PEREMPUAN yang memilih melajang hingga 42 tahun usianya ini sebenarnya bukanlah orang baru di kancah politik. Sejak Partai Amanat Nasional (PAN) di didirikan pada 1999 lalu, Yasti sudah tercatat sebagai salah satu deklaratornya. Saat itu dia menjadi koordinator deklarasi PAN Wilayah Sulawesi Utara.
Kisah Yasti masuk dunia politik, diakui sarjana ilmu politik Universitas Sam Ratulangi ini, tanpa disengaja. Kala itu hingar bingar politik pada awal reformasi 1998 membawa Yasti mengenal sosok Amin Rais. Namun, sebagai salah satu tokoh reformasi, Amin Rais di mata Yasti waktu itu justru dikenal sebagai tokoh yang terkesan kurang santun dan terlalu berambisi.
Pada sebuah kesempatan menjelang deklarasi PAN Wilayah Sulawesi Utara, tanpa sengaja Yasti dimintai bantuan oleh salah seorang rekannya untuk menjemput Amin Rais di bandara Sam Ratulangi, Manado. Dengan sedikit membawa rasa penasaran terhadap sosok Amin Rais ini, Yasti pun kemudian berangkat menuju bandara dengan menyetir mobilnya sendiri.
’’Waktu itu karena saya yang nyetir perempuan mungkin, pak Amin lantas lebih memilih duduk di depan. Dalam obrolan selama perjalanan, ternyata beliau bisa merespon pertanyaan-pertanyaan saya dengan begitu santunnya. Jadi kalau tanya PAN itu saya lebih karena pak Amin,’’ terang Yasti kepada INDOPOS. Jauh sebelum bergabung dengan PAN dan masuk panggung politik, perempuan yang diharihari senggangnya mengaku lebih suka mengenakan jeans dan tshirt ini memang juga bukan sosok biasa.
Sejak lulus kuliah di usianya yang masih sangat muda, Yasti sudah terjun menjadi pengusaha di bidang general suplayer dan kontraktor. Pada periode 1992-1997 Yasti sudah menancapkan bidang usahanya di PT Newmont Minahasa. Dengan omzet mencapai miliaran rupiah, dia bahkan juga sempat memperluas jaringan usahanya di dengan menjadi mitra pemerintah di bidang pembangunan infrastruktur pelabuhan.
’’Sekarang semua jabatanjabatan di perusahaan itu sudah saya lepas. Tapai kalau mau tanya, dulu total project saya di Departemen Perhubungan saja sudah Rp 300 Miliar lebih,’’ paparnya. Dengan background usaha yang sukses seperti itu, pilihan masuk dunia politik diakui Yasti memang menjadi perjuangan tersendiri. Keyakinan akan citacita reforrmsi, semangat membangun daerah, dan Amin Rais lah yang memantabkan keputusan Wakil Bendahara REI Sulawesi Utara ini, untuk ikut berkontestasi pada pemilu legislatif 2009 dan masuk parlemen.
Yang manarik dan sedikit mengejutkan, di posisinya yang sudah nyaman saat ini, Yasti mengaku justru ingin mundur dari parlemen. Hati nurani dia yang mendesak untuk lepas dari hingar- bingar politik gedung kurakura Senayan. Ditengah prestise dengan segala kehormatan politik yang melingkupinya, menjadi anggota DPR, menurut Yasti, satu sisi sebenarnya juga makin menegkang dan memenjarakan diri.
’’Jadi serba terbatas. Kebebasan kita jadi hilang, saya tidak bisa lagi misalkan jalan mau pakai t-shirt, baru telepon mau canda-canda nggak bisa katanya sudah disadap. Menjadi anggota DPR bukan diri saya lagi sekarang,’’ tutur pemilik Lintang Cakrawala Group ini. Namun apa boleh buat, itu semua hanyalah keluhan privasi. Sebagai anggota DPR yang memegang amanah dari rakyat, Yasti pun memaknai tugas menjadi wakil rakyat sebagai kewajiban dengan segala konsekuensinya. ’’Tapi ini sudah jadi amanah. Kalau bukan karena suara umat saya sudah mundur,’’ urainya.
No comments:
Post a Comment