israel. Gencatan senjata yang disepakati Rabu malam mulai berlaku dan kedua pihak berusaha menahan diri.

Gencatan senjata mulai berlaku pada Rabu pukul 9 malam waktu setempat, atau sekitar pukul 2 dini hari Kamis WIB. Beberapa menit sebelum gencatan senjata dimulai, kedua belah pihak masih saling mengeluarkan serangan pamungkas.

Setidaknya satu rudal Israel menghantam Gaza tiga menit sebelum gencatan senjata. Dua menit setelahnya, empat roket Hamas melayang menuju provinsi Beer Sheva, Israel.

Beberapa menit setelah gencatan senjata dimulai, suasana Gaza hening dari kengerian roket dan rudal. Lima belas menit kemudian, ratusan orang turun ke jalan-jalan Gaza yang gelap karena listrik mati.

Bersuka cita, rakyat Gaza, pria dan wanita, mengibarkan bendera Palestina dan menembakkan peluru ke udara. Dari jendela-jendela apartemen, wanita dan anak-anak terlihat melepaskan kembang api dan meneriakkan yel-yel. Bagi mereka, gencatan senjata itu adalah kemenangan.

"Allahu Akbar, rakyat Gaza, kita menang. Kita berhasil mengalahkan arogansi Yahudi," teriak seseorang yang terdengar dari pengeras suara di suatu masjid di Kota Gaza.

Sekitar 1,7 juta rakyat Gaza bisa bernafas lega sekarang, setidaknya untuk sementara. Tidak semua warga Palestina yang langsung hanyut dalam kegembiraan. "Orang-orang telah berkata 'selamat atas gencatan senjata ini' kepada satu sama lain. Namun, apa yang benar-benar ingin mereka ketahui adalah seperti apa rincian gencata senjata itu," demikian ungkap jurnalis stasiun berita al Jazeera di Gaza.
Beda tafsir
Menurut naskah kesepakatan gencatan senjata Israel-Hamas yang diperoleh kantor berita Reuters, kedua pihak harus menghentikan semua tindakan yang bermusuhan. Israel harus berhenti menyerang dan menargetkan para individu tertentu, sedangkan semua faksi Palestina harus berhenti menembakkan roket dan menyerang lintas-batas.

Naskah itu juga mengharuskan Israel melonggarkan blokade atas penduduk di Gaza, yang sudah diberlakukan selama enam tahun. Bagi PM Inggris, David Cameron, blokade itu sama saja dengan "penjara terbuka." Prosedur untuk menerapkan kewajiban itu akan "ditangani dalam jangka waktu 24 jam setelah dimulainya gencatan senjata," tulis naskah itu.

Israel sendiri masih bertekad tidak akan mencabut blokade atas Gaza. Sebaliknya, Hamas menafsirkan bahwa naskah gencatan senjata itu mengharuskan Israel membuka semua blokade di wilayah yang mereka kuasai sejak menang Pemilu Palestina pada 2006.

Pemimpin Hamas, Khaled Meshaal, mengatakan kelompoknya akan menghargai gencatan senjata selama Israel juga melakukannya. Bagi Meshaal sendiri, ungkap al Jazeera, gencata senjata ini menandakan bahwa Israel telah "gagal dalam memenuhi semua tujuannya." Dia pun berterima kasih kepada Mesir sebagai mediator dan juga Iran, yang dia anggap turut "berperan dalam mempersenjatai" Hamas selama konflik. 

Sebaliknya, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, berterima kasih kepada AS dan Mesir dalam mendukung upaya gencatan senjata. Seperti halnya AS, Israel selama ini tidak mau berhubungan langsung dengan Hamas, yang mereka anggap sebagai kelompok teroris, namun menggunakan jasa Mesir sebagai perantara.

Presiden Mesir, Mohamed Mursi, dalam beberapa hari terakhir sibuk memelopori negosiasi gencata senjata antara Israel dan Hamas. Kebetulan inisiatif Mursi ini didukung Liga Arab, beserta sejumlah negara seperti AS dan Turki.

Netanyahu mengatakan ingin memberikan Hamas kesempatan untuk gencatan senjata, walaupun ada beberapa warga yang menolaknya. Penolakan terutama datang dari kota Kiryat Malachi, lokasi tewasnya tiga orang Israel setelah diroket Hamas. "Saya tahu ada warga yang menginginkan aksi militer yang lebih keras, dan semoga kita tidak perlu melakukan itu," kata dia.

Kalangan pengamat juga tidak yakin bahwa gencatan senjata ini bisa terus berlangsung lama. "Tidak ada yang mau hanyut dalam ilusi bahwa ini bakal menjadi gencatan senjata yang kekal. Jelas bagi semua orang bahwa ini hanya bersifat sementara," kata Michael Herzog kepada kantor berita Reuters.

"Namun, ada peluang bahwa gencatan senjata itu bisa berlangsung untuk periode yang signifikan, bila semuanya berlangsung baik," lanjut Herzog, mantan Kepala Staf di Kementerian Pertahanan Israel.

Pengamat politik Palestina, Talal Okal, mengaku tidak banyak berharap bahwa gencatan senjata itu bisa menjadi kesepakatan permanen. Bahkan dia melihat posisi Hamas kini lebih kuat dari sebelumnya. "Palestina tidak berhenti mempersiapkan diri mereka untuk putaran berikut," kata Okal.

Penilaian itu tak lepas dari kuatnya prinsip masing-masing pihak yang bertikai. Hamas selama ini berprinsip menolak keberadaan Israel di tanah yang mereka serobot dari warga Palestina. Sebaliknya, Israel melihat Hamas sebagai kelompok teroris yang tidak boleh didiamkan.

Konflik berdarah dan gencatan senjata ini bukan pengalaman baru bagi Israel dan Hamas. Selama 22 hari berkonflik dari akhir Desember 2008 hingga awal Januari 2009, berlangsung konflik yang lebih brutal lagi di tempat yang sama.

Pada saat itu, Israel sampai mengerahkan pasukan darat dalam menyerbu Gaza. Lebih dari 1.400 warga Palestina tewas akibat pertempuran yang sangat timpang.

Itulah sebabnya Dewan Keamanan PBB, dalam sidang terkini di New York, berseru agar kedua pihak tetap menjunjung tinggi kesepakatan gencatan senjata. "Para anggota dewan menyerukan pihak-pihak terkait untuk menegakkan kesepakatan dan bertindak secara serius untuk menerapkannya dengan niat baik," demikian pernyatan dewan yang beranggotakan 15 negara itu.

Sambutan dunia 
Sekjen PBB dan banyak negara telah menyambut baik gencatan senjata Israel dan Hamas. Mereka pun memuji upaya Presiden Mursi dan pihak-pihak lain dalam mengupayakan negosiasi yang berujung pada gencatan senjata itu.

Seperti negara-negara lain, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri RI menyambut baik gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Palestina untuk menghentikan kekerasan di Jalur Gaza. Langkah ini sejalan dengan upaya-upaya Indonesia dalam mewujudkan perdamaian di Timur Tengah.

"Indonesia menyambut baik tercapainya gencatan senjata di Jalur Gaza yang telah efektif berlaku sejak hari Rabu, 21 November 2012, jam 9 malam waktu setempat," tulis pernyataan yang diterima VIVAnews, Kamis 22 November 2012.

Menurut pernyataan Kemlu, sejak berkecamuknya konflik di Jalur Gaza tanggal 14 November 2012, Pemerintah RI telah mengambil langkah-langkah intensif melalui berbagai forum internasional untuk menghentikan aksi militer Israel. RI juga berupaya untuk menghindari jatuhnya korban penduduk sipil, dan memulai kembali proses perdamaian melalui perundingan.

"Upaya tersebut termasuk antara lain dilakukan oleh Presiden RI pada KTT ke-21 ASEAN dan KTT terkait Lainnya di Phnom Penh, tanggal 18-20 November 2012," tulis Kemlu.

Perkembangan di Gaza ini, lanjut Kemlu, sejalan dengan upaya-upaya Indonesia mewujudkan perdamaian. Selanjutnya Indonesia mendorong dimulainya kembali negosiasi proses perdamaian di Timur Tengah.

"Proses perdamaian yang selaras dengan resolusi-resolusi terkait PBB untuk mewujudkan negara Palestina merdeka yang hidup berdampingan secara aman dan damai dengan negara-negara tetangganya," demikian pernyataan Kemlu RI

No comments:

Post a Comment